Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 30 October 2019

Kolom Haidar Bagir: Sekolah Antigadget


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir: Sekolah Antigadget

Sekolah Antigadget

Oleh Haidar Bagir | Ketua Yayasan Pendidikan Lazuardi

Saya terlibat dalam pendidikan tidak kurang dari 26 tahun, mulai tingkat pra-TK hingga SMA. Baik mengelola sekolah yang biasa disebut sekolah unggulan, atau SPK (satuan pendidikan kerja sama) yang menerapkan sistem Eropa, maupun sejenis sekolah internasional yang menerapkan sistem lain.

Semua sistem itu sudah dipakai di banyak negara. Selain itu, saya juga sudah 20 tahunan terlibat dalam pendidikan anak-anak duafa. Mendirikan dan mengembangkan sekolah-sekolah gratis, formal ataupun informal. Yayasan yang saya dirikan telah melatih tak kurang dari 30.000 guru, khususnya guru dari sekolah-sekolah swasta dan negeri yang mewakili puluhan ribu sekolah di negeri kita.

Saya juga masih memimpin—sudah hampir sepuluh tahun—transformasi perusahaan yang saya dirikan, dari perusahaan pernerbitan berbasis kertas menjadi penyedia konten dan produk digital.

Menolak Gadget

Dengan menyampaikan itu semua, saya tak hendak mengatakan bahwa apa yang akan saya sampaikan pasti benar. Saya cuma ingin meyakinkan pembaca bahwa saya tidak sedang bicara ngawur. Ya, jaringan sekolah kami menolak penggunaan gadget dalam proses pembelajaran. Aneh? Tidak juga.

Karena kami tidak sendirian dalam mengambil sikap ini. Kami bahkan sama sekali bukan yang pertama. Sudah sejak lima tahun lalu, sekolah yang sangat populer di kalangan petinggi perusahaan teknologi informasi (TI) di Silicon Valley, Amerika Serikat, mencanangkan ini. Namanya Waldorf School.

Kebetulan sejak dua tahun lalu kami memperkenalkan Waldorf School di jaringan sekolah kami. Waldorf School, yang diinisiasi Joseph Steiner dan disponsori keluarga Waldorf—antara lain memiliki Waldorf Astoria Hotel—belakangan bukan hanya populer di Finlandia, melainkan mulai menjamur juga di China.

Sejalan dengan sikap para pemilik perusahaan bebasis TI, termasuk Bill Gates, Steve Job, dan Mark Zuckerberg, sekolah Waldorf melarang penggunaan gadget dalam proses pembelajaran dan menggantinya dengan hands-on learning (belajar dengan melibatkan kegiatan fisik). Apa pasal?

Baik Waldorf School di Silicon Valley, sekolah-sekolah sejenis, maupun para pemilik perusahaan TI terbesar dunia itu merasa harus membatasi screen time (waktu di depan layar gadget) bagi anak-anaknya, terutama yang berusia di bawah 14 tahun. Mengingat di rumah anak-anak mereka sudah banyak terpapar gadget dan alat visual berlayar, mereka ingin anak-anak di sekolah belajar dengan kegiatan fisik yang mendorong mereka bersosialisasi dengan teman-temannya.

Mereka juga merujuk pada berbagai hasil riset yang mengungkapkan ekses-ekses penggunaan gadget pada anak-anak. Termasuk di dalamnya potensi depresi, attention deficit disorder, turunnya kualitas kesehatan akibat kurang gerak, dan gadget addiction yang bisa merampas waktu anak-anak untuk pelbagai kegiatan lain.

Salah satu buku yang membahas hal ini adalah karya Richard Freed, Wired Child: Reclaiming Childhood in a Digital Age (2015). Juga Iressistible karya Adam Alter (2017). Freed bahkan termasuk di antara ribuan psikolog yang membuat petisi tentang ini (http://screentimenetwork.org/apa).

Penelitian Lain

Tentu saja bukan tak ada yang berbeda dalam hal ini, tak sedikit juga yang didukung oleh berbagai riset. Alhasil, perihal ekses penggunaan gadget, khususnya di sekolah, belum konklusif. Sebagian penelitian malah menunjukkan adanya perbaikan hasil belajar pada siswa yang menggunakan gadget sebagai alat bantu belajar. Banyaknya screen time juga tidak serta-merta berakibat buruk. Hal ini banyak bergantung pada bahan-bahan yang diakses siswa.

Yang jelas, semua sepakat bahwa siswa harus terlebih dahulu dibekali dengan dasar-dasar keterampilan numerik dan keberaksaraan sebelum diajak masuk pada penggunaan maksimum gadget dalam kehidupannya.

Apa yang saya sampaikan di atas, betapapun kontroversi masih melingkupinya, kiranya perlu mendapat perhatian secukupnya. Apalagi jika diingat ada banyak kemungkinan bahwa dunia industri gadget ikut mengaburkan pandangan negatif ini karena besarnya taruhan bisnis mereka.

Apalagi, pembahasan saya di atas belum mencakup persoalan kapitalisme pengintaian (surveillance capitalism) yang bisa membuntuti anak-anak sejak kecil jika tak ada pembatasan penggunaan gadget secara sehat sesuai dengan tingkat usia mereka. Belum lagi persoalan keterpaparan pornografi, perundungan online (cyber bullying), dan lain-lain yang juga harus dipertimbangkan.

Masih ada suatu persoalan besar yang harus disinggung di sini. Meminjam dari Jean Baudrillard, betapapun, apa yang muncul dari layar gadget adalah simulacrum, yang banyak mereduksi kelebihan berinteraksi dengan keluhuran dan keindahan: kemanusiaan, alam, dan lingkungan sekitar.

Tanpa menutup mata terhadap manfaat simulacrum, berinteraksi dengan alam secara lansung sebetulnya merupakan wahana terbentuknya spiritualitas, sebuah hubungan saling cinta (sympathea) dengan “ibu” kita, sumber kehidupan kita. Hal ini menjadi lebih penting jika kita ingat bahwa anak-anak sekarang, dalam segala aktivitas mereka, sudah banyak terputus dari alam.

Mereka, misalnya, tak sadar bahwa dalam air kemasan yang mereka minum sesungguhnya ada semesta yang dahsyat, indah, dan baik hati dalam memastikan bahwa kita mendapatkan air bersih yang sehat. Bahwa dalam sepotong ayam goreng ada kerja keras penuh cinta dari peternak dan petani, bahwa ada kerja ekologis alam yang rumit dan penuh pesona.

Manusia tak pernah tak perlu berhubungan dengan alam. Namun, mengarahkan seluruh indera ke lingkungan sekeliling kita dan menggerakkan badan adalah bagian dari dukungan bagi kesehatan dan suksesnya proses belajar siswa.   

PH/IslamIndonesia/Sumber: Harian Kompas (30/10)/Foto Fitur: ethicsforge.cc

16 responses to “Kolom Haidar Bagir: Sekolah Antigadget”

  1. Clara Idayani says:

    Pada jaman kemajuan teknologi seperti saat ini,tidak dapat dihindari penggunaan dari gadget untuk kita semua..memang banyak manfaat apalagi untuk proses pembelajaran saat ini terlebih masa pandemi seperti saat ini…akan tetapi tetap harus ada batasan dan pengawasan di dalam menggunakannya…
    Bijaklah dalam ber gadget !!!

  2. Clara Idayani says:

    Pada jaman kemajuan teknologi seperti saat ini, tidak dapar dipungkiri bahwa penggunaan gadget sangat bermanfaat terutama pada masa pandemi ini..Namun demikian hendaklah ada batasan dan pengawasan dalam menggunakannya..
    Bijaklah ber gadget !!!

  3. Atik Sunaryati says:

    Menjadikan gadget sebagai alat atau media pendukung proses belajar itu baik, namun bukan yang utama. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses membentuk akhlaq dan karakter anak melalui pembiasan baik yang dimulai dari keluarga.

  4. Saidah says:

    Penggunaan gadget merupakan hal yang tidak dapat dihindari pada perkembangan zaman saat ini. Apalagi saat pandemi tentunya Kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara langsung. sehingga pemanfaatan gadget merupakan satu-satunya solusi. Meski ada kelebihan dan kekurangannya tentunya. Karena tuntutan penggunaan gadget maka orang tua harus melakukan pengawasan dan pembatasan dalam menggunakannya. Be smart using gadget !!!

  5. Qohisima says:

    Pada era modern 4.0 perkembangan teknologi tidak bisa kita pungkiri namun suatu perkembangan teknologi itu pasti ada dampak buruk dan baik terhadap kedihupan bermasyarakat serta tidak bisa memungkiri penggunaan gadget yang semakin hari semakin banyak penggunanya serta kemudahan dalam pengoperasian nya serta banyak mendukung dalam pekerjaan kita sehari-hari dan dampaknya dalam penggunaan nya kurang disertai pengelolaan yang baik dan sesuai aturan yang berlaku dan tidak diberbekal norma dan sikap serta dalam penggunaan gadget sebaiknya disertai pendampingan dan pengawasan serta dibekali pengetahuan yang baik sdan ingat gunakan gadget sesuai dengan kebutuhan dan gunakan gadget sebaik-baiknya.

  6. Erdiana wijayanti says:

    Di era disrupsi, jika masih terdapat sekolah yang tidak menggunakan gadget, maka kita tidak boleh menyimpulkan bahwa sekolah itu ketinggalan zaman. Namun, kita tetap harus berfikir positif bahwa sekolah tersebut telah menyediakan sarana lain yang kreatif dan inovatif terhadap pembalajaran di sekolah tersebut. Pada akhirnya, kelompok kami berpendapat bahwa kebebasan memilih antara menggunakan gadget ataupun tidak itu bisa saja dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing satuan pendidikan.

  7. Ain says:

    Gadget sudah menjadikan kebutuhan utama pada milenial ini , zaman teknologi memasuki era 4.0 semua sdh wajib melek IT

  8. Agus Muchsin says:

    Masa globalisasi sangat dibutuhkan sarana teknol untuk pendidikan walapun mempunyai dampak positif maupun negatif, apalagi berkaitan dengan masa pandemi covid-19 dimana pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu alternatih efektivitas dan efisiensi pembelajaran. hal terpenting yaitu perlu adanya pengawasan dari semua pihak dalam menggunakan teknologi yang bernama gadget tersebut

  9. St Nur Ainiah says:

    memasuki era globalisasi ini semua serba teknologi,
    wajib melek IT ,kelompok kami mengambil Topik Teknologi dalakm pendidikan krn dengan terjadinya covid-19 melanda negri kita khususnya dan melanda dunia pd umumnya , semua aktifitas dilakukan menggunakan teknologi krn pandemi tidak memungkinkan utk melaksanakan aktifitas seperti biasa

  10. St Nur Ainiah says:

    Pengalaman bermakna yg benar dirasakan sangat menarik

  11. Karyadi says:

    Mempertahankan kebaikan dimasa lalu, tetapi mengambil hal baru yang lebih baik. Maka guru dan sekolah hendaknya terus beradaptasi dan bertransformasi sesuai perkembangan zaman. Sehingga penggunaan teknologi dan medsos dengan pembinaan dan hal positif akan sangat menunjang kemajuan mutu pendidikan. Mari didik anak dengan pintar melek teknologi tetapi tetap berkarakter. Knowledge is power but character is more..

  12. Arum andita says:

    Penggunaan gadget dalam proses belajar mengajar sistem daring ( pembelajaran jarak jauh) di masa pandemi ini tidak dapat dihindari. Sekolah, guru dan orang tua harus ikut berperan serta dan bekerjasama dalam menjalankan sistem pembelajaran daring di masa pandemi demi efektivitas proses pembelajaran tersebut untuk para siswa. Penggunaan gadget oleh para siswa untuk menjalankan proses belajar online harus diiringi dengan pengawasan dari orang tua.

  13. CAKRAWALA says:

    Bagai mata uang, yang mempunyai dua sisi, begitu juga dengan gadget, ada sisi positif dan negatifnya. Akan tetapi dihadapkan dengan realita pada saat (pandemi) ini, penggunaan gadget dalam PBM jarak jauh tentunya akan memberi kemudahan bagi pihak siswa, orangtua dan juga guru. Meskipun demikian, tetap harus ada kendali dari guru/orangtua berupa pembatasan dan juga pengawasan (dalam hal ini tentang akses materi dan durasi waktu penggunaan), agar manfaat atau sisi positif penggunaan gadget dapat terjaga, dan tidak timbyul masalah lain karena penyalahgunaan penggunaan gadget (misal: gadget addicted).

  14. Idaman says:

    Di masa pandemi Covid-19 ini tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan gadget dalam proses pembelajaran jarak jauh ini memang sangat dibutuhkan. Meskipun ada alternatif lain, yaitu menggunakan modul, televisi, atau radio, tetap saja gadget tidak bisa terpisahkan karena dapat mendukung komunikasi antara guru dengan peserta didik. Untuk itu perlu adanya kerja sama antara sekolah, guru dan orang tua dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini. Guru harus melakukan pendampingan kepada peserta didiknya agar menggunakan gadget sesuai kebutuhan secara tepat dan bijak yang harus diiringi dengan pengawasan dari orang tua. Memang menjadi tantangan tersendiri bagaimana menjadi pendamping belajar yang efektif di masa sekarang ini sehingga tidak terjadi penyalahgunaan gadget atau kecanduan gadget. Terima kasih

  15. Idaman says:

    Digitalisasi menjadi sebuah keharusan di Era Revolusi Industri 4.0 ini. Salah satu fenomena yang menjadi sorotan adalah penggunaan gadget. Ibarat dua sisi mata pisau, gadget memunculkan dampak positif dan juga negatif. Di masa pandemi Covid-19 ini tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan gadget dalam proses pembelajaran jarak jauh ini memang sangat dibutuhkan. Meskipun ada alternatif lain, yaitu menggunakan modul, televisi, atau radio, tetap saja gadget tidak bisa terpisahkan karena dapat mendukung komunikasi antara guru dengan peserta didik. Untuk itu perlu adanya kerja sama antara sekolah, guru, dan orang tua dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini. Guru harus melakukan pendampingan kepada peserta didiknya agar menggunakan gadget sesuai kebutuhan secara tepat dan bijak tentunya harus diiringi dengan pengawasan dari orang tua. Memang menjadi tantangan tersendiri bagaimana menjadi pendamping belajar yang efektif di masa sekarang ini sehingga tidak terjadi penyalahgunaan gadget atau kecanduan gadget. Terima kasih

  16. PURBA WASESA says:

    Pemikiran yang sangat bagus. Memang sebaiknya ada upaya untuk menjauhkan para pelajar dari gadget, terutama pada usia anak-anak di bawah 14 tahun. Sebab, untuk menikmati dan memakai gadget tanpa disuruhpun anak-anak pasti akan tertarik menggunakannya mengingat banyak sekali fasilitas menarik di dalamnya mulai dari games, aplikasi tik-tok dll. Juga dampak buruknya mulai dari ancaman kesehatan mata, radiasi, kegemukan akibat kurangnya aktivitas fisik, serta ancaman kesehatan mental seperti kecanduan games, dan menjadi kurang bersosialisasi dengan teman. Untuk itu, memang perlu usaha lembaga pendidikan yang setidaknya mengurangi dampak buruk penggunaan gadget tersebut terhadap perkembangan siswa.

Leave a Reply to Erdiana wijayanti Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *