Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 25 July 2015

KISAH – Tiga Mengguncang Takdir


Pada masa hidup Ali bin Abi Thalib, tiga orang warga datang menghadap sambil menggeret seorang pemuda. Mereka berkata: “Kami minta kepadamu Wahai Amirul Mukminin untuk meng-qishas orang ini karena telah membunuh ayah kami.”

“Mengapa kau membunuhnya?” tanya Ali kepada pemuda itu.

“Aku adalah pengembala unta dan kambing. Seekor ternakku memakan dedaunan pohon di tanah milik ayah mereka, lalu dia memukulnya dengan batu hingga mati. Kemudian batu itu ku lemparkan ke ayah mereka hingga dia juga meninggal.”

“Kalau begitu, aku akan menjatuhkan hukuman mati padamu,” kata Ali.

“Saya minta waktu tiga hari, karena ayahku telah meninggal dan dia meninggalkan harta untukku serta adikku yg masih kecil. Jika kau bunuh aku sekarang, niscaya harta itu akan hilang dan adikku juga akan terlantar sepeninggalku,” kata pemuda itu meminta tangguh.

“Siapa yg menjaminmu?” tanya Ali.

Pemuda itu menyisir wajah para hadirin lalu lalu menunjuk ke Abu Dzar, salah satu sahabat Nabi. “Orang ini,” katanya.

Ali lalu meminta kepastian dari Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar, apakah kau mau menjamin pemuda ini?”

“Ya, wahai Amirul Mukminin.”

Tapi Ali tahu Abu Dzar sama sekali tak memgenal pemuda itu. Dia mengingatkan sahabatnya untuk siap menanggung resiko. “Jika dia melarikan diri, kamulah yang harus menjalani hukumannya.”

Tapi Abu Dzar teguh dengan pilihannya. “Aku yang menjaminnya, wahai Amirul Mukminin.”

Pemuda itu pun bergegas pergi. Pada hari ketiga, semua orang gelisah. Mereka khawatir Abu Dzar bakal menerima hukuman akibat ulah pemuda itu. Namun sesaat sebelum shalat maghrib, datanglah pemuda itu dengan penuh kelelahan dan berdiri di hadapan Imam Ali bin Abi Thalib.

Dia berkata: “Harta itu serta adikku telah aku serahkan pada paman-pamanku, dan aku sekarang menghadapmu untuk menjalani hukuman.”

“Apa yang membuatmu kembali padahal kau bisa saja melarikan diri?” tanya Ali.

“Aku khawatir khalayak akan mengatakan: telah hilang kesetiaan dari masyarakat ini,” katanya.

Ali mengarahkan pandang ke Abu Dzar: “Mengapa kau mau menjaminnya?”

“Aku khawatir khalayak akan mengatakan: telah hilang keluhuran dari masyarakat ini,” kata Abu Dzar.

Terkesan dengan pemandangan yang indah di hadapan Amirul Mukminin itu, ahli waris orang tua yang menuntut qishash pun serentak berkata: “Kami telah memaafkannya.”

“Apa alasan kalian memaafkan pemuda ini?” tanya Ali.

“Kami khawatir khalayak akan mengatakan: telah hilang maaf dari masyarakat ini.”

 

MH/Islam Indonesia

One response to “KISAH – Tiga Mengguncang Takdir”

  1. NH Poetranto says:

    Abu Dzar wafat di jaman Utsman….gimana tuh

Leave a Reply to NH Poetranto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *