Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 28 February 2019

Makna dan Syarat-Syarat Tawakal


islamindonesia.id – Makna dan Syarat-Syarat Tawakal

 

Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah SWT menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang yang beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang Mukmin. Tawakal, adalah bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Di antara firman-Nya tentang tawakal ketika disandingkan dengan orang-orang beriman, “… dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang beriman bertawakal.” (QS. Al Ma’idah:11)

Dan firman-Nya,” Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabla dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambahlah imannya, dan hanya kepada Rabb mereka bertawakal.” (QS. Al Anfal:2)

Tentunya masih banyak ayat lain dalam Al-Qur’an yang berisi tentang tawakal, demikian pula sabda Rasulullah SAW. Namun apakah itu sebenarnya tawakal?

Makna Tawakal

Ulama akhlak menyatakan, “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudharat (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat.

“Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya penuh kepada Allah dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan aktivitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syariat.”

Tawakal Bukan Pasrah Tanpa Usaha

Dari definisi sebelumnya para ulama menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun di atas dua hal pokok yaitu bersandarnya hati kepada Allah dan mengupayakan sebab yang dihalalkan. Orang berupaya menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat imannya. Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun tidak berusaha menempuh sebab yang dihalalkan, maka ia berarti cacat akalnya.

Tawakal bukanlah pasrah tanpa berusaha, namun harus disertai ikhtiar/usaha. Rasulullah SAW telah memberikan contoh tawakal yang disertai usaha yang memperjelas bahwa tawakal tidak lepas dari ikhtiar dan penyandaran diri kepada Allah.

Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim)

Tidak kita temukan seekor burung diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah SAW memberikan permisalan ini, jelas sekali bahwa seekor burung pergi untuk mencari makan, namun seekor burung keluar mencari makan disertai keyakinan akan rezeki Allah, maka Allah  pun memberikan rezeki-Nya atas usaha tersebut.

Syarat-Syarat Tawakal

Untuk mewujudkan tawakal yang benar dan ikhlas diperlukan syarat-syarat. Syarat-syarat ini wajib dipenuhi untuk mewujudkan semua yang telah Allah janjikan. Para ulama menyampaikan empat syarat terwujudnya sikap tawakal yang benar, yaitu:

  1. Bertawakal hanya kepada Allah sajaAllah berfirman: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabb-mu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud:123)
  1. Berkeyakinan kuat bahwa Allah Mahamampu mewujudkan semua permintaan dan kebutuhan hamba-hamba-Nya dan semua yang didapatkan hamba hanyalah dengan pengaturan dan kehendak Allah.

Allah berfirman,“Mengapa kami tidak bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri.” (QS. Ibrahim:12)

  1. Yakin bahwa Allah akan merealisasikan apa yang di-tawakal-kan seorang hamba apabila ia mengikhlaskan niatnya dan menghadap kepada Allah dengan hatinya.

Allah berfirman, “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.“ (QS. Ath-Thalaq:3)

  1. Tidak putus asa dan patah hati dalam semua usaha yang dilakukan hamba dalam memenuhi kebutuhannya dengan tetap menyerahkan semua urusannya kepada Allah.

Allah berfirman, “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung.’”(QS. At-taubah:129)

Apabila seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan benar-benar ikhlas dan terus mengingat keagungan Allah, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatannya akan semakin kuat mendorongnya untuk melakukan semua amalan. Dengan besarnya tawakal kepada Allah akan memberikan keyakinan yang besar sekali bahkan membuahkan kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan dan ujian yang berat. Sebagaimana Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus:107)

Dengan mendasarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan kemudharatan maka seorang Mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian yang melanda, seberapapun besarnya, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah. Dengan keyakinan yang kuat seperti inilah muncul mujahid-mujahid besar dan ulama-ulama pembela agama Islam yang senantiasa teguh di atas agama Islam walaupun menghadapi ujian yang besar, bahkan mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk Islam.

Tawakal yang sebenarnya kepada Allah SWT akan menjadikan hati seorang Mukmin ridha kepada segala ketentuan dan takdir Allah, yang ini merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah SWT sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (Nabi) Muhammad SAW sebagai rasulnya.

Setiap hari, dalam setiap shalat, bahkan dalam setiap rakaat shalat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang Mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita.

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah:23). Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menyandarkan hati semata-mata kepada Allah, karena tawakal adalah termasuk ibadah.

Ala kulli hal, kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Jika kita yakin bahwa Allah SWT yang menguasai hidup dan mati kita, mengapa kita menyandarkan hati kita kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa memberikan manfaat dan mudharat kepada kita?

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *