Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 29 December 2018

Renungan Pagi – Abdillah Toha: HAUL


islamindonesia.id – Kolom Abdillah Toha: HAUL

 

Tradisi peringatan Haul bagi ulama dan orang-orang terpandang dalam komunitas Muslim makin populer di negeri kita. Haul banyak diselenggarakan baik di Indonesia maupun di beberapa negeri lain. Saya tidak tahu persis apakah tradisi ini berasal dari Hadramaut kemudian berkembang di Nusantara bersamaan dengan dakwah Islam di sini. Haul adalah hari ulang tahun kematian.

Haul diperingati setiap tahun untuk menyegarkan kembali ingatan kita tentang riwayat kebaikan para salihin dengan harapan yang hidup dapat meneladaninya. Bukannya hari lahir, haul diperingati karena bagi Muslim sejati hari kematian dianggap lebih penting daripada hari kelahiran. Apa sebabnya?

Pertama, kaum salihin berpandangan bahwa kehidupan sejati adalah kehidupan setelah mati. Ketika itu kita seperti dibangunkan dari tidur. Kehidupan di bumi ini adalah sekadar mimpi dalam tidur kita. Hari kematian sejatinya adalah hari lahir yang sebenarnya. Sehingga ketika kita menyelenggarakan  haul maka sebenarnya kita juga memperingati hari lahir ke alam akhirat.

Pada saat itu terbukalah semua yang tadinya tertutup dan tak tertangkap oleh indera kita. Allah mewahyukan dalam al-Qur’an “laqod kunta fi ghoflatin min hadza faksyafna ‘anka ghitho-aka fabashorukal-yauma hadid”. Artinya: “Sungguh, kamu dahulu lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) penglihatanmu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” (QS. 50:023)

Alasan kedua, kelahiran dan kematian dalam Islam adalah sebuah proses evolusi dalam kehidupan makhluk Allah, khususnya manusia. Berbeda dengan teori evolusi Darwin, Islam mengajarkan kepada kita proses yang diawali dengan penciptaan roh manusia seluruhnya oleh Allah. Seluruh roh manusia, baik yang sudah tiada, yang ada sekarang, maupun yang akan ada, dikumpulkan di sebuah alam tertentu yang dikenal sebagai alam alastu pada awalnya, dan diminta berjanji taat kepadaNya.

Pada saatnya roh kemudian satu persatu ditiupkan kedalam tubuh masing-masing olehNya, dan setelah sembilan bulan dalam rahim ibu, manusia dilahirkan ke alam dunia. Pada saat lain yang telah ditentukan pula, dicabut nyawanya untuk dilahirkan kembali ke alam barzakh dan alam malakut serta alam-alam lain diatasnya.  Roh yang dititipkan ke tubuh kita kembali pulang ke pemiliknya.

Ketiga, kematian lebih penting dari kelahiran karena ketika dilahirkan semua kita sama. Namun, pada saat kematian manusia akan dibedakan dipandang dari perilaku dan amalnya saat hidup. Kematian adalah akhir dari masa bakti kita sebagai khalifah Allah di bumi. Masa menutup buku. Semua yang kita amalkan dalam kehidupan ini melekat dan tercatat dalam neraca hidup kita. Kualitas kehidupan kita yang berikut akan bergantung kepada amal kita hari ini.

Keempat, hari kematian lebih utama dari hari kelahiran karena di saat kematian lengkap dan utuh lah sudah sisi wujud kita di bumi. Saat ketika kita tak bisa lagi mengubah citra kita di hadapan Allah maupun di mata manusia. Karenanya para bijak bestari tak menyarankan kita memberi nama anak kita dengan nama orang besar yang masih hidup. Kita belum tahu apakah kehebatan dan kebaikan orang besar itu akan berlanjut sampai akhir hayatnya.  Apakah kehidupannya akan berlanjut dengan kebaikan dan diakhiri dengan husnul khatimah? Sebuah akhir yang didambakan setiap muslim.

Bila hari kematian lebih utama dari hari kelahiran, mengapa orang memperingati maulid (hari kelahiran) Nabi Muhammad SAW dan bukan hari wafatnya? Meski ada berbagai pendapat yang berbeda, dari berbagai riwayat tentang tanggal kelahiran dan wafatnya Rasulullah, ada riwayat kuat yang mengatakan bahwa tanggal lahir dan wafatnya Nabi Muhammad SAW sama jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Karenanya, Maulid Nabi sebenarnya juga haul Nabi kita.

Dalam menyelenggarakan haul biasanya kita mendoakan yang dihaulkan, membaca tahlil, dan mendengar berbagai tausiyah dan pesan almarhum. Sebagian juga datang untuk meraih barokah dari peringatan itu. Lebih bagus lagi bila memperingati haul kita juga introspeksi diri apakah kita telah meneladani apa yang dilakukan oleh yang diperingati. Bila ia seorang ilmuwan, apakah kita telah banyak menyisihkan waktu untuk menuntut ilmu? Bila seorang zahid, apakah kita sudah membatasi diri dengan mengendalikan nafsu duniawi kita? Bila seorang aktivis, apakah kita sudah berkiprah dalam kegiatan kemanusiaan?

Haul juga akan banyak manfaatnya bila setiap kali diselenggarakan juga diriwayatkan sejarah lingkungan ketika almarhum hidup dan faktor-faktor apa yang menjadikannya orang besar. Bagi kita yang merayakan akan dapat belajar dan menghindari membuat kesalahan yang sama karena sejarah selalu berulang. Orang-orang besar itu dikatakan tidak pernah mati karena meninggalkan karya-karya besar yang membekas dan bermanfaat sampai sekarang.

Akan lebih bagus lagi ketika haul berhasil mengumpulkan jamaah dalam jumlah besar, dijadikan sarana untuk mengumpulkan sedekah guna membantu saudara saudara kita yang sangat memerlukan, atau menghimpun dana bagi kegiatan yang mencerdaskan umat. Dengan demikian haul tidak terbatas pada sisi ritual belaka tetapi dimanfaatkan untuk tujuan beramal dalam mengembangkan kualitas hidup umat.

Tanda orang besar yang membawa manfaat antara lain adalah masyarakat akan merasa kehilangan ketika dia meninggal dunia. Dunia berputar terus, orang besar datang dan hilang silih berganti. Marilah kita berdoa agar  kita, dengan atau tanpa diperingati dengan haul, dapat menggantikan peran mulia orang orang besar itu dengan bantuan dan pertolongan Allah. Amiin ya Rabbal ‘alamiin.

 

AT – 29122018

 

(Diambil sebagian dari renungan saya dua setengah tahun lalu dengan judul “Umur Manusia”)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *