Sekilas Sejarah dan Asal Muasal Shalawat Nabi

islamindonesia.id – Membaca shalawat adalah salah satu amalan dan penghargaan kita kepada Rasulullah s.a.w. Sebagai umat Rasul s.a.w tentu kita tak asing lagi dengan amalan membaca shalawat, bahkan di masa sekarang membaca shalawat tidak hanya amalan yang bernilai pahala, tapi juga sudah mulai menjadi budaya bahkan sering dijadikan perlombaan.
Bagaimana sejarah dan asal muasal shalawat? Mengapa shalawat bisa menjadi seterkenal dan membudaya seperti sekarang?
Membahas sejarah shalawat tentu tidak bisa terlepas dari Surah Al-Ahzab ayat 56: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Sebab turunnya ayat ini bisa dibilang menjadi sejarah shalawat kepada Rasul s.a.w. At-Thabari menyebutkan bahwa setelah ayat ini turun, ada seorang sahabat yang bertanya terkait bunyi shalawat kepada Rasulullah s.a.w. Kemudian Rasul s.a.w menyebutkan Shalawat Ibrahimiyah, sebagaimana yang biasa kita baca pada tasyahud akhir saat shalat.
Terkait kapan shalawat itu diwajibkan kepada Rasul s.a.w, merujuk pada turunnya ayat tersebut kepada Rasul s.a.w, atau tepatnya perintah shalawat tersebut diturunkan pada bulan Sya’ban pada tahun kedua Hijriyah.
Lebih lanjut As-Suyuṭī menjelaskan bahwa shalawat sebenarnya sudah ada sejak masa Nabi Musa a.s dan kaumnya, Bani Isra’il.
Saat itu Bani Israil bertanya kepada Nabi Musa a.s, terkait apakah Allah SWT bershalawat kepada makhluk-Nya. Mendengar pertanyaan dari kaumnya tersebut, Nabi Musa a.s kemudian berdoa dan meminta jawaban kepada Allah SWT.
Allah SWT pun menjawab pertanyaan Nabi Musa a.s, Allah SWT berfirman kepada Nabi Musa a.s: “Wahai Musa, sungguh kaum Bani Israil bertanya kepadamu, apakah Tuhanmu bershalawat kepada makhluk-Nya? Jawablah, ‘Iya. Aku dan juga para malaikatku bershalawat kepada para nabi dan rasul-Ku’.”
Kemudian turunlah Surah Al-Ahzab di atas.
As-Suyūṭī menambahkan bahwa setelah turun ayat tersebut, kaum Bani Israil tersebut kemudian bahagia dan memujinya.
Dari hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa anjuran bershalawat turun untuk menghargai dan memuji Rasul s.a.w atas tanggungannya berdakwah kepada para kaumnya.
Shalawat itu awalnya sebagai kabar baik kepada kaum Bani Israil, namun Allah SWT juga memberikan keutamaan kepada para nabi melalui shalawat kepadanya terlebih dahulu karena semuanya disampaikan melalaui perantaranya. Ini juga bisa termasuk sebagai penghargaan kepada Nabi dan Rasul tersebut.
Disebutkan bahwa tidak ada hal baik yang diturunkan kepada seorang Rasul kecuali Rasul tersebut menjadi bagian dari hal baik tersebut. Seagaimana pada saat turunnya Surah At-Taubah ayat 112: “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman.”
Oleh karena itu pada masa Rasulullah s.a.w, shalawat ini juga bisa menjadi wujud penghargaan kepada Rasul s.a.w. Itulah mengapa ketika nama Rasul s.a.w disebut, Rasul menganjurkan kita untuk membaca shalawat kepadanya, bahkan dengan memberikan janji keutamaan-keutamaan yang banyak.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Al-Ghazali dan beberapa ulama lain yang dikutip oleh As-Sakhawi yang menyebutkan bahwasanya shalawat kepada Nabi s.a.w tidak terbatas sebagai doa, tapi juga sebagai pujian dan sebagai ibadah. Wallahu a‘lam.
EH/Islam Indonesia
Leave a Reply