Satu Islam Untuk Semua

Friday, 14 August 2020

Catatan Haidar Bagir, Bahagia itu….


islamindonesia.id – Catatan Haidar Bagir, Bahagia itu….

Bahagia itu….

Oleh Haidar Bagir | Presiden Direktur Kelompok Mizan, penulis buku-buku tentang Tasawuf, dan Dai Islam Cinta

A note to myself (sebuah catatan untuk diriku), bahagia itu:

1. Bersangka baik kepada kedermawanan Tuhan. (Kalau tak mau percaya Tuhan, bersangka baiklah pada kedermawanan alam), bahkan pun saat kita sedang mendapatkan ujian. Bahwa Tuhan atau alam itu ternyata sudah baik dengan segala karunia-Nya kepada kita.

Biasakan menghitung banyaknya karunia Tuhan/alam kepada kita. Jika Tuhan atau alam itu jahat, takkan begini kehidupan kita. Bahwa dalam kehidupan ini – meski ada banyak kesulitan – ada lebih banyak cinta yang tulus, yang bahkan orang jahat dan tak sempurna pun mendapatkan porsi darinya.

Jika saja kita mau membuka mata. Bahwa sesungguhnya kalau kita tak berputus asa, selalu ada jalan keluar yang terbentang bagi kesulitan-kesulitan kita.

Itu semua sesungguhnya sudah cukup untuk menjadikan kita bersangka baik kepada Tuhan atau alam. Belum lagi, kalau kita pertimbangkan, di balik semua ujian ada hikmah kebaikan.  

Maka belajarlah melihat kebaikan, kedermawanan, dan cinta, yang ada di balik kesulitan. Yang datang dari Tuhan, atau alam yang dermawan.

2. Percaya bahwa yang menentukan apkah suatu kejadian itu baik atau buruk adalah diri kita sendiri. Yakni bagaimana respon kita atas kejadian itu. Bukan kejadian itu sendiri.

Kalau kita respon positif, bahkan kesulitan bisa membahagiakan. Sebaliknya, kalau kita respon negatif, bahkan kesenangan bisa menyengsarakan.

3. Seberapa pun cintanya kita, pada akhirnya jangan terlalu obsessed (terobsesi) dengan hal-hal duniawi. Termasuk pasangan hidup, anak, harta, kekuasaan, pamor, dan sebagainya.

Tepatnya jangan melihat hal-hal duniawi sebagai hanya berpusat pada diri kita yang terbatas ini, dan masa sekarang yang sebentar ini, serta ruang sempit di sekitar kita ini, terpisah dari suatu gambaran besar tentang kehidupan yang lebih agung dan luas, nyaris tanpa batas, yang terkait dengan suatu sumber hidup yang penuh kebaikan, dan saling berkelindan dengan  kompleks peristiwa-peristiwa, yang jumlah totalnya adalah selalu saja kebaikan.

Yang terkait bukan hanya dengan diri kita, masa sekarang, dan ruang yang serba terbatas ini, melainkan menjulur lebih jauh ke masa depan, bahkan sampai kehidupan di alam abadi. Yang di dalamnya janji kebahagiaan sejati baru benar-benar akan terjadi.

Saat kita keluar dari segala keterbatasan ruang, waktu, dan diri, saat kita bisa melihat dengan pandangan mata yang tajam menembus apa-apa yang dulu tak kita ketahui, saat kita bisa melihat hakikat kehidupan sebenarnya.

Saat kita sadar tentang apa yang sesungguhnya kita cari. Saat kita hidup dengan Kekasih sejati, yang selama ini kita rindukan, seringkali tanpa sadar, berada di sisi, tanpa mungkin terpisah lagi.

4. Menjaga hubungan dengan Sang Pusat Kehidupan. Kau sebut apa pun dia: Tuhan, Cinta, Spirit, Logos. Hanya dengan cara itu kau punya jangkar, tak terombang ambing di tengah ombak dan pancaroba kehidupan, tanpa daya upaya, dan tak sampai ke mana-mana, tanpa makna.

Lakukan meditasi, sembahyang, zikir (eling). Sampaikan syukurmu kepada-Nya, agar terus terawat cinta-kasihmu dengan-Nya.

Rawat juga koneksi kita dengan para penghubung, pembimbing kepada Sang Pusat Kehidupan, para nabi dan pesuruh, para wali dan avatar, orang-orang suci dan khilafah-Nya. Yang masih hidup atau sudah mati.

Selalu sadap barakah mereka. Datangi tempat-tempat persemayaman mereka. Jadikan mereka mercusuar hidupmu, jangan pernah serahkan dirimu pada dirimu saja. Tapi ikutlah kafilah besar orang-orang agung menuju Sang Pusat Kehidupan. Mereka bisa menunjukimu jalan ke sana, karena mereka sudah ke sana. Sudah di sana.

5. (Dengan demikian kau telah) menjaga hubunganmu dengan seluruh unsur semesta, serta kau rasakan betapa mereka selalu bergetar penuh cinta kepada sesamanya, kepadamu, memanggil saudara sewujud mereka di semesta, sesama anak-anak pusat kehidupan. Ya, kamu, kamu, dan kamu….

6. Berwelas-asihlah kepada sesama anak-anak sang pusat kehidupan. Berikan dirimu sebanyak-banyaknya.

Dengan begitu kau telah mengulurkan dirimu kepada bagian-bagianmu, saudara-saudara sewujudmu yang ada di luarmu, belahan-belahan jiwamu, demi mengutuhkan dirimu. Membersihkan jiwamu. Jaminan bagi terang petunjuk jalan dalam hatimu, menuju Sang Pusat Kehidupan.

Tanpa itu kau hanyalah serpihan-serpihan, terpecah-pecah, retak-retak di sana sini, menganga, penuh kerinduan tak terlipur, sedih, merana. Tak tahu jalan pulang.

Berperilakulah penuh cinta, penghormatan dan kerendahhatian, serta adab kepada mereka. Bersyukurlah kepada mereka.

Karena syukurmu pada mereka adalah syukurmu pada Sang Pusat Kehidupan. Pengejawantahan rindumu,  pendorong hasratmu untuk terbang kembali ke haribaan-Nya. Ke rumah asal kerinduanmu….

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Mizan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *