Cara Mengkritik Pemimpin Zalim

islamindonesia.id – Islam tak menafikan adanya pemimpin yang zalim dalam menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin zalim dapat diartikan sebagai pemimpin yang melanggar aturan dan tidak memperhatikan rakyat, menyebabkan rakyat menderita, dan bertindak tidak adil.
Sebenarnya, tidak ada perbedaan signifikan dalam mengkritik pemimpin yang zalim. Kritik harus tetap disampaikan dengan cara yang baik dan data yang valid. Dengan fakta-fakta dan data-data, bukan dengan fitnah.
Kritik, hendaknya disampaikan terkait dengan kebijakan yang dihasilkan oleh pemimpin, bukan pribadi sang pemimpin itu sendiri. Ini harus disampaikan dengan bahasa yang baik, tidak kasar, dan tidak mengandung sentimen pribadi.
Pada masa sekarang, kritik dapat dilakukan dengan berbagai media, baik surat terbuka, televisi, media sosial, bahkan dengan demonstrasi. Asal sesuai dengan aturan yang ada.
Dalam konteks wilayah tertentu, seperti kota atau negara, menteri maupun pejabat di bawah presiden atau gubernur juga boleh memberikan saran. Namun, ini tidak boleh disampaikan di ruang-ruang terbuka. Para menteri dapat bertemu langsung dengan presiden untuk meminta kebijakan ditinjau kembali.
Namun, jika keputusan telah dibuat, maka menteri harus menerima keputusan tersebut dan tidak menyampaikan protesnya secara terbuka di luar pertemuan tersebut.
Hal serupa juga berlaku bagi para ulama. Para ulama yang ingin menyampaikan kritik dan saran, hendaknya melalui organisasi. Mereka dapat meminta waktu untuk bertemu langsung dengan para pemimpin dan menyampaikan kritik serta saran secara santun.
Adapun kritik yang disampaikan melalui meme dan berita-berita di media sosial, tidak dapat disebut sebagai kritik. Meme lebih bersifat sindiran, sementara berita yang disebar di media sosial harus dipastikan dulu kebenarannya. Sedangkan untuk pers, ada prinsip cover both side. Yakni informasi dari kedua belah pihak harus berimbang.
Di samping itu, perlu ditekankan agar berita yang belum jelas hendaknya diklarifikasi terlebih dahulu agar tidak menjadi fitnah. Sebagai contoh: Kalau kita menduga ada korupsi, maka segera saja kita laporkan ke KPK. Namun apabila itu perilaku pribadi, misal perkara selingkuh, sebaiknya kita tidak membuka aib itu ke tengah publik.
Kembali pada perkara pemimpin zalim, ada sebagian ulama yang mengartikan pemimpin zalim sebagai pemimpin yang menempatkan kebijakan di tempat yang salah, termasuk menghasilkan regulasi yang merugikan orang banyak.
Terkait hal ini, umat Islam memiliki media untuk menasihati pemimpin yang tidak dimiliki umat lain, yaitu melalui Shalat Jumat yang dihadiri para pemimpin wilayah atau negara. Di ruang ini, para ulama memiliki kesempatan untuk menasihati dan mengingatkan mereka.
Meskipun tentu saja, dalam memberikan kritik, sosok pemimpin tidak boleh hanya selalu disalahkan. Ia perlu diingatkan akan besarnya pahala dan balasan dari Allah SWT apabila tanggung jawabnya dalam memimpin dilaksanakan dengan benar. Artinya, kita jangan hanya menghujat dan menjelekkan, tapi lupa untuk menyampaikan janji Allah yang begitu besar untuk para pemimpin.
EH/Islam Indonesia
Leave a Reply