Kolom Haidar Bagir – Hidup Yang Tak Direnungkan Tak Layak di Jalani (Kata Aristoteles)

Islamindonesia – Kolom Haidar Bagir – Hidup Yang Tak Direnungkan Tak Layak di Jalani (Kata Aristoteles)

Tapi hidup yang direnungkan lebih sering membawa kesedihan. Karena dunia ini tempat penderitaan. Sakit, kematian, kemiskinan, perceraian, patah hati, bencana, peperangan, dan sebagainya.

Lebih enak, sesungguhnya, menjalani hidup dengan EGP (“emang gua pikirin”), tak perlu serius. Pikirkan urusan sendiri saja. Riang, cuek…

Dengan cara itu, setidaknya semua bisa dilupa-lupakan. Dengan merenunginya, kita nyatanya hanya menggarisbawahinya. Kenapa tidak terus mengukur jalan, kulineran, belanja sana-sini.

Tapi, jangan-jangan, agar kita bisa mendaki tangga spiritual, dan menjadi manusia langit, lalu mencapai kebahagiaan sejati, memang kesedihan itu perlu.

Kesedihan yang disertai perenungan, membawa pencerahan, menampakkan hakikat kebenaran. Busyra, kata Alquran. Ketika tirai yang membungkus alam ciptaan terangkat. Dan keberadaan kita menjadi terang benderang.

Puncaknya, Jangkar Kehidupan terlihat dengan terang-benderang. Dan bisa kita telusuri ikatan kita dengan-Nya, erat terikat. Tak ada lagi kebimbangan, tak ada lagi absurditas dan misteri yang menekankan dan menakutkan. Tenteram dan hening bersama-Nya.

Lagipula, mana ada kegembiraan yang tak pernah dihadang kesedihan. Bukankah segalanya memang mulai dari hakikat kehidupan ini yang penuh penderitaan?

Kebebasan sejati dari kesedihan dan penderitaan hanya ada ketika kita bersama-Nya. Ketika kesedihan justru menjadi keharuan, yang meramu kebahagiaan. Tak ada lain.

Karena sesungguhnya kesedihan dan penderitaan sebenarnya hanyalah jauh dari-Nya. Saat kesedihan dan penderitaan hanya jadi kesedihan dan penderitaan saja.

Kembali kepada Aristoteles, inilah eudaimonia. Kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang lahir dari menjadi seperti Tuhan, hidup dalam dominasi ke-Tuhanan..

AL/Islam Indonesia/ Featured Image: tr.m.wikipedia.org