Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 16 July 2017

TASAWUF – Jiwa yang Tenang


Islamindonesia.id – Jiwa yang Tenang

 

Nafs (jiwa) dalam jasad itu bagaikan burung yang terkurung dalam sangkar, merindukan kebebasannya di alam lepas, menyatu kembali dengan alam rohani, yaitu alam asalnya. Setiap kali ia mengingat alam asalnya, ia pun menangis karena rindu ingin kembali.”–Ibn Sina.

 

Kita sepakat bahwa manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani. Jika manusia butuh makan dan vitamin untuk kesehatan badannya, maka manusia pun butuh asupan penting guna menyehatkan unsur rohani mereka.

Namun,  saking asyiknya dengan unsur yang tampak oleh mata, kadang kita lupa dengan siapa dan apa tujuan kita hidup di dunia. Sehingga, urusan jiwa pun terbengkalai.

Hal inilah yang kemudian membuat hati manusia menjadi gersang. Mudah marah, mudah menyalahkan, mudah membenci, sombong dan sederet sikap dan sifat negatif lainnya—yang sesungguhnya bukan merupakan sikap dasar alamiah manusia.

Sebab pada dasanya setiap manusia diciptakan dalam kondisi baik lagi santun.  Dengan kondisi yang tenang lagi santun pula, Tuhan pun menyeru mereka agar dapat kembali dalam kondisi suci seperti ketika ia dilahirkan,

Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas, dengan segala nikmat yang diberikan, lagi diridhaiNya. Masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Masuklah ke dalam syurgaKu”–(Qs. Fajr: 27-30)

Ya, itulah seruan indah dan lembut dari Allah agar kita dapat kembali dalam kondisi sebaik-baiknya kondisi. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kita layak menerimanya di penghujung usia kelak?

Jiwa yang tenang—nafsul muthmainnah, hanya ada pada orang yang memilih jalanNya. Yang mencari kasihNya dan menebarkan pula rahmatNya terhadap seluruh makhluk, tak terkecuali binatang dan alam semesta.

Jiwa yang tenang, yang hadir dengan begitu santunnya menyapa Dia, Dzat yang maha memberi ketenangan—yang kelak menebarkan rasa bahagia yang kekal lagi menggembirakan.

Jiwa yang tenang, yang selalu dinanti dan diharapkan manusia. Jiwa yang dengan keagunganNya, kita dituntun agar dapat menempuh jalan yang sempurna dalam penghambaan seorang manusia.

Sayangnya, keberadaan jiwa yang tenang ini terkadang tertutupi oleh ego manusia. Ia ada, tapi seolah-olah tiada. Ia nyata, tapi kehadirannya seakan tak dapat terlacak. Ia hadir, bahkan ketika diseru oleh Tuhan, namun seperti hilang ditelan sikap angkuh manusia, hingga ia pun seperti burung dalam sangkar, terus ‘menjerit’ dan mengharap kembali kepada Tuhannya dalam kondisi yang tenang lagi santun, muthmainnah.

Pun, seperti burung dalam sangkar. Sebaik dan semewah apa pun perhiasan dunia—terpenjara dalam sangkar yang mewah lagi mahal. Namun, jiwa yang tenang lagi santun hanya berharap dan ingin kembali pada Dia yang maha memberikan ketenangan.

Ya, Tuhan begitu dekat. Semakin kita menghampiriNya, semakin pantas Dia menghampiri kita dan Dia meyakinkan kita dengan kata-kata cintaNya yang abadi, “Aku berada lebih dekat dari urat lehermu sendiri.”

Seolah-olah Allah berbisik ke telinga kita, “Wahai yang kusayang, usah gelisah. Aku ada bersamamu, selalu.”

Ucapan yang sangat membahagiakan untuk setiap insan yang merindu dan sakaw karena cinta. Merindu untuk dapat bertemu dengan yang terkasih, Tuhan semesta alam.

Di saat jiwa kita letih karena pengembaraan hidup yang seolah tak pernah henti dari masalah, Dia datang dengan menawarkan bujuk rayu yang indah nan amat syahdu, juga pasti.

Hanya Dia lah tempat kita kembali, “Dan (sungguh ngeri) sekiranya engkau melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhan mereka (dalam keadaan malu dan hina, sambil merayu): Wahai Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar dengan sejelas-jelasnya (akan segala yang kami ingkari dahulu); maka kembalikanlah kami ke dunia supaya kami mengerjakan amal-amal yang baik; sesungguhnya kami sekarang telah yakin.”

Sungguh, Allah Maha Adil. Jiwa yang tenang, Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki. Tapi, karena kelalaian kita akan amanah berupa jiwa ini, kadang kita lupa untuk memberinya vitamin guna menjaganya agar tetap subur lagi menghasilkan nilai kebaikan bagi setiap makhluk.

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS al-Kahfi)

Oleh karena itu, hanya dengan beramal saleh lah kita dapat kembali menemui-Nya dalam kondisi yang santun, lagi tenang. Semoga

 

IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *