Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 29 October 2020

Haedar Nashir: Penghinaan terhadap Nabi Tidak akan Meruntuhkan Keagungan Baginda


islamindonesia.id – Haedar Nashir: Penghinaan terhadap Nabi Tidak akan Meruntuhkan Keagungan Baginda

Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam akun Twitter-nya (29/10) menuliskan kisah keluhuran akhlak Nabi Muhammad saw yang kemudian direfleksikan ke dalam kasus penghinaan yang baru-baru ini saja terjadi.

Karena sumber tulisan berasal dari Twitter yang serba terbatas, demi kepentingan penyajian redaksi meng-edit secara minor tulisan beliau tanpa mengubah makna aslinya. Selamat menyimak:

Muhammad Nabi Mulia

Oleh Haedar Nashir | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Jabir bin Abdullah berkisah, suatu hari kami melihat keranda jenazah lewat. Nabi kemudian berdiri. Kami pun ikut berdiri bersamanya.

Lalu kami mengatakan, “Wahai Nabi, itu jenazah orang Yahudi.”

Beliau bersabda, “Kematian itu membuat kesedihan yang mendalam. Bila kalian melihat jenazah, berdirilah.”

Itulah penggalan contoh kemuliaan Nabi Muhammad sebagaimana dinukilkan dalam hadis yang diriwayatkan Muslim.

Ketika belia, Muhammad membikin jejak emas kemuliaan yang bersejarah. Kala itu era Jahiliyah, para kabilah Arab nyaris bertumpah darah karena berselisih siapa yang berhak mengangkat Hajar Aswad ke Kabah.

Saat itu ada renovasi Baitullah. Mereka akhirnya bersepakat, yang mengangkat ialah orang yang pertama kali masuk ke kompleks Rumah Allah itu. Ternyata orang itu Muhammad muda.

Dengan kearifan, Muhammad meminta setiap kepala kabilah mengangkat ujung kain yang di atasnya diletakkan batu hitam itu.

Lalu Muhammad meletakkan Hajar Aswad di sudut Kabah. Itulah Muhammad sang pendamai dan anti kekerasan. Muhammad sang terpercaya, al-Amin.

Tatkala Fathu Makkah tahu 630 M, Muhammad saw memberi jaminan keselamatan jiwa kaum kafir. Bahkan, ketika sebagian sahabat euforia dengan mengatakan, “Inilah hari laknat bagi kaum kafir.”

Nabi mengingatkan agar mengucapkan, “Hadza yaumul marhamah,” inilah hari kasih sayang bagi semua. Pembebasan kota bersejarah yang melibatkan lebih dari sepuluh ribu pasukan itu sama sekali tak meneteskan darah.

Nabi akhir zaman itu mempraktikkan sabdanya dalam tindakan,“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)

Sekaligus mewujudkan risalah Islam sebagai rahmat bagi semua, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS al-Anbiya: 107)

Umat Muhammad pun tentu wajib meneladani kemuliaan dan uswah hasanah Nabi. Berbuatlah baik, sebarkan damai, dan jauhi kekerasan. Penghinaan terhadap Nabi tidak akan meruntuhkan keagungan baginda, meski kita selaku umatnya harus membelanya dengan cara yang beradab dan mulia.

Lawan kemungkaran dengan kebaikan sebagaimana Nabi mengajarkan akhlak mulia dan rahmat bagi semesta.

Jadi, bagaimana mungkin Nabi yang mengajarkan dan mempraktikkan kemuliaan hidup bagi semua orang, justru dihinakan oleh orang-orang yang mengaku insan modern berkeadaban maju.

Nama dan sosok Muhammad menjadi bahan pelecehan. Apalagi pelecehan itu terjadi di dunia pendidikan yang mestinya mengajarkan keagungan perilaku bagi siapa saja. Bukankah saat ini kita hidup di zaman peradaban tinggi?

Rupanya, dunia modern masih perlu belajar alfabeta peradaban utama kepada Muhammad Sang Nabi mulia.[]

PH/IslamIndonesia/Foto utama: muhammadiyah.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *