Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 27 August 2016

KHAS—Paugeraning Urip Kiai Semar: Ojo Dumeh, Eling lan Waspodo


IslamIndonesia.id—Paugeraning Urip Kiai Semar: Ojo Dumeh, Eling lan Waspodo

 

Mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita adanya sesanti atau petuah yang berbunyi, “Ojo dumeh, eling lan waspodo”, karena begitu seringnya para orangtua kita berpesan tentang paugeraning urip atau prinsip hidup tersebut kepada kita.

Prinsip ini adalah bekal manusia menghadapi ujian dan perjuangan hidup, selain dapat pula dijadikan senjata ampuh bagi para kesatria utama dalam menaklukan dirinya sendiri (jihadun nafs) dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu dumateng Gusti” dan pada akhirnya mampu “Hamemayu Hayuning Bawono”.

Inilah prinsip hidup sekaligus penyeimbang bagi jiwa kita, sehingga dalam kondisi dan situasi apapun kita akan tenang, tenteram, selamat ”rahayu”, tidak mudah panik dalam menghadapi masalah seberat apapun, sehingga dengan ketenangan itu pula akan lebih mudah bagi kita untuk segera menemukan solusinya.

Prinsip ini layak dijadikan pedoman karena merupakan salah satu sarana penting pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang sering kita lakukan. Karena dengan berpedoman padanya, kita akan menyadari, memahami dan dengan lebih mudah mentaati semua kaidah agama, budi pekerti, serta beragam aturan lainnya di tengah kehidupan manusia.

Bagaimana tidak, karena ojo dumeh yang kurang lebih maksudnya “jangan mentang-mentang” itu, adalah sebuah peringatan serius agar kita tidak larut dalam sikap jemawa, adigang, adigung, adiguna.

Dengan meneguhi prinsip hidup ojo dumeh ini, diharapkan kita mampu terhindar dari beberapa penyakit hati dan laku tercela di antaranya:

Mentang mentang kaya, sehingga kita menjadi sombong dan merasa semua hal dan segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.

Mentang mentang miskin, maka kita menjadi putus asa dan mengakibatkan kita mengumpat sana-sini, dan cenderung membenci mereka yang kaya.

Mentang-mentang punya jabatan dan sedang berkuasa, maka kita merasa seenaknya bisa memerintah, merendahkan bahkan menindas orang lain.

Mentang-mentang berilmu, maka kita cenderung menganggap orang lain bodoh dan bisa kita bodohi.

Mentang-mentang berwajah rupawan, maka kita suka berlagak sebagai yang paling layak terkenal dan menjadi idola, lalu menganggap orang lain tak pantas tampil ke permukaan, dan masih banyak lagi contoh sikap mentang-mentang lainnya.

Padahal para leluhur sudah berpesan, sebagaimana paugeraning urip yang diwasiatkan Kiai Semar bahwa: Sopo sing dumeh bakal keweleh. Sopo sing adigang bakal keplanggrang. Sopo sing adigung bakal kecemplung. Sopo sing adiguno bakal ciloko. Sopo sing becik bakal ketitik. Sopo sing olo bakal ketoro. Sopo sing salah bakale seleh. Sopo sing temen bakal tinemu.

Itulah hukum keadilan Tuhan yang pasti berlaku dalam kehidupan, dan tak sesiapapun dapat menghindar darinya.

Maka karena itu pula sebabnya kenapa kita dianjurkan untuk senantiasa bersikap eling, selalu ingat atau insyaf dalam segala keadaan.

Dengan bersikap demikian, maka kita akan tetap ingat akan kewajiban manembah marang Gusti, keharusan menyembah kepada Tuhan, sekaligus ingat akan nikmat-nikmat dan anugerah-Nya, kasih-sayang-Nya, di samping juga selalu ingat dan insyaf pada kesalahan, kekurangan, dosa-dosa dan pelanggaran yang telah kita lakukan agar kita tak merasa ujub di hadapan-Nya, melainkan dengan penuh kerendahan hati selalu berharap-harap cemas pada karunia dan ampunan-Nya.

Maka dengan sikap eling inilah diharapkan akan lahir budi utomo atau pekerti yang luhur sehingga kita menjadi manusia yang paling besar manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.

Selain eling, kita juga dituntut untuk selalu waspodo. Sebab waspada merupakan sebentuk kehati-hatian kita sebagai manusia dalam menjalankan hidup. Dengannya kita akan lebih teliti dalam memilih, lebih cermat dalam mengambil keputusan, bahkan akan memunculkan sikap wara’ dalam menjalani kehidupan sehari hari.

Waspada juga berarti berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku. Mampu membedakan dengan jelas dan terang, mana yang merupakan perintah dan mana yang merupakan larangan Tuhan, sehingga dengan modal kewaspadaan itu kita diharapkan akan selamat dalam perjalanan hidup ini.

Begitulah hendaknya dua prinsip ojo dumeh dan eling lan waspodo ini mesti dipahami secara utuh, dianggap sebagai satu kesatuan tak terpisahkan, karena keberadaan atau ketiadaan salah satunya akan saling mempengaruhi satu sama lain.

Pendek kata, dengan prinsip ojo dumeh, eling lan waspodo ini, kita diharapkan lebih mampu menjadi hamba sahaja yang pasrah dan yakin pada kekuasaan Tuhan, sekaligus hati-hati dan bijaksana di tengah manusia lain. Dengan kata lain, dengan prinsip itulah kita bakal mampu menjadi manusia yang tawadhu’ dan “bisa merasa” dan bukan sebaliknya justru sombong, mentang-mentang “merasa bisa”.

Hal ini sebagaimana telah dipesankan Kiai Semar, “Mulo ojo dumeh, kudu tansah eling lan waspodo. Sebab ono luwih, luwih soko ono. Kang kebak, luwih dening kebak. Kang suwung, luwih dening suwung. Kang pinter, luwih dening pinter. Kang sugih, luwih dening sugih…” dan seterusnya.

 

EH/IslamIndonesia

One response to “KHAS—Paugeraning Urip Kiai Semar: Ojo Dumeh, Eling lan Waspodo”

Leave a Reply to jok Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *