Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 30 November 2016

Revisi UU ITE Resmi Berlaku 28/11, Penyebar Hoax Bisa Kena 4 Tahun Penjara


islamindonesia.id – Revisi UU ITE Resmi Berlaku 28/11, Penyebar Hoax Bisa Kena 4 Tahun Penjara

 

Kasubdit IT & Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Himawan Bayu Aji memberikan tips kepada netizen agar tidak mudah menjadi penyebar berita palsu atau hoax.

Agar tidak menjadi salah satu pelaku dari penyebaran berita-berita hoax, Himawan mengingatkan para pengguna media sosial agar lebih bijak dalam menyebarkan informasi yang diterimanya.

“Kalau dapat berita, tolong dianalisa dulu apakah informasi tersebut benar atau tidak. Cek juga sumbernya, apakah dari media online yang valid atau bukan,” ujar Himawan.

Kalaupun berita tersebut memang benar, baiknya dipikirkan dahulu apakah informasi itu memang layak untuk dibagikan. Kalau hanya akan menimbulkan sesuatu yang negatif, lebih baik ditinggalkan saja.

“Harus hati-hati dalam menyebarkan sebuah berita. Kalau ternyata itu berita bohong, si penyebar berita bisa kena pidana. Think before click or share,” katanya mengingatkan.

Semua institusi yang berkaitan dengan siber menurutnya juga perlu melakukan edukasi kepada masyarakat pengguna media sosial, sehingga perkembangan teknologi informasi ini tidak hanya dirasakan dari sisi negatifnya saja. Karena sebetulnya ada banyak hal positif yang bisa didapatkan dari penggunaan media sosial.

Lebih lanjut Kepolisian Republik Indonesia meminta masyarakat tidak langsung mempercayai dan menyebarkan pesan berantai melalui perangkat elektronik karena bila ternyata pesan tersebut tidak benar, bohong, maka penyebarnya bisa dikenai sanksi pidana.

“Bagi Anda yang suka mengirimkan kabar bohong (hoax), atau bahkan sekadar iseng mendistribusikan (forward), harap berhati-hati. Ancamannya tidak main-main, bisa kena pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Pol Rikwanto, dalam pesan singkat diterima di Jakarta, Minggu (20/11/2016) lalu.

Menurutnya, pelaku penyebar kabar atau berita bohong bisa dianggap melanggar Pasal 28 Ayat 1 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Di dalam pasal UU ITE ini disebutkan: “Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.”

“Jadi, setiap orang harus berhati-hati dalam menyebarkan pesan berantai lewat perangkat elektronik. Sekarang banyak SMS, maupun surat elektronik (email) hoax yang berseliweran,” katanya.

Perwira menengah ini berharap masyarakat tidak menyebarkan pesan bernada provokasi dalam rangkaian Pilkada Serentak ini.

“Tolong jangan sembarangan mem-forward (meneruskan) kabar yang belum tentu benar atau hoax karena bisa memperkeruh suasana. Yang mem-forward, disadari atau tidak, juga bisa kena (pidana) karena dianggap turut mendistribusikan kabar bohong,” katanya.

Ia berpesan bila masyarakat menerima kabar bohong agar melaporkannya ke pihak berwajib.

“Laporkan saja kepada polisi. Pesan hoax harus dilaporkan ke pihak berwajib karena sudah masuk dalam delik hukum,” katanya. “Setelah laporan diproses oleh pihak kepolisian, polisi akan melakukan penyidikan dengan bekerja sama dengan Kemkominfo dan segenap operator telekomunikasi.”

Sekadar diketahui, Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 27 Oktober 2016.

Berdasar UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 73, suatu RUU disahkan melalui tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari setelah disetujui DPR dan Presiden. Maka kini, pada 28 November 2016, atau 30 hari setelah DPR menyetujui hasil RUU tersebut, maka RUU itu mulai berlaku sebagai UU.

“Persetujuan DPR dengan Pemerintah untuk RUU ITE sudah dilakukan pada 27 Oktober, 30 harinya berarti hari ini harus sudah dinomori di Sekretariat Negara,” kata kata Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RUU ITE, Henry Subiakto melalui pesan singkat, Senin (28/11/2016).

Lantas, perubahan atau revisi apa saja yang terdapat dalam UU ITE tersebut? Setidaknya ada empat perubahan signifikan dalam UU ITE yang telah direvisi.

Perubahan pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan atau “the right to be forgotten”. Hak tersebut ditambahkan pada Pasal 26.

Intinya, tambahan pasal ini mengizinkan seseorang untuk mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, tetapi diangkat kembali.

Salah satu contohnya, seorang yang sudah terbukti tidak bersalah di pengadilan, berhak mengajukan permintaan agar berita pemberitaan tentang dirinya yang menjadi tersangka dihapus.

Perubahan kedua, adanya penambahan ayat baru pada Pasal 40. Pada ayat ini, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi melanggar undang-undang.

Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika ada situs berita resmi yang dianggap melanggar UU tersebut, penyelesaiannya akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers.

Apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media, pemerintah bisa langsung memblokirnya.

Perubahan ketiga, menyangkut tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan.

UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.

Perubahan keempat, menyangkut pemotongan masa hukuman dan denda. Ancaman hukuman penjara diturunkan dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.

Hukuman denda berupa uang juga diturunkan. Dari awalnya maksimal Rp 1 miliar, menjadi Rp 750 juta. Selain itu juga menurunkan ancaman pidana kekerasan Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *