Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 16 January 2014

Perda Bulukumba, Dilema Pancasila


wekojati.wordpress.com

“Dari pada jadi masalah, saya pakai jilbab itu dengan terpaksa,”–Maria

 

Toleransi beragama yang dicita-citakan Pancasila pada negeri ini, tampaknya belum bisa maksimal. Betapa tidak, peraturan daerah (Perda) yang seharusnya dapat merangkul semua kalangan umat beragama, justru hadir seolah memasung kebebasan warganya.

Bulukumba misalnya. Atas nama keseragaman, Pemkab Bulukumba melalui Perda-nya telah memberlakukan aturan agar semua perempuan yang berada di wilayah tersebut diharuskan memakai jilbab, tanpa terkecuali wanita nonmuslim.

Tak ayal, atas diberlakukannya Perda ini, perempuan nonmuslim banyak yang merasa dipaksa, Maria salah satunya.

Perempuan asli Tasik yang pada waktu itu mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan kader-kader kesehatan se-kecamatan di Desa Garuntungan, Kecamatan Kindang, Bulukumba, mengaku secara mendadak dicegah panitia masuk ruangan dikarenakan tidak memakai jilbab.

“Dari pada jadi masalah, saya pakai jilbab itu dengan terpaksa,” katanya seperti dikutip indonesiamedia.com.

Peraturan tersebut bahkan dianggap perlu, karena Perda tersebut merupakan ciri khas daerah Bulukumba. Apalagi, daerah ini lebih dikenal dengan penegakan syariat Islam, sehingga harus difungsikan. Hal ini seperti diungkapkan Andi Edy Manaf, Wakil Ketua DPRD Bulukumba.

“Kami apresiasi karena bupati telah mengeluarkan surat edaran penggunaan muslimah bagi pegawai dan karyawan,” ucap Edy, seperti dikutip dari sindonews.com pertengahan tahun lalu.

Akan tetapi, banyak kalangan menyayangkan diberlakukannya Perda ini. Salah satunya, anggota Komnas Perempuan Ninik Rahayu pada seminar bertajuk “Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender” di Jakarta, Kamis (16/1/14) seperti dikutip dari Yahoo.com.

“Bahkan (pemeluk) agama yang minoritas juga sampai jilbab. Itu `kan luar biasa dampaknya,” katanya.

Pihaknya menilai peraturan daerah seperti itu bertentangan dengan konstitusi. Terlebih karena tata cara berpakaian merupakan hak dan kebebasan setiap individu.

“Jadi dipaksa berjilbab atau melarang berjilbab itu sebetulnya yang tidak boleh dilakukan. Karena ini kebutuhan individual bukan kebutuhan publik,” katanya seperti

Oleh karena itu, ia dan segenap jajaran di Komnas Perempuan mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) demi terciptanya kondisi yang lebih baik terutama bagi kaum perempuan.

Sumber: sindonews.com/yahoo.com/indonesiamedia.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *