Satu Islam Untuk Semua

Monday, 16 October 2017

TANGGAPAN – Perihal Status Sayidina Ali sebagai Referensi HAM PBB


isamindonesia.id – TANGGAPAN – Perihal Status Sayidina Ali sebagai Referensi HAM PBB

Belum lama ini Redaksi menerima pertanyaan terkait sumber yang menyatakan status Khalifah keempat Sayidina Ali bin Abi Thalib sebagai referensi Hak Azasi Manusia dalam laporan Persatuan Bangsa-Bangsa. Pertanyaan ini menyusul terbitnya Kolom Islam Indonesia berjudul “Siapa Bertanggungjawab Menggelapkan Sayyidina Ali dari Sejarah Islam” yang ditulis oleh Syekh Hasan Farhan Maliki, ulama Arab Saudi.

Dari penelurusan Redaksi, sumber Syekh Hasan dapat dirujuk kepada rilis United Nations Development Programme  berjudul ‘Arab Human Development Report 2002’.  Selain dapat diakses langsung ke bagian publikasi PBB di New York, laporan resmi ini telah disebarkan ke berbagai negara dan dapat dengan mudah diakses dalam bentuk e-book via internet. Di antaranya via www.un.org/publications atau www. undp.org/rbas.

Screenshot_2017-10-16-11-53-07-469_com.google.android.apps.docs

Dalam laporan setebal 170 halaman lebih ini, PBB mencantumkan sejumlah pernyataan Sayidina Ali, mulai dari demokrasi, hubungan antara pemimpin dan rakyat, hak azasi manusia hingga terkait pemberdayaan sosial-ekonomi. Di antaranya ialah pesan Sayidina Ali kepada Gubernur Mesir Malik Al Asytar yang berkata, “Perhatianmu pada pengelolaan tanah harus lebih besar daripada penarikan pajak. Siapa yang hanya menuntut penerimaan pajak tanpa memperhatikan pengelolaan tanah, ia telah menghancurkan rakyat dan negara.”

Laporan PBB juga mengingatkan pesan Sayidina Ali tentang pentingnya penegakan hukum yang adil, memperhatikan hak semua pihak yang terlibat, dan potensi penyelewengan penegak hukum. “Pilihlah orang tebaik dari rakyatmu untuk menjadi Ketua Mahkamah. Pilihlah dari mereka yang telah terbebas dari godaan urusan rumah tangga, tidak dapat ditakuti-takuti, tidak pernah memutus sebelum mengetahui seluruh fakta, sabar dalam memeriksa fakta baru, menetapkan keputusan secara jelas, tidak gelisah atas argumen pengacara, tidak egois, dan tidak bersuka ria atas kedudukannya.”

Kepada gubernurnya, Sayidina Ali mengingatkan bahwa, “Siapa yang terpilih sebagai pemimpin bagi rakyat, harus mulai mendidik dirinya sebelum mengajari orang lain. Pemimpin harus menjadikan dirinya contoh sebelum ia menyampaikan kata-kata kepada orang lain.”

Menurut penulis kontemporer Amerika, Michael Hamilton Morgan, dalam bukunya berjudul Lost History: The Enduring Legacy of Muslim Scientists, kita akan menemukan kekagumannya yang luar biasa terhadap kebijaksanaan seorang penguasa bernama Ali bin Abi Thalib. Hal itu tercermin ketika Morgan menjelaskan surat-surat Ali pada gubernur-gubernurnya, di antaranya surat panjang dia kepada Malik Al Asytar di Mesir. Surat-surat itu juga menekankan pada mereka untuk memperlakukan warganya yang non-Muslim dengan semangat keadilan dan kesetaraan dalam hak dan kewajiban.

“Wahai Malik,” kata Sayidina Ali kepada Sang Gubernur.  “Sesungguhnya manusia itu ada dua tipe: Jika dia bukan saudaramu seagama, dia saudaramu dalam kemanusiaan.”

Setelah melewati berbagai diskusi dan kajian, kata Syekh Hasan, akhirnya pesan itu masuk nominasi untuk dijadikan salah satu sumber hukum dunia. Puncaknya pemungutan suara memutuskan pesan itu sebagai salah satu dasar hukum positif.

Menurut laporan PBB, setidaknya per tahun 2002, masih banyak negara-negara Arab yang tertinggal dari negara lain dalam hal demokrasi, representasi warga dalam politik, partisipasi perempuan di ruang publik, hingga pengembangan ilmu pengetahuan. PBB berharap para pemimpin di dunia Arab dapat mengambil pelajaran dari sosok Sayidina Ali, khususnya dalam  hal menegakkan keadilan, menjalankan demokrasi, dan mendorong pengembangan ilmu pengetahuan. []

YS/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *