Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 17 April 2022

Ini yang Terjadi Saat Ketum Muhammadiyah Imami Tarawih Warga NU


islamindonesia.id – Sudah pernah dengar cerita unik tentang seorang Ketua Umum PP Muhammadiyah yang ketiban jadi imam tarawih warga Nadhlatul Ulama (NU)? 

Tidak terbayang sebelumnya bagaimana salat tarawih yang berbeda antara kedua organisasi Islam terbesar di Tanah Air itu bisa terjadi. Karena seperti yang kita ketahui, tarawih ala Muhammadiyah biasanya 11 rakaat, sedangkan NU biasanya 23 rakaat.

Namun ternyata, peristiwa unik ini benar-benar dialami oleh Kiai Abdur Rozaq Fachruddin (1916-1995) atau yang populer dipanggil Pak AR Fachrudin, Ketum Muhammadiyah kharismatik periode 1968-1990.

Dinukil dari situs resmi Muhammadiyah, kejadian tak biasa ini pernah terjadi ketika Pak AR, sapaan AR Fachrudin, berada di Ponorogo, Jawa Timur.

Dikisahkan, Pak AR seharusnya mengisi pengajian di Masjid At-Taqwa milik Muhammadiyah. Sayangnya, beliau salah alamat dan masuk ke masjid berbeda, yakni datang ke Masjid At-Taqwa yang milik NU.

Kebetulan, waktu itu masjid tengah mengadakan pengajian. Di masjid itu, ternyata Pak AR disambut penuh hormat oleh takmir masjid dan warga NU.

Mengetahui sang kiai kharismatik ternyata tiba di masjid itu, warga Muhammadiyah pun menyusul. Uniknya, sang kiai meminta waktu mengikuti acara di masjid NU itu sampai selesai.

Nah, dari sinilah kisah unik bermula.

Diceritakan, takmir Masjid At-Taqwa bahkan memaksa Pak AR sekalian menjadi imam salat tarawih. Beliau pun segera menyanggupi permintaan tersebut.

Sebelum memimpin salat, Pak AR bertanya kepada jemaah, mau tarawih berapa rakaat. Akhirnya, jumlah 23 rakaat sesuai peribadatan NU pun disepakati.

Ketika mengimami salat, ternyata Pak AR mengimami salat tarawih dengan tumakninah, menikmati setiap rukun dan pembacaan ayat-ayat Alquran secara tartil.

Tentu saja, salat tarawih itu menjadi lebih lama dibandingkan salat tarawih biasanya yang dilakukan saat salat tarawih NU, meskipun baru 8 rakaat dari 23 rakaat yang disepakati.

Lantas, setelah mencapai 8 rakaat, Pak AR membalikkan badan dan kembali bertanya kepada jemaah.

“Bagaimana Bapak-bapak, diteruskan tarawih atau langsung witir?” tanya Pak AR kepada jemaah.

Sontak, semua jemaah NU itu serempak menjawab sambal tertawa, “Salat witir mawon (salat witir saja-red).”

Salat tarawih itu pun akhirnya dilakukan dalam 11 rakaat, tidak jadi 23 rakaat.

Sekadar catatan, kisah unik ini pertama kali dipopulerkan ulang oleh aktivis Muhammadiyah Nurbani Yusuf pada tahun 2019 silam. Sebuah kisah unik tentang persahabatan antara warga NU dan Muhammadiyah yang terjalin mesra sejak lama hingga kini.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *