Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 12 January 2023

Memaknai Perintah ‘Mengubah’ Kemungkaran


islamindonesia.id – Dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah s.a.w bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman’.” (HR. Muslim)

Hadis ini mencakup tingkatan-tingkatan mengingkari kemungkaran. Hadis ini juga menunjukkan bahwasanya barang siapa yang mampu untuk mengubahnya dengan tangan maka dia wajib menempuh cara itu. Hal ini dapat dilakukan oleh penguasa dan para petugas yang mewakilinya dalam suatu kepemimpinan yang bersifat umum.

Atau bisa juga hal itu dikerjakan oleh seorang kepala rumah tangga terhadap keluarganya sendiri dalam kepemimpinan yang bersifat lebih khusus.

Adapun yang dimaksud dengan “melihat kemungkaran” di sini bisa dimaknai ‘melihat dengan mata dan yang serupa dengannya’ atau melihat dalam artian mengetahui informasinya. Apabila seseorang bukan tergolong orang yang berhak mengubah dengan tangan maka kewajiban untuk melarang yang mungkar itu beralih dengan menggunakan lisan yang memang mampu dilakukannya.

Kalau untuk itu pun dia tidak sanggup maka dia tetap berkewajiban untuk mengubahnya dengan hati, meski itulah selemah-lemah iman. Mengubah kemungkaran dengan hati maksudnya adalah dengan membenci kemungkaran itu dan munculnya pengaruh terhadap hatinya karenanya.

Perintah untuk mengubah kemungkaran yang terkandung dalam hadis ini tidaklah bertentangan dengan kandungan firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman urusilah diri kalian sendiri. Tidak akan membahayakan kalian orang yang sesat itu apabila kalian sudah berada di atas petunjuk.” (QS. al-Maidah: 105)

Karena makna dari ayat ini adalah: Apabila kalian telah melaksanakan kewajiban beramar ma’ruf dan nahi mungkar yang dituntut (oleh agama) itu berarti kalian telah menunaikan kewajiban yang dibebankan kepada kalian. Setelah hal itu kalian kerjakan, maka tidak akan merugikan kalian orang yang sesat itu selama kalian tetap mengikuti petunjuk.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mempunyai beberapa kajian berharga dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar ini ketika beliau menafsirkan ayat ini di dalam kitabnya Adhwa’ul Bayan.

Dari hadis ini bisa dipetik pelajaran yang lain yaitu:

1. Wajibnya beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Sesungguhnya dengan hal itulah kondisi umat manusia dan masyarakat suatu negeri akan menjadi baik.

2. Melarang kemungkaran itu bertingkat-tingkat. Barang siapa yang sanggup melakukan salah satunya maka wajib bagi dirinya untuk menempuh cara itu.

3. Iman itu bertingkat-tingkat. Ada yang kuat, ada yang lemah, dan ada yang lebih lemah lagi.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *