Kolom Haidar Bagir – Hadhramawt dan Habib Umar Bin Hafizh (Bagian 1)

islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir – Hadhramawt dan Habib Umar Bin Hafizh (Bagian 1)
Harus saya tegaskan sejak awal: saya menghormati – bahkan mempraktikkan – tradisi Thariqah ‘Alawiyah dalam kehiduoan keberagamaan saya.
Lebih dari itu, saya berbagi ‘aqidah, apalagi tasawuf (akhlaqi) sebagaimana dianut oleh kaum Bani ‘Alawi ini.
Betapa tidak, meski saya selalu terbuka belajar dari pemikiran mazhab dan manhaj lain mana pun dalam Islam, saya dididik dan dibesarkan dalam tradisi Thariqah ‘Alawiyah.
Kakek saya, Hasan bin Abdullah Alhabsyi, adalah kakak Habib Abubakar’ Ath-thas Alhabsyi – seseorang yang banyak dianggap sebagai “waliy min awliya’ Allah” di kalangan Thariqah ‘Alawiyah khususnya – yang sepenuhnya meyakini dan mempraktikkan Thariqah ‘Alawiyah serta mendidik anak-cucunya dalam tradisi ini.
Ya, ayah saya, Muhammad Bagir – meski juga terbuka terhadap mazhab dan aliran pemikiran lain dan, sebagai akibatnya, mendapatkan “gelaran” macam-macam – tentu saja tumbuh dalam bimbingan ayahnya.
Jadi, sangat salah jika ada yang meragukan apresiasi saya terhadap Thariqah ‘Alawiyah.
Kedua, saya sangat menghormati para ulama Hadhramawt, masa lampau dan kiwari. Termasuk Alm. Habib Abubakar ‘Adni Almasyhur, Habib’ Ali al-Jiffri dan, khususnya Habib ‘Umar bin Hafizh.
Terkait Alm. Habib Abubakar ‘Adni Almasyhur, misalnya, lebih dari sekali saya mendatangi ceramah beliau di Jakarta. Dan, kalau bukan karena saya mendadak diminta bertemu dengan Mendikbud masa itu (Pak Muhammad Nuh) – yang sebelumnya memang saya minta audiensinya – saya sudah akan bertemu beliau secara privat.
Dengan Habib Ali Aljiffri, saya benar-benar sampai bertemu secara privat dengannya di kamar apartemennya – dalam suasana akrab dan penuh ramah tamah.
Dengan Habib Umar? Sedikitnya tiga kali saya bertemu beliau dalam suasana yang cukup terbatas, bahkan privat.
Pertama, saat saya diundang dalam pertemuan beliau dengan para ulama dan akademisi di Hotel Crown, beberapa tahun lalu.
Lalu di kamar hotel beliau, hanya bersama kira-kira 4-5 orang lainnya.
Terakhir kemarin, waktu saya diundang dalam pertemuan terbatas dengan beliau di Pesantren Alfachriyah. Bahkan saya mendapatkan kesempatan duduk di kursi sofa – satu-satunya di ruangan – bersama Habib ‘Umar.
Di setiap pertemuan, saya – yang berusia lumayan jauh lebih tua dari beliau – tak segan-segan mencium tangan beliau, yang selalu beliau terima dengan keramahan dan tawadhu’.
Khulashahnya, tak boleh ada yang meragukan apresiasi dan penghormatansaya kepada tradisi Thariqah ‘Alawiyah dan para ulamanya, yang berasal dari Hadhramawt.
Setelah itu semua, saya ingin menyampaikan pandangan kritis saya tentang fenomena pengaruh Thariqah ‘Alawiyah dan tradisi keagamaan Hadhramawt atas budaya keagamaan di Indonesia.
(Sebetulnya pandangan saya ini telah saya usahakan menyampaikannya kepada Habib Umar. Tapi karena suasana tidak memungkinkan, penyampaiannya kepada Habib Umar tidak lengkap dan Habib Umar pun tak sempat menjawabnya dengan lengkap).
Tapi, sebelum itu, saya, dengan rendah hati, ingin menyampaikan persepsi saya tentang Habib Umar bin Hafizh, dan para ulama Hadhramawt pada umumnya, beserta tanggapan saya atas kritik sebagian orang terhadap mereka.
Begini… (Bersambung)
AL/ Islam Indonesia/ Featured Image: harianriau.co
Leave a Reply