Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 14 October 2015

PUISI Gus Mus – Selamat Tahun Baru


Selamat Tahun Baru Kawan

Kawan, sudah tahun baru lagi

Belum juga tibakah saatnya kita menunduk?

Memandang diri sendiri?
bercermin firman Tuhan sebelum kita dihisabnya?
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya?
Musliminkah? Mukminin? Muttaqin? Khalifah Allah? Umat Muhammad-kah kita?

Khaira ummatin
kah kita? atau kita sama saja dengan makhluk lain?
atau bahkan lebih rendah lagi?

Hanya budak-budak perut dan kelamin

Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan, lebih pipih dari kain rok perempuan

Betapapun tersiksa, kita Khusyuk di depan massa dan tiba-tiba buas dan binal justru di saat sendiri bersama-Nya

Syahadat kita rasanya seperti perut bedug, atau pernyataan setia pegawai rendahan, kosong tak berdaya

Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam Ibu-ibu, lebih cepat dari pada menghirup kopi panas dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda

Do’a kita sesudahnya justru lebih serius kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di surga

Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadual makan minum dan saat istirahat tanpa menggeser acara buat syahwat

Ketika datang lapar atau haus; kitapun menggut-manggut “Oh beginikah rasanya” dan kita sudah merasa memikirkan saudara-saudara kita yang melarat

Zakat kita jauh lebih berat terasa dibanding tukang becak melepas penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia

Kalaupun terkeluarkan harapanpun tanpa ukuran, upaya-upaya Tuhan menggantinya beripat ganda

Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material

Membuang uang kecil dan dosa besar, lalu pulang membawa label suci asli made in Saudi.. HAJI

Kawan, lalu bagaimana, bilamana dan berapa lama kita bersamaNya?

Atau kita justru sibuk menjalankan tugas mengatur bumi seisinya

Mensiasati dunia sebagai khalifahnya

Kawan, tak terasa kita semakin pintar

Mungkin kedudukan kita sebagai khalifah mempercepat proses kematangan kita, paling tidak kita semakin pintar berdalih

Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan

Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran

Melacur dan menipu demi keselamatan

Memamerkan kekayaan demi mensyukuri kenikmatan

Memukul dan mencaci demi pendidikan

Berbuat semuanya demi kemerdekaan

Tidak berbuat apa-apa demi ketentraman

Membiarkan kemungkaran demi kedamaian

Pendek kata, demi semua yang baik, halallah semua sampaipun yang paling tidak baik

Lalu bagaimana para cendikiawan dan seniman?

Para mubaligh dan kiai penyambung lidah Nabi?

Jangan ganggu mereka

Para cendikiawan sedang memikirkan segalanya

Para seniman sedang merenungkan apa saja

Para muballigh sedang sibuk berteriak kemana-mana

Para kiai sedang sibuk berfatwa dan berdo’a

Para pemimpin sedang mengatur semuanya

Biarkan mereka di atas sana

Menikmati dan meratapi nasib dan persoalan mereka sendiri

Kawan, selamat tahun baru

Belum juga tibakah saatnya kita menunduk dan memandang diri sendiri?

Sumber: Antologi Puisi Tadarus Gus Mus, 5 Desember 2013.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *