Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 19 January 2020

Ibnu Athaillah as-Sakandari: Selalu Beribadah Tanpa Usaha Duniawi adalah Hawa Nafsu


islamindonesia.id – Ibnu Athaillah as-Sakandari: Selalu Beribadah Tanpa Usaha Duniawi adalah Hawa Nafsu

Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam Kitab al-Hikam nomor hikmat kedua, berkata:

Keinginan untuk tajrid (melulu beribadah, tanpa berusaha dunia), padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha (kasab) untuk mendapat kebutuhan sehari-hari, maka keinginanmu itu termasuk syahwat hawa nafsu yang samar (halus).

Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha kasab, padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang melulu beribadah tanpa kasab, maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat dan tingkatan yang tinggi.

Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Lebih-lebih apabila majikan itu Tuhan Allah yang benar-benar mengetahui apa yang menguntungkan baginya dan yang menyusahkannya.  

Dan tanda bahwa Allah menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha kasab: Apabila itu terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan tertinggalnya suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan kau tidak tamak (rakus) terhadap hak orang lain.

Dan tanda bahwa Allah telah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak harus berusaha kasab: Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak disangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajibannya.

Syaitan sebagai musuh manusia, tidak suka bila melihat manusia itu tenang, maka dia datang membisikkan kepada manusia, supaya tidak puas terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya, dan selalu memberikan bayangan kepadanya tentang kesenangan, kemewahan, dan ketenangan orang lain untuk membangkitkan sifat tamak (rakus) dan iri hati terhadap apa yang bukan bagiannya.

Sehingga apabila dia telah melepaskan ketenangan dan ketenteraman itu, untuk mengikuti sifat tamak rakusnya, maka amal perbuatannya menjadi gagal dan dia kecewa.

Firman Allah yang menunjukkan bagaimana tipu daya syaitan terhadap bapak Adam dan Hawa AS:

“Berkata syaitan, ‘Tuhan tidak melarang kamu mendekati pohon ini melainkan supaya kamu tidak dapat mencapai kedudukan Malaikat atau tidak dapat kekal dalam surga.’.” (Q.S al-Araf [7]: 20)

Dalam surat Ta Ha ayat 120:

“Maka membisikkan syaitan, dia berkata, ‘Hai Adam sukakah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi, (sesuatu yang dapat mengekalkan) dan kekayaan yang takkan habis (rusak).’.”

Seseorang berkata, “Beberapa kali aku telah meninggalkan usaha kasab tetapi terpaksa kembali ber-kasab, sehingga akhirnya akulah yang ditinggalkan oleh kasab itu, maka tiadalah aku kembali kepadanya.”

Seorang murid merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan masuk dalam barisan para wali, dia menyibukkan dirinya pada ilmu dhahir dan bergaul agak jauh dengan sesama manusia. Dan ketika itu tidak tercapai, dia lalu pergi menghadap gurunya, tiba-tiba sebelum dia sempat bertanya, gurunya bercerita:

“Ada seseorang yang terkemuka dalam ilmu dhahir, ketika dia dapat merasakan sedikit dari perjalanan ini, dia datang kepadaku dan berkata, ‘Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu.’

“Jawabku, ‘Bukan itu yang harus engkau lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai (tercapai) kepadamu (olehmu).’.”

*Dikutip dari: Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam, diterjemahkan dari bahasa Arab ke Indonesia oleh H. Salim Bahreisy (Balai Buku: Surabaya, 1980), hlm 12-13. Catatan: redaksi melakukan editing minor agar sesuai dengan tata bahasa kekinian.

PH/IslamIndonesia/Foto Utama: SaimGraphics/Deviant Art

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *