Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 25 January 2018

Quraish Shihab: Islam itu Soal Substansi


islamindonesia.id –Quraish Shihab: Islam itu Soal Substansi

 

Video wawancara Najwa Shihab dengan ayahandanya yang diunggah pada 22 Januari 2018 lalu telah ditonton oleh 30,378 viewers. Wawancara ini dibagi dalam beberapa potongan video pendek. Namun video Part 3, yang bejudul “Al-Quran Bicara Bumi Datar” justru yang paling banyak ditonton oleh para netizen. Video berdurasi 6 menit 27 detik ini menjawab berbagai tema krusial yang diperdebatkan masyarakat. Beberapa diantaranya tentang teknologi, tentang bumi datar, hingga masalah air kencing unta dan vaksin.

Video ini dikometari lebih dari 200 netizen, dan umumnya menyambut positif jawaban-jawaban Quraish Shihab. Dalam wawancara tersebut, Ahli Tafsir Alquran ini memang menjawab pertanyaan dengan sangat lugas dan jernih.

Salah satu contohnya, adalah ketika beliau menjawab perdebatan di tengah masyarakat tentang apakah bumi datar ataukah bulat menurut Al-Quran? Beliau menjawab dengan lugas bahwa kata yang digunakan oleh ayat yang dimaksud tidak menggunakan kata khalaqah yang artinya menciptakan. Tapi menggunakan kata ja’alah,  yang artinya menjadikan. Ini dua hal yang berbeda menurut beliau.

Disinilah justru dibutuhkan ketelitian itu. Allah menciptakan (khalaqah) bumi itu bulat atau lonjong, “tapi dijadikan (ja’alah) untuk manusia yang hidup di permukaan bumi ini terus datar,” tegasnya.

Tapi landasan berpikir dari semua jawaban yang lugas tersebut justru dijelaskan di Part 1 wawancara ini, yang berjudul “Islam Segala Zaman”. Video dengan durasi 7 menit 6 detik ini menyuguhkan kerangka dasar pemikiran tentang bagaimana memahami agama ini seharusnya.

Dalam wawancara tersebut, Najwa Shihab memulai dengan mengutip pertanyaan dari Netizen yang bertanya, “mengapa judulnya Islam Segala Zaman? Karenakan Islam agama yang diturunkan pada zaman Nabi? kok bisa Islam dikatakan adalah Agama segala zaman?”

Terkait hal ini, Penulis Tafsir Al Misbah ini menjawab, yang pertama, Nabi pernah bersabda, “Tuhan akan mengutus kepada ummat ini siapa yang memperbaharui ajaran-ajaran (dalam arti rincian ajaran agama ini) tiap seratus tahun,”. Artinya setiap waktu yang lama begitu ada kebutuhan.

Kedua, Islam menganjurkan untuk melakukan apa yang dinamakan Ijtihad. Ijtihad itu adalah upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk mencari mengapa hukum-hukum ini ditetapkan. Sehingga kalau sudah diketahui sebabnya, kita bisa melihat apakah sebab itu masih ada sekarang atau sudah berubah? Kalau sudah berubah, maka hukum akan berubah.

Ketiga, sebenarnya yang berubah itu, atau yang banyak berubah itu adalah bentuk, bukan substansi. Beliau mencontohkan, sejak dulu orang makan, tapi bentuk makannya dan cara pengolahannya berubah. Dalam banyak hal, agama ini menetapkan substansi, bukan menetapkan bentuk. Masjid silahkan mau bentuk apa saja, tapi substansinya tempat itu harus bersih dan bisa digunakan untuk sholat. Bahkan seandainya bangunan Ka’bah yang ada di Makkah itu dipindahkan ke Jakarta, kiblat kaum Muslimin tidak lantas menghadap ke Jakarta. Karena bagaimanapun itu hanya bentuk.

Keempat, Islam mempunyai apa yang bisa dinamakan hak veto. Yaitu apabila satu ajarannya menjadi berat, maka ajaran itu bisa gugur atau terganti dengan yang lain. Sebagai contoh, orang yang tidak memiliki biaya untuk berangkat haji, maka kewajibannya akan gugur. Karena prinsipnya, agama ciptaan Tuhan. Keberagamaan adalah sikap manusia. Keberagamaan itu dibawah keduduk kemanusiaan. Sehingga kalau ada keberagamaan yang mengganggu kemanusiaan, maka bisa jadi kewajiban keberagamaan itu menjadi gugur. Sehingga Islam bisa selalu sesuai kapan saja di segala zaman. Karena agama sesuatu ajaran dari Tuhan, dan menjunjung tinggi kemanusiaan manusia.

Setelah menjelaskan keempat dasar pemikiran tersebut, wawancara ini mulai memasuki satu persatu tema yang terjadi di masyarakat, mulai dari zaman Nabi hingga hari ini.

Terkait niscaya berubah-ubahnya bentuk dan hubungannya dengan substansi yang tetap ini, sahabat Gus Mus ini mengatakan, bahkan hal itu sudah terjadi sejak zaman Nabi. Sebagai contoh, tentang ziarah kubur. Pada masa awal kedatangan Islam, Nabi melarang masyarakat untuk datang ke kuburan disebabkan di tempat itu mereka meminta pemenuhan hajatnya pada orang mati, bukan Allah SWT. Tapi begitu syiar Islam sudah menyebar dan masyarakat sudah menyadari substansi ajaran Islam, Rasul justru menganjurkan masyarakat untuk berziarah, salah satunya untuk mengingat kematian.

Contoh lain, Rasul tidak pernah membuat Mushaf Al-Quran. Namun Abu Bakar justru membuatnya, (setelah melihat begitu banyak para penghapal Al-Quran yang gugur dalam pertempuran). Demikian juga dengan Khalifah Utsman yang menyatukan sistem bacaan Alquran. Semua itu secara subtansi untuk menjaga Alquran. Terkait bentuknya bisa bermacam-macam tergantung kebutuhan dan demi kemaslahatan. Ini sebabnya Islam selalu sesuai untuk semua zaman.

Diakhir wawancara lulusan terbaik Universitas Al Azhar ini mengatakan, bahwa yang perlu dicamkan adalah, “Islam itu soal substansi, dan tidak terikat terlalu ketat dengan bentuk-bentuk”.

AL/IslamIndonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *