Kolom Haidar Bagir: Asal Ada Cinta

islamindonesia.ia – Kolom Haidar Bagir: Asal Ada Cinta
Tulisan ini adalah tambahan terakhir saya untuk buku saya yang akan segera terbit: KISAH KITA. Dari “Sah” ke” “Selamanya”.
Saya tulis saat saya sedang sarapan di Resto “Nyiur”, Putri Duyung Ancol, ketika melihat kemesraan dan keintiman sepasang suami isteri tak saya kenal, yang juga sedang sarapan di sana. Berusia 30 tahunan atau awal 40 tahunan, berpakaian seragam – bertema Hard Rock Cafe – mereka saling menyuapi. Tampak tulus, tak ada kesan kepura-puraan. Perempuannya tentu cantik, laki-lakinya berpenampilan “sangar”, gondrong dan bertato. Tapi tampil sama rapinya. Terasa ada cinta di antara keduanya.
Dalam segala hal, lebih sering kita memilih menyukai sesuatu terutama dari kualitas sesuatu itu. Karena ia bagus, menarik, sempurna, cantik, ganteng, dan sebagainya. Normal, bukan?
Tapi, kini coba bayangkan anggota keluarga yang kita cintai. Adakah kita mencintai mereka karena mereka sempurna, kaya, cantik, ganteng, cantik, dan sebagainya?
Sekarang coba bayangkan cinta seorang ibu kepada anaknya. Adakah seorang ibu hanya akan mencintai anaknya jika anaknya yang kaya, ganteng atau cantik, sempurna, dan sebagainya? No way!
Seperti kita tak akan mencampakkan dan tetap mencintai anggota keluarga kita betapa pun dia jauh dari sempurna dalam hal apa pun, lebih-lebih seorang ibu kepada anaknya. Si anak bisa jadi – maaf – cacat, atau seorang yang kecanduan narkoba, bahkan kriminal, cinta seorang ibu tak akan pernah pudar.
Kuncinya, tak lain dan tak bukan, cinta itulah.
Cinta sejati. Tepatnya rasa welas asih, yang memang bermakna cinta kepada sesuatu, betapa pun yang dicintai tak sempurna. Betapa pun ia tak bisa memberi kita apa-apa, bahkan menuntut pengorbanan kita.
Asal ada cinta seperti ini, maka yang lain-lain akan menjadi baik belaka. Bahkan, kekurangan orang yang kita cintai akan justru menerbitkan empati, yang menjadikan kita ingin menolong dan berbuat baik kepadanya.
Demikian pula seharusnya dalam kehidupan suami isteri. Bukan kesempurnaan pasangan hidup yang bisa melanggengkan cinta dalam kehidupan perkawinan.
Sebaliknya, keserasian, kelanggengan, dan kebahagiaan di dalamnya akan bersemi asal ada cinta (cinta sejati yang tulus).
Cinta akan menjadikan kelebihan-kelebihan orang yang kita cintai – sesedikit apa pun – tampak menonjol.
Pada saat yang sama, cinta juga yang akan memberi kita persediaan rasa permakluman dan permaafan terhadap kekurangan-kekurangannya. Bahkan empati.
Maka, seperti kita bisa mencintai adik-adik kita betapa pun mereka, atau seorang ibu mencintai anaknya, seorang laki-laki atau perempuan tak perlu harus mendapatkan pasangan hidup yang sempurna untuk bisa bahagia dalam kehidupan perkawinannya.
Ya, jika ada cinta. Sebaliknya juga demikian. Kesempurnaan pasangan hidup tak menjamin kebahagiaan kehidupan perkawinan kita, selama tak ada cinta yang tulus di antaranya.
Lagipula, kesempurnaan manusia toh tak pernah utuh. Pasti ada kekurangan-kekurangan yang terselip di sana sini. Jika tak ada cinta, maka kekurangan-kekurangan itu yang akan menonjol, menutupi semua kebaikan.
Ya, asal ada cinta…
AL/Islam Indonesia/Featured Image: plus.kapanlagi.com
Leave a Reply