Ramadhan di Aceh, Warga Berburu Berkah ‘Sambel Akhirat’

Puluhan rak dan meja tertata rapi di sepanjang lorong kecil di pasar Peunayong, Banda Aceh. Barisan penjual sore itu memajang aneka jajanan segar jelang buka puasa: es buah, kelapa, air tebu, kue-kue basah.
Tapi dari puluhan sajian berbuka di salah satu pasar paling ramai di pusat kota itu, nyaris tak ada yang mengalahkan kepopuleran Lambai, sambel khas masyarakat Pidie.
Di setiap Ramadhan, inilah salah satu panganan yang paling diburu warga. Pasalnya, Lambai, atau kerap disebut sambai petplohpet (Sambel 44), sangat sulit didapati pada hari-hari biasa di luar Ramadhan.
“Kalau bukan bulan puasa ya tidak ada yang jual. Jadi saya khusus kemari untuk membeli sambel ini saja,” kata Tati, salah seorang pembeli, ke seorang reporter Islam Indonesia awal pekan ini.
Di pasar, Nisa (20) sibuk melayani pembeli yang berburu Lambai untuk berbuka hari itu. Gadis asal Peulanggahan ini bercerita kalau setiap tahun, dia dan ibunya rutin berjualan makanan khas orang Aceh ini. Lambai pun dibuatnya bersama sang ibu dan dijual di sore hari selama Ramadhan. Untuk satu bungkus kecil, dia menjualnya Rp 5.000.
“Di luar bulan puasa, kami tak menjual Lambai, khusus Ramadhan saja,” katanya.
Pedagang lainnya, Samsidar (43), bercerita hal senada. Sambel Lambai hanya ada di bulan puasa lantaran salah satu bahan bakunya, yaitu daun peugaga, hanya tumbuh menjelang bulan puasa. “Daun ini hanya mau tumbuh saat dekat puasa saja,” katanya.
Aslinya, lambai terbuat dari ramuan 44 daun dan rempah yang dapat ditemukan di hutan atau di pekarangan rumah sendiri. Tapi seiring tahun, hanya sebagian dari jenis dedaun tradisonal itu yang bisa mudah ditemukan. Jika dulu orang Aceh mudah meracik Lambai dari 44 dedaunan, kini hanya daun tertentu saja yang bisa ditemukan.
Di antara daun yang masih dipakai untuk membuat lambai adalah daun peugaga, daun jeruk perut, daun delima, dan daun kedondong. Dedaunan itu dicuci bersih kemudian dicacah sampai halus.
Selanjutnya hasil cacahan dilumuri kelapa gongseng yang sudah diaduk bersama irisan bawang merah, cabai merah, cabai rawit, akar serai, dan sedikit asam sunti yang juga sudah dihaluskan terlebih dulu.
Bagi orang Aceh, Lambai bukan sekedar sambel pelengkap selera. Ada khasiat lain dari sambel yang dipercaya baik untuk kesehatan. Dari cerita orang tua, dedaunan dalam lambai dipercaya bakal bersaksi di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Tak hanya itu, bagi sebagian orang tua, mereka menyukai lambai karena rasanya yang khas. Meski daun ini tidak dimasak atau direbus, namun rasa khas dari masakan ini yang membuat orang tertarik untuk menikmatinya. “Orang-orang tua semua suka. Rasanya enak,” kata Samsidar di akhir pembicaraan.***
Nurul Fajri/Islam Indonesia
Leave a Reply