Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 26 September 2015

KISAH – Dua Ketaatan dan Sebilah Pisau


image

Setelah Nabi Ibrahim as selesai melaksanakan manasik Haji pertamanya dari Arafah, dia menginap di masy’aril haram. Malam itu beliau menerima wahyu Allah dalam mimpinya agar menyembelih putranya, yaitu Ismail. Ketika sudah berjumpa dengan putranya, beliau menceritakan apa yang harus dilakukannya:

Ibrahim berkata, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS.ash-Shaffat:102)

Sungguh bukan sembarang ujian bagi seorang ayah untuk menyembelih anaknya sendiri. Namun karena jiwa besar dan keteguhan imannya, Nabi Ibrahim as bertekad untuk tetap melakukan perintah Allah.

Sejak masa mudanya Nabi Ibrahim as sudah mendapatkan cobaan; hidup menghadapi Azar, ayah angkatnya (atau pamannya) yang kafir dan bekerja untuk seorang raja zalim, serta tak mempercayainya. Dia juga harus menghadapi seorang raja seperti Namrud sendirian, sampai-sampai dia tetap teguh dan tidak berubah walaupun mendapat hukuman berat dan dilemparkan ke dalam api.

Mungkin karena ujian-ujian yang telah dilaluinya, beliau diangkat dari seorang Nabi menjadi seorang Rasul, dan dari seorang Rasul menjadi seorang Imam untuk umat manusia.

Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. (QS. Al-Baqarah:124)

Betapa cinta Allah SWT lebih dominan pada dirinya ketimbang kasih sayangnya terhadap sang anak.

Nabi Ibrahim as merasa luar biasa, lega ketika melihat kepasrahan putranya di hadapan perintah Tuhannya. Seorang anak yang memang benar-benar mempunyai kesiapan jiwa untuk menjadi seorang Nabi juga seperti ayahnya.

Nabi Ibrahim as membawa putranya, bukan untuk jalan-jalan, tetapi untuk disembelihnya sebagai korban. Iblis terperangah melihat kekuatan jiwa seorang ayah yang telah lama sekali tidak mempunyai anak, dan ketika sudah memiliki buah hati dalam masa terindahnya, dia rela mengorbankannya demi Yang Maha Pengasih. Ini adalah hal yang tidak bisa dia biarkan berjalan begitu saja. Dia harus bersikeras untuk menggagalkannya.
Dengan menjelma sebagai seorang tua, dia mendatangi Ibrahim dan pura-pura bertanya, “Wahai Ibrahim, mau engkau ajak kemana anakmu itu?”

“Saya mau menyembelihnya. ”

“Subhanallah, kau mau menyembelih seorang anak yang tidak pernah mendurhakai Allah walau hanya sekejap mata. ”

“Sesungguhnya ini adalah perintah Allah.”

“Tuhanmu melanggarmu untuk melakukan hal itu, dan pasti setanlah yang memintamu melakukannya.”

“Celaka kau! Sesungguhnya yang menyampaikanku pada tingkatan ini adalah yang menyuruhku dan yang berkata pada telingaku.”

“Tidak demi Allah, tidak lain yang menyuruhmu itu adalah setan.”

“Demi Allah tidak. Aku tidak mau bicara kepadamu lagi.”

“Wahai Ibrahim, engkau adalah seorang imam yang dijadikan tauladan oleh orang-orang, dan kalau engkau menyembelih anakmu maka orang-orang akan menyembelih anak mereka juga.”

Nabi Ibrahim tidak menghiraukannya lagi, dan tetap mempersiapkan posisi penyembelihan. Ketika Ismail sudah siap, dia meminta ayahnya supaya menyelimuti kepalanya dan mengikat kencang dirinya.

Ketika sudah sama sekali tidak berhasil menggoda Nabi Ibrahim, Iblis segera pergi menemui ibu sang anak (Siti Hajar), ketika dia sedang melaksanakan manasik dekat Kabah.

Iblis yang masih menyerupai orang, pura-pura bertanya dengan nada tegang, “Ada seorang tua disitu, siapa dia?” Sambil menunjuk ke arah tempat penyembelihan.

“Itu adalah suamiku!”

“Kalau si anak yang bersamanya?”

“Itu adalah anakku!”

“Sungguh aku telah melihat dia sedang membaringkan si anak dan menyiapkan pisau untuk menyembelihnya.”

“Bohong engkau! Ibrahim adalah orang yang paling penyayang, bagaimana mungkin dia mau menyembelih anaknya?”

“Demi Tuhan langit dan bumi, dan Tuhan rumah ini (Kabah), aku melihat dia sedang siap-siap untuk menyembelih.”

“Atas dasar apa?”

“Dia percaya bahwa Tuhannya menyuruhnya.”

“Kalau begitu dia benar, karena dia memenuhi perintah Tuhannya.”

Bagaimana pun juga, setelah  menyelesaikan manasiknya, sebagai seorang Ibu, Siti Hajar cepat-cepat kembali dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia menaruh tangan di kepalanya dan berdoa meminta pertolongan Allah.

Nabi Ibrahim menaruh pisaunya di leher putranya, lalu menengadahkan wajahnya ke langit.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya)  (QS. ash-Shaffat:103)

Jibril pun diutus turun , dia segera membalikkan pisau Nabi Ibrahim, dan menggantikan tempat Ismail dengan seekor domba yang saat itu juga tercipta. Allah menghentikan Nabi Ibrahim, sebab dia sudah berhasil dengan ujian yang dihadapinya, dia telah benar-benar rela menyembelih putranya karena ketaatan, sehingga beliau mendapatkan pahala seakan beliau telah melakukannya.

Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang baik. (QS. ash-Shaffat: 104-105)

IslamIndonesia/SH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *