Satu Islam Untuk Semua

Monday, 06 February 2023

Jangan Salah Memaknai Zuhud


islamindonesia.id – Salah satu ajaran Islam yang banyak disalahpahami orang awam adalah zuhud. Banyak di antara mereka mengartikan zuhud sebagai sikap tidak mau mengikuti kemajuan zaman sehingga mereka enggan mengaplikasikannya dalam kehidupan modern ini. Mereka mengidentikkan zuhud dengan keterbelakangan sehingga merasa alergi mendengarnya. Kesalahpahaman inilah yang membuat mereka tidak dapat mereguk manfaat serta besarnya pahala zuhud yang diteladankan Baginda Nabi s.a.w.

Mengartikan zuhud sebagai sikap tidak mau maju dalam segi perekonomian juga salah besar. Baginda Nabi s.a.w sama sekali tidak pernah melarang umatnya untuk maju dalam bidang ekonomi. Banyak sahabat di sekeliling beliau yang kaya-raya dan menjadi saudagar tajir kala itu. Segendang sepenarian, para ulama dari generasi salafus shaleh juga tidak jarang yang berharta banyak karena bisnisnya maju. Zuhud bukanlah penghalang bagi siapa pun untuk menjadi pengusaha atau eksekutif sukses.

Definisi zuhud yang sebenarnya adalah membuang rasa cinta kepada dunia dan seisinya dari dalam hati. Dari definisi ini dapat kita ketahui bahwa intisari zuhud adalah tiadanya rasa cinta kepada aneka pernak-pernik kemewahan dunia.

Sebenarnya kaya dan miskin bukanlah tolok ukur yang persis untuk menilai kezuhudan seorang. Para ulama sufi menyatakan bahwa banyak orang kaya-raya yang memiliki sifat zuhud dan banyak orang miskin yang mempunyai sikap tamak alias rakus.

Orang kaya yang tidak memasukkan kekayaan di dalam hatinya adalah orang yang zuhud. Tanda orang yang demikian adalah keringanan mereka dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT. Ia tidak pernah menyesal manakala suatu ketika hartanya sirna hingga menjadi miskin. Baginya, memilikinya atau tidak memilikinya adalah sama saja.

Begitu pun sebaliknya, orang miskin yang hatinya selalu mendambakan harta kekayaan adalah orang yang jauh dari zuhud. Tanda orang demikian, biasanya senantiasa mengeluhkan keadaannya dan berupaya mendapatkan harta yang ia inginkan dengan berbagai cara.

Jadi sebetulnya tidak ada alasan bagi sebagian kalangan yang menuduh Islam sebagai biang kemunduran karena ajaran zuhudnya. Mereka mengatakan demikian lantaran ketidakpahaman mereka akan hakikat zuhud.

Seperti halnya ikhlas, zuhud adalah amalan hati yang tidak bisa ditebak dengan tampilan luar. Oleh kerena itulah kita tidak boleh berprasangka buruk kepada siapa pun karena kita tidak pernah tahu isi hatinya.

Dikisahkan bahwa dahulu di Hadramaut hidup seorang ulama besar yang hidupnya kaya-raya dan bergelimang harta. Namanya Habib Husein bin Syekh Abubakar bin Salim. Setiap saat beliau menampakkan kemewahan di hadapan khalayak. Pada suatu ketika seorang sufi berpapasan dengan beliau.

Melihat sang Habib memakai pakaian dan kendaraan mewah, si sufi tadi menyatakan ketidaksukaannya kepada sang Habib di dalam hatinya.

Seketika itu pula Habib Husein memanggil sang sufi dan berkata, “Seandainya seluruh harta yang kumiliki hilang dalam sekejap, maka hatiku tidak akan pernah goyah.”

Sang sufi merasa malu dengan sikapnya. Akhirnya ia minta maaf kepada Habib Husein dan mohon untuk menjadi muridnya.

Lantas bagaimana kita memahami zuhud di era modern? Sebenarnya ajaran zuhud masih dapat bersatu dengan kehidupan modern seperti sekarang ini. Lewat sabda-sabdanya, Baginda Nabi s.a.w menganjurkan umatnya untuk menjadi manusia yang kreatif dan tidak pemalas. Hal ini mengisyaratkan bahwa umat Islam harus bekerja keras untuk mencapai kemajuan di dunia.

Namun demikian, mereka tidak boleh kehilangan fokus dalam mencari kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Harta dan kekayaan dunia harus dijadikan sarana untuk mendapatkan surga yang abadi

Zuhud berarti mengedepankan misi akhirat dan mengesampingkan urusan duniawi. Kehidupan modern tidak menutup zuhud, dan demikian pula sebaliknya, kedua-duanya bisa saling berjalan beriringan seperti di era dahulu, sekarang, dan yang akan datang.

Sungguh keliru kalangan yang beranggapan bahwa zuhud berarti tidak boleh mengikuti modernisasi. Betapa tidak, modernisasi hanyalah perkembangan dari masa lalu yang sudah menjadi sunatullah.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *