Satu Islam Untuk Semua

Monday, 18 April 2016

OPINI–Nasib Pemimpin dan Para Pembela


Seperti sudah menjadi tabiat zaman bahwa di setiap eranya, hampir selalu saja ada perulangan peristiwa. Selain perulangan, jika kita buka lembar demi lembar catatan sejarah, kerap akan kita temukan bahwa di setiap masa selalu ada dua kutub kekuatan; kekuatan keadilan dan kekuatan kezaliman yang saling bertarung memperebutkan supremasinya. Hal inilah yang baik langsung maupun tidak, bakal relatif berpengaruh dalam menentukan nasib dan corak kehidupan masyarakat di masing-masing masa itu; apakah akan berada di bawah naungan keadilan ataukah justru bakal terjebak pada kubangan perangkap kezaliman.

Di masa silam, betapa banyak dikisahkan dalam kitab-kitab suci samawi (tak terkecuali Alquran) tentang kehidupan para tiran penindas. Sebut saja salah satunya: Raja Firaun yang bahkan tak hanya berlaku zalim terhadap rakyatnya tapi sekaligus mengklaim dirinya sebagai Tuhan di antara manusia.

Sebagai lawan Firaun si penindas, ada Nabi Musa untuk menyelamatkan rakyat Mesir yang kala itu tertindas, agar terbebas dari kekejaman dan kesewenang-wenangan raja mereka. Raja zalim yang mengaku Tuhan dan karenanya merasa berhak menindas siapa saja.

Apakah Nabi Musa sebatangkara dalam menghadapi sang raja? Apakah Firaun juga sendirian dalam upayanya menundukkan dan mengalahkan perlawanan Nabi Musa?

Tentu saja sebagaimana lazimnya, baik Nabi maupun raja zalim, masing-masing pihak sama-sama memiliki pengikut dan pembela, baik di sisi maupun di belakang keduanya. Dan sesuai tabiatnya, masing-masing pembela akan berusaha mati-matian mempertahankan keselamatan diri, juga tuannya.

Meski demikian, boleh jadi tak semua pembela menyadari sepenuhnya bahwa akibat dari pilihan sadar mereka dalam memilih keberpihakan itulah, yang setidaknya bakal menentukan nasib dan warna hidup mereka masing-masing ke depannya.

Maka begitulah pada akhirnya nasib pembela Nabi Musa diselamatkan dan merdeka, sebaliknya nasib pasukan pembela Firaun ditenggelamkan dan binasa.

Begitupun halnya dengan kehidupan kita di zaman ini. Bukankah perulangan peristiwa serupa itu juga terjadi? Bukankah saat ini masih ada dua kekuatan; pembela keadilan dan pembuat kerusakan yang saling bertarung dan berebut pengaruh di muka bumi ? Dan tetap saja, dua kutub kekuatan itupun masih pada posisinya sebagai pengendali hitam-putih “nasib” umat manusia.

Dihadapkan pada dua kutub kontras–keadilan versus kezaliman— ini, apa yang mesti kita lakukan? Hal ini penting untuk dijawab, sebab tahap penentuan di posisi mana kita menempatkan diri itulah yang akan mempengaruhi nasib kita, baik di dunia kini maupun di akhirat nanti.

Ya, betapa penting memilih pemimpin, betapa tak boleh gegabah menjadi pembela. Untuk masing-masing atau keduanya, tentu saja ada ilmunya.

 

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *