Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 04 February 2014

Waspada, Inilah Penyakit Paling berbahaya Bagi Seorang Muslim


mybabah.blogspot.com

“Bagi orang sakit, air manis terasa pahit di mulut.”—Imam Al Ghazali

 

Ada satu penyakit, yang menurut Imam al Ghazali sebagai salah satu penyakit paling membahayakan bagi seorang muslim. Bahkan, saking bahayanya, penyakit ini tidak cukup menyerang si empunya pada saat di dunia saja, tapi juga dikejarnya hingga ke akhirat.

Anehnya, meski penyakit ini menyerang si sakit dan merambah luas pada orang-orang di sekitarnya, namun banyak orang yang tidak menyadari kehadiran penyakit ini. Atau ada juga yang menyadari kehadirannya, namun tidak mau ambil pusing. Dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar lagi lumrah.

Penyakit ini memang sangat sulit untuk dikenali dan dideteksi. Sehingga, obatnya pun cukup sulit ditemukan. Bahkan, dalam karyanya, filsuf dan sufi abad keduabelas ini mengungkapkan, “Bagi orang sakit, air manis pun terasa pahit di mulut.”

Ya, orang yang mengidap penyakit jenis ini, mengira bahwa penyakitnya itu lebih manis daripada kesembuhannya. Sebab, kesembuhan yang diibaratkan air manis itu justru akan dirasakan sebagai sesuatu yang menyusahkan dengan ibarat rasa pahit.

Lantas, penyakit apakah yang dimaksud al Ghazali tersebut?

Menurut al Ghazali, penyakit yang paling berbahaya bagi seorang muslim adalah hadirnya sikap merasa.

Merasa pintar, merasa kaya, merasa paling beriman, merasa paling suci, merasa paling benar, merasa paling takwa, merasa paling sukses, merasa paling hina, merasa paling rendah, merasa paling memiliki, dan berbagai sikap merasa lainnya—yang berujung pada sikap merendahkan makhluk lain, yang mungkin saja jauh lebih mulia di hadapan Allah.

Sebab, dari sikap merasa inilah kemudian muncul penyakit lainnya yang juga berbahaya. Seperti sombong, riya, iri, dengki, hasud, ujub, fanatik golongan, dan berbagai penyakit hati lainnya.

Dengan sikap ini, muncul juga perasaan merendahkan orang lain dan menganggap dirinya memiliki kelebihan yang dibanggakan. Padahal, apa yang dibanggakan itu tak ubahnya seperti debu terseret angin lalu. Hilang tanpa bekas dengan hadirnya sikap merasa, seperti halnya Qarun saat menyanjung dirinya—yang kemudian dibinasakan akibat kesombongannya tersebut, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Al-Qashash: 78)

“Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (Qs. Al Baqarah: 10)

Manusia sesungguhnya tengah berdusta, saat di dalam dirinya timbul sikap merasa. Ketika merasa pintar, bukankah Allah ciptakan makhluk lain yang lebih pintar darinya? Ketika merasa paling kaya, bukankah ada yang lebih kaya dari kita? Ketika merasa paling hina, bukankah hanya Allah yang berhak menilai siapa yang paling hina, dan siapa yang paling takwa di antara kita?

Kita sebagai manusia biasa—yang segalanya serba terbatas ini tidak mampu menembus keilmuan Allah yang begitu luas. Bahkan, apa yang dianggap sebagai suatu kebenaran hari ini, belum tentu menjadi kebenaran di kemudian hari. Sebab, sesungguhnya, keilmuan kita lah yang terbatas dan belum mencapai pada tahap yang mungkin telah berhasil dicapai orang lain.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *