Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 02 January 2014

Peneliti Jepang Kunjungi Rumah Tahfiz Al Azmy


Rumah Tahfizh al-Azmy Bogor di Kampung Pondokmiri, Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (28/12), mendapat kunjungan tamu istimewa, seorang peneliti dari Jepang, Prof Hisanori Kato.

Peneliti berusia 49 tahun itu datang ke Rumah Tahfdiz al-Azmy didampingi Wakil Direktur PPPA Daarul Quran Sunaryo Adhiatmoko dan Manager Area PPPA Daarul Quran Jawa Tengah Wahyu Efendy.Kato yang merupakan alumnus Universitas Hosei Tokyo dan The School of Studies in Religion, University of Sydney, Australia, ini pernah meneliti peran agama Islam dalam pembentukan masyarakat demokratis di Indonesia.

 Menurutnya, Islam adalah sistem yang dapat membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. “Saya percaya fakta itu,” kata sosok yang pernah bermukim lama di Indonesia sejak 1991 itu saat berdialog dengan pengelola dan santri Rumah Tahfidz al-Azmy.

Profesor termuda di Osaka tersebut menuangkan pengalaman dan kesannya tentang Indonesia dalam buku Kangen Indonesia: Indonesia di Mata Orang Jepang (2013). Buku yang diterbitkan Gramedia ini sudah cetak ulang dua kali.

Sosok yang pernah mengajar bahasa Jepang di Jakarta International School selama 1991-1994 dan Universitas Nasional Jakarta ini pun kini tertarik meneliti Rumah Tahfiz yang digagas Daarul Quran. Ketertarikan tersebut muncul usai berdialog dengan Ustaz Yusuf Mansur.

Bahkan, tingginya intensitas mengkaji Islam tersebut sampai pada tahap tertarik terhadap agama samawi itu. “Meski saya belum masuk Islam,” kata Kato yang mengaku beragama Buddha. Mendapat penjelasan tentang kegiatan Rumah Tahfiz dari pembimbing al-Azmy, Ustaz Muslihan Bashri, pria sederhana yang berasal dari Kamakura, Jepang, ini merasa kagum.

Misalnya, para santri yang memulai kegiatan harian sejak pukul 04.00 WIB.Pemandangan yang mustahil ditemukan di negaranya. “Mana bisa anak-anak bangun subuh,” ujar Kato yang kini pengajar dan peneliti di Osaka Butsuryo College di Osaka, Jepang. Generasi belia Jepang masa kini, ia melanjutkan, sudah asyik dengan game digital ketimbang membaca.

Kato juga merasa respek terhadap keramahan kaum Muslimin Indonesia, termasuk para tokoh Islam yang selama ini dicitrakan sebagai radikal. Peneliti yang bersahabat dengan Prof Amien Rais, Ismail Yusanto (Jubir HTI), Habib Riziq Shihab (FPI), Abu Bakar Baasyir (JAT), Yusuf Mansur, dan lain-lain ini membandingkan dengan sikap orang Jepang yang sulit bergaul dengan bangsa lain.“Arigato, saya yang non-Islam diterima dengan baik di sini,” kata Hisanori Kato sambil sedikit membungkukkan badan.

Dalam dialog dengan para santri al-Azmy, anggota dewan kehormatan Centre of Asia Studies yang bermarkas di Indonesia itu menanyakan motivasi mereka mengikuti program Rumah Tahfidz dan menghafal Alquran. Para santri rumah tahfiz, seperti Adelia dan Ghufran, mengaku motif menghafal Kitab Suci agar selamat dunia dan akhirat. Jawaban itu terkonfirmasi ketika Kato menanyai cita-cita anak masing-masing.

Penasihat Pemkot Sakai, Osaka, tersebut tak menyangka mendengar jawaban polos para santri.Ternyata selain menjadi penghafal Alquran, anak-anak juga ada yang ingin menjadi pengusaha restoran, pebisnis kuliner, atlet badminton, hingga menjadi pelukis. “Bagus, bagus,” komentar Kato sambil manggut-manggut.

Ia lalu bertanya, apakah kegiatan Rumah Tahfiz tidak mengganggu belajar di sekolah. “Sedikit mengantuk kalau pagi,” ujar Syauqi sambil tersenyum. Yang Kato heran, ternyata prestasi akademik anak-anak bukannya menurun, melainkan meningkat setelah mengikuti program tahfiz.

Pengasuh al-Azmy, Sunaryo, menukilkan firman Allah SWT surah al-Baqarah ayat 282 bahwa siapa pun yang bertakwa akan mendapat limpahan ilmu dari Sang Pencipta. Fokus pada dunia saja maka akhirat tertinggal. “Mengejar akhirat, dunia didapat,” katanya.

Di pengujung dialog, pengelola dan santri al-Azmy berdoa agar Hisanori Kato dilimpahkan hidayah.

 

Sumber: ROl

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *