Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 21 February 2018

Konsep Sehat dan Sakit Ala Cak Nun (2)


islamindonesia.id – Konsep Sehat dan Sakit Ala Cak Nun (2)

 

Muhammad (Emha) Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun merupakan tokoh nasional yang dikenal masih aktif berdakwah melalui berbagai media, baik tulisan, pagelaran, maupun ceramah budayanya di berbagai kota, di dalam atau di luar negeri.

Meski bukan dokter, dalam suatu kesempatan, ia mengaku diamanahi untuk mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, ketika diminta oleh keluarga besar Bani Latief Jombang untuk memberikan pesan-pesan kesehatan.

“Itu tidak berarti saya yang paling sehat di antara kita semua. Alhamdulillah, Allah selalu sayang dan memelihara, merawat kesehatan saya, sampai umur 64 sekarang,” terangnya, seperti diungkapkan dalam video di akun resmi youtube miliknya, caknun.com.

“Tapi tidak berarti sayalah yang pantas untuk ngomong apa-apa tentang kesehatan. Karena mungkin saja orang yang paling tahu kesehatan adalah orang yang sakit. Jadi, tolong, yang penting apa yang diungkapkan, tidak usah dipertimbangkan apakah saya sehat atau sakit,” imbuhnya.

Berikut beberapa tips sehat Islami menurut ayah dari vokalis Noe Letto yang ditranskrip dari youtube caknun.com, kelanjutan dari tulisan sebelumnya.

[Baca: Konsep Sehat dan Sakit Ala Cak Nun (1)]

Keenam, manusia mencari dan menemukan amat sedikit dari ilmu kesehatan yang Tuhan Maha Menguasai keseluruhannya. Manusia wajib berikhtiar merawat kesehatannya, tetapi hakikinya Allah yang mengambil keputusan tentang sehat-tidaknya manusia. Manusia wajib menjalani hidup yang sehat, tetapi Tuhan berhak menentukan orang yang merawat kesehatannya diambil nyawanya terlebih dulu dibanding dengan orang yang berlaku seenaknya terhadap kesehatan hidupnya. Itu terserah-terserah Tuhan. Dan kita sebaiknya tidak usah membantah. Mengabdi dan ikut saja kepada Tuhan.

Untuk itu, tidak ada salahnya, tidak ada gunanya, menyalahkan Tuhan dengan keputusannya yang dari sudut kepentingan kita seolah-olah semena-mena dan diktator itu. Sebab, setiap kondisi sehat atau sakit di suatu titik di suatu area, penggalan atau petak dalam proses kehidupan, baru bisa dinilai kesejatian sehat atau tidaknya kelak, pada momentum tertentu, di alam yang rumusnya adalah komprehensi dunia-akhirat sekaligus. Kita mengenal hanya sepetak kecil dari urusan dunia. Dan kita sebenarnya tidak berada dalam posisi yang ilmiah untuk mengambil keputusaan saat ini juga mengenai kita sehat atau sakit.

Itulah sebabnya manusia tetap memerlukan iman, takwa dan tawakkal kepada Tuhan, dalam keadaan sakit maupun sehat. Semua kondisi ilmu dan pemahaman tentang kesehatan atau apapun saja, selalu dimasukkan ke dalam spektrum iman, takwa dan tawakkal. Kalau mau mudahnya, ya sehat silakan, sakit ya silakan, asal tetap berada dalam iman, takwa dan tawakkal. Ukurannya itu.

Ketujuh, manusia meneliti sakit dan sehat, kemudian berikhtiar mengobati, tetapi manusia tidak mampu berposisi untuk menyembuhkan. Manusia menanam benih, Tuhan yang menyemaikan. Manusia berjuang, Tuhan yang menentukan pencapaian atau kegagalan.

Tuhan bisa berlaku sesuai dengan rumus kesehatan manusia, misalnya menyembuhkan orang yang sakit, yang diobati oleh manusia. Tapi juga Tuhan berhak melakukan berbagai variasi perilaku yang lain: Dia bisa tidak menyembuhkan orang yang diobati, atau menyembuhkan orang yang tidak diobati.

Tuhan bisa mengabulkan kesembuhan seseorang berdasarkan pengetahuan kedokteran dan farmasi, bisa juga tidak menyembuhkannya, atau malah menyembuhkan dengan obat dan sebab yang lain sama sekali, atau bahkan ditentang oleh kedokteran dan farmasi.

Kedelapan, kalau dokter, tabib, dukun atau siapapun disebut menyembuhkan seseorang dari sakitnya, dengan menggunakan obat, atau ramuan atau perlakuan yang dikenal baku dan diakui oleh ilmu manusia, mohon izin, kesimpulannya bukan ilmu dan obat itu pasti benar. Kesimpulan yang lebih waspada adalah, Tuhan mengabulkan kesembuhan melalui apa yang diyakini, dan dipergunakan oleh dokter atau tabib dan dukun itu.

Sementara disaat yang lain, Tuhan bisa tidak mengabulkannya atau justru memberi manusia pengalaman, di mana seseorang menjadi sembuh tidak berdasarkan ilmunya manusia tentang kesehatan dan pengobatan, melainkan ilmu yang tidak dikenal oleh manusia sama sekali.

Kesembilan, seseorang yang dekat dengan Tuhan mengeluh: “Ya Allah, sembuhkan(lah) perutku.” Tuhan menjawab: “Baiklah, ambil daun itu dan makanlah.” Belum sampai ia ia memakan daun itu perutnya sembuh. Kemudian ketika perutnya sakit lagi, orang itu langsung mengambil daun itu, ternyata perutnya tidak sembuh-sembuh, meskipun sudah sekian lembar daun telah ia makan. Orang itu memprotes: “Ya Allah, ketika aku sakit perut Engkau memerintahkanku untuk menyembuhkan pakai daun itu, kenapa kali ini tidak sembuh perutku?”. Tuhan menjawab:

“Waktu sakit yang pertama, engkau mengeluh dan minta tolong kepada-Ku. Tetapi yang kedua, engkau tidak minta tolong kepada-Ku, melainkan langsung mengambil daun itu. Maka perutmu tetap sakit, karena daun dan apapun tidak bisa menyembuhkan sakit perut dan sakit apapun. Yang bisa menyembuhkan dan yang berkehendak menyembuhkan adalah kemauan dan kasih sayang-Ku.”

Kesepuluh, oleh karena itu, syarat kesehatan hidupnya manusia ada dua, yang sebaiknya kita pilih, meskipun kita bisa saja dibiarkan oleh Tuhan tetap sehat tanpa memilih keduanya. Pertama, memastikankan secara permanen dan simultan pemfokusan hati kita kepada Tuhan. Hati kita bertauhid. Pikiran kita bertauhid.

Setiap helaan nafas bertauhid. Setiap langkah bertauhid. Arah hidup kita bertauhid. Pekerjaan kita bertauhid. Senang dan susah kita bertauhid. Kaya dan miskin kita bertauhid. Yang kedua, berpikir hakiki. Berpikir sehat. Berpikir jujur. Berpikir positif. Berpikir kompatibel dengan kemauan Tuhan.

Roh dan jasad manusia adalah sebuah organisme, sebuah sistem, suatu putaran ekosistem, hardwaremaupun bersama dengan software-nya. Setiap ketidakjujuran rohani, ketidakjujuran hati dan pikiran, akan mengubah manajemen ekosistemik di dalam hidup kita, sehingga potensial untuk menjadi destruksi, dismanageman, kekacauan, dekonstruksi, atau kerusakan susunan-susunan. Kerjasama di dalam roh dan jiwa kita, termasuk semua unsur jasad-jasad kita, sehingga produknya adalah sakit.

Kesebelas, maka hidup yang paling potensial untuk sehat adalah menghormati dan patuh kepada hakikinya kehendak Tuhan, kemudian membuka diri pada setiap kemungkinan pada ilmu manusia yang menyangkut sehat dan sakit. Tidak ada ukuran ilmu kesehatan modern atau tradisional.

Tidak ada acuan-acuan ini dokter atau dukun atau tabib, atau mungkin orang biasa yang tidak dianggap expert (ahli) dalam kesehatan. Ukuran yang sejati, dan yang lebih dekat kepada kesehatan hanyalah kejujuran ilmu kesehatan di tangan atau di pihak siapapun, serta sadar ketergantungan kepada kehendak Allah. Dari Allah kita hindari amarahnya, dan kita upayakan dekat dengan kasih sayang-Nya.

Di akhir pemaparan, guru bangsa yang sampai sekarang masih aktif keliling bersama kelompok musik Kiai Kanjeng itu memberi pengertian, utama bagi Anda yang belum paham.

“Tidak harus dipahami sekarang. Tapi mudah-mudahan, setiap yang kita dengarkan, bisa menjadi benih yang tertanam, sehingga ia akan ditumbuhkan oleh Tuhan, bersemai, berdaun, berbatang, kemudian muncullah buah-buah kesehatan di dalam hidup kita masing-masing dan semuanya. Entah dalam waktu berapa lama, terserah Allah SWT,” tutup Cak Nun.

[Tamat]

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *