Namaku Ali Wallace (3)

islamindonesia.id – Namaku Ali Wallace (3)
Dari mana Ali berasal?
Etnografi orang-orang Sarawak sangat kompleks. Tidak diketahui secara pasti dari kelompok mana Ali berasal. John van Wyhe dan Gerrell M. Drawhorn tidak yakin bahwa sebutan “Melayu” kepada Ali pada waktu itu tepat apabila dikomparasikan dengan etnografi hari ini.
Untuk menyebut “Melayu” seperti dinyatakan Wallace, Ali mungkin berasal dari grup Muslim yang hidup di berbagai desa kecil yang berumah panggung di sepanjang sungai Sarawak. Dia mungkin juga berasal dari desa Santubong, tempat Wallace tinggal pada Februari 1855.
Kala itu, Ali diperkirakan berusia 15 tahun, berkulit gelap, perawakannya pendek dengan rambut hitam dan mata cokelat. Dia berbicara dialek lokal Melayu dan mungkin tidak dapat membaca atau menulis. Wallace tidak pernah menyebut Ali berbicara bahasa Inggris. Ketika Jumaat, asisten Wallace dari Ternate, meninggal karena disentri di Dorey (Manokwari Irian Jaya) pada Juni 1858, Wallace menyatakan bahwa semua laki-laki yang bersamanya adalah Muslim, termasuk Ali.
Kehidupan pribadi lainnya hanya diketahui tentang pernikahan. Saat di Ternate pada awal 1859, Ali menikah dengan perempuan Ternate, tapi istrinya tinggal bersama keluarganya. Karena itu, Ali bisa membantu Wallace sampai balik lagi ke Singapura. Setelah berpisah dari Wallace, ia dilaporkan kembali ke Ternate.
Dari koleksi berjumlah 125.600 spesimen sejarah alam, berapa jumlah koleksi yang dikumpulkan oleh Ali dan tim asisten Wallace? Baru-baru ini dihitung bahwa Charles Allen dan tim asistennya mengumpulkan sekitar 40.000 spesimen.
Koleksi dan upah Ali
Ali menjadi asisten Wallace jauh lebih lama dibanding Allen dan asisten lainnya. Setidaknya dia bekerja untuk Wallace selama empat tahun. Dia bukan jenis pemburu tunggal, tapi bekerja bersama dengan asisten lainnya. Karena itu, mungkin hasil koleksi Ali mencapai puluhan ribu spesimen. Dari jumlah itu, mayoritasnya adalah burung yang jumlahnya lebih kecil, yakni 8.050.
Sebagai perbandingan, Allen dan timnya mengoleksi 1.985 burung pada 1860-1862. Jika Allen mengoleksi burung pada waktu yang sama sejak fase pertama bekerja untuk Wallace, antara April 1854-Januari 1856, Van Wyhe dan Drawhorn dalam tulisannya berspekulasi bahwa Allen mengumpulkan 2.900 burung dari total 8.050. Dengan demikian, Ali mungkin mengumpulkan sebagian besar dari sisa 5.150 burung. Ratusan atau ribuan burung yang sudah dikuliti dan kini disimpan di museum di Inggris dan Eropa disiapkan oleh Ali.
Lalu berapa upah Ali selama bekerja untuk Wallace? Jelas bahwa Ali bekerja bukan hanya karena uang. Dia ambisius untuk mendapatkan burung baru dan mungkin bangga dengan keterampilan dan kelihaiannya sebagai pemburu burung. Dia benar-benar mengikuti semangat ekspedisi Wallace.
Data tentang upah Ali tidak tersedia dalam catatan Wallace yang masih tertinggal. Upah beberapa pembantu lainnya justru terekam. Misalnya, pelayan Kristen dari Ambon, Theodorus Matakena, menerima 80 florin (sebutan lain dari gulden) untuk 8 bulan atau 10 florin per bulan. Dua penembak lainnya menerima 9 florin per bulan.
Dalam pelayaran ke Halmahera dan Pulau Morotai, selama dua bulan pada tahun 1858, Van Wyhe dan Drawhorn berasumsi bahwa Ali tampaknya diupah 10 florin per bulan. Dengan asumsi tersebut, upah Ali sebagai kolektor selama bekerja untuk Wallace mungkin sekitar 450 florin atau 45 poundsterling. Ini tidak termasuk cinderamata dan pembayaran dari Wallace saat di Singapura.
Meski perkiraan ini mungkin, tetapi mereka menekankan bahwa kurangnya bukti membuat perkiraan upah tersebut hanya bersifat tafsir.
Pada akhirnya, bukan uang yang lebih bernilai. Ali memberikan kontribusi besar kepada pemahaman saintifik Wallace di “Malay archipelago”, bukan hanya dengan temuan yang baru terkait dengan burung seperti Burung Bidadari (Semioptera wallacii atau dikenal Wallace Standard Wing), tapi dengan kontribusi pengetahuan yang lebih luas.
Ali tetap seperti figur bayangan, tapi tak ada keraguan bahwa penelitiannya memberikan informasi yang lebih terang. Wallace mungkin tidak mencapai apa yang telah dia lakukan tanpa teman setianya: Ali Wallace.
Bertemu Ali
Van Wyhe dan Drawhorn mencatat bahwa petualangan-petualangan Ali dengan Wallace telah mengubah hidupnya. Sepeninggal Wallace, Ali yang kemungkinan tinggal di Ternate menjadi konsultan fauna lokal tepercaya bagi naturalis dan ilmuwan yang datang ke Hindia Belanda.
Meskipun Van Wyhe dan Drawhorn pada tahun 2013 mencoba mencari jejak Ali dan tidak berhasil menemukan, namun mereka mengutip catatan zoologis Amerika Thomas Barbour yang pada 1907 mengunjungi Ternate dan sempat bertemu Ali. Berikut ini adalah catatan Barbour pada tahun 1921 yang menyebut Ali dengan simpatik:
“Pada hari saya berkunjung ke Danau Ternate, seorang Melayu tua berbicara kepada saya. Katanya dia telah lama melupakan bahasa Inggrisnya, tetapi dia menepuk dadanya dan mengatakan bahwa dia adalah Ali Wallace. Tak ada pembaca setia The Malay Archipelago yang melewatkan Ali si teman muda Wallace dalam banyak petualangan berbahaya. Setelahnya saya mendapat balasan surat dari Tuan Wallace yang menulis bahwa dia iri saya baru saja bertemu dengan kawan lamanya itu.”

Sebuah photo pria di Ternate yang diambil pada tahun 1870. Dia menggunakan busana seorang pemburu. Photo Ali dewasa tidak pernah ditemukan, namun apabila Ali melanjutkan pekerjaannya, mungkin Ali akan tampak seperti orang di photo ini. Photo: Woodbury &
Page, photo milik
KITLV/Royal Netherlands Institute
of Southeast Asian and
Caribbean Studies
Dalam catatan Barbour lainnya, pada tahun 1943 dia menyinggung tentang Ali kembali. Dalam catatan tersebut Barbour mengatakan bertemu seorang lelaki melayu tua dan mengaku bernama Ali Wallace. Di sana Barbour mengambil photonya dan mengirimkannya ke Wallace. Wallace berterimakasih ke Barbour, namun Wallace mengindikasikan bahwa photo tersebut bukan Ali, melainkan hanya salah seorang penduduk asli Dorey.
Selesai.
Sumber Referensi:
John Van Wyhe and Gerrell M. Drawhorn, ‘I am Ali Wallace’: The Malay Assistant of Alfred Russel Wallace, JMBRAS, VOL. 88, Part 1 (2015), pp. 3-31.
PH/IslamIndonesia
Leave a Reply