Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 14 October 2014

Pengajian Kebangsaan Kuatkan Islam Indonesia


Semakin tingginya intoleransi dan merebaknya gerakan-gerakan radikal fundamentalis membuat Indonesia rawan untuk dipecah belah layaknya negara-negara Timur Tengah. Gerakan-gerakan  yang mengatasnamakan Islam yang paling murni itu kerap kali melakukan intervensi bahkan tak jarang dengan kekerasan terhadap umat lain di luar kelompoknya. Kasus ricuh dalam demo FPI terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok menjadi bukti paling nyata.

Guna menangkal merebaknya peristiwa-peristiwa sejenis di berbagai daerah, Ketua PCNU Demak KH Musadad Syarif mengatakan perlunya diadakan pengajian kebangsaan secara gencar di berbagai wilayah Indonesia. Menurutnya, pengajian kebangsaan itu perlu dilakukan karena NU dan beberapa organisasi sejenis seperti Muhammadiyah mempunyai kepentingan menjaga NKRI.

Selain itu, KH Musadad juga menerangkan tentang perbedaan Indonesia Islam dan Islam Indonesia. Menurutnya, bagi orang Indonesia yang Islam, Islam sebagai ajaran agama. Sedangkan Islam Indonesia adalah Islam yang rahmatan lil alamin, yaitu Islam yang menghargai kultur bangsa.

Ia mencontohkan tahlil yang merupakan produk budaya. Karena produk budaya, tidak lantas dimusnahkan namun tetap menguri-nguri budaya tersebut dengan diisi bacaan Qur’an, tahlil, tahmid, tasbih, dan doa. Hal itu dikemukakannya sejalan dengan dakwah bil hikmah wal mauidhoh hasanah. “Dakwah jelas tidak dilakukan dengan membabi buta seperti yang dilakukan kelompok Islamic State (IS) yang ada di Irak maupun Suriah,” lanjutnya.

Sejak dulu, sambungnya, NU bersama organisasi Islam lain yang cinta NKRI berada di garda depan menolak kelompok-kelompok yang ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam. Seperti tidak sepakat dengan gerakan NII dan semacamnya. “NU lebih condong menjalin hubungan sesama muslim-ukhuwah Islamiyah, menjalin keutuhan berbangsa dan bernegara—ukhuwah wathaniyah. Saya yakin, organisasi-organisasi Islam yang sejalan dengan NU juga menginginkan hal seperti itu,” ujarnya.

Senada dengan KH Musadad,  Kiai asal Buntet Cirebon, KH Muhammad Abbas Fuad Hasyim menegaskan Islam menjadi agama yang kuat sebab mengakomodir budaya. Menurutnya, sebagian besar budaya berasal dari Hindu dan Budha. Hal itu sebagai perayaan simbol, tata cara kehidupan dan juga spiritual. Ia menyontohkan, di India setiap Minggu orang-orang mengenakan peci dan sarung kotak-kotak dan masuk ke Pura/ Mandir.

Lalu Islam di Indonesia, menghilangkan ideologi, deideologisasi dan mengasimilasi budaya tersebut. Alhasil, muslim di Demak maupun di Cirebon yang mengenakan peci dan sarung menjadi simbol Islam. Kiai asal Buntet Cirebon itu menegaskan Idul Adha adalah produk jahiliyah. Momen itu adalah waktu menyembelih hewan yang darahnya untuk berhala-berhala mereka. “Oleh rasul melalui wahyu Allah budaya jahiliyah ini diganti dengan shalat dua rekaat dan menyembelih hewan qurban,” terangnya.

Hal itu tentu berbeda dengan negara-negara yang pernah mengalami zaman keemasan Islam. Negara-negara itu mudah hancur lebur hanya dalam waktu tidak lama. Spanyol, misalnya mengalami keemasan dalam kurun waktu 800 tahun. Setelah dijajah bangsa Tartar 2 tahun kemudian hancur berkeping-keping.

Kenapa bisa demikian? Kiai Abbas menjelaskan karena Islam hanya sekadar nilai dan ajaran. Antara agama dan budaya terpisah. Gus Dur sebutnya pernah mengingatkan Islam jangan hanya sebagai kekuatan politik. Lebih dari Islam harus ditopang dengan kekuatan budaya dan adat istiadat. Jika Islam sudah ditopang dengan budaya yang kuat ia yakin Islam akan tetap kuat sampai kapan pun.

(Wahyu/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *