Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 14 May 2016

OPINI – Agama untuk Siapa?


IslamIndonesia.id – OPINI — Agama untuk Siapa?

 

Oleh Abdillah Toha

 

Ada pertanyaan fundamental yang perlu dicari jawabnya. Apa itu? Pertama, apakah agama  diciptakan dan diwahyukan untuk Allah atau untuk kepentingan manusia? Jawabnya jelas untuk manusia karena Allah yang maha berkecukupan, tidak memerlukan siapapun dan apapun, termasuk tidak memerlukan agama. Kalau begitu, pertanyaan berikutnya, agama diciptakan untuk kehidupan di dunia atau di akhirat? Karena agama boleh dibilang sebagai suatu set aturan ibadah dan moral, sedang di akhirat tidak ada taklif (paksaan, aturan, pembatasan, ibadah, dan sebagainya), kesimpulan yang bisa diambil bahwa agama dibuat untuk kehidupan disini dan kini. Kalaupun ditambah “sebagai persiapan untuk kehidupan di akhirat”, tetap saja itu berarti agama diciptakan untuk kehidupan di dunia.

Islam mengajarkan bahwa manusia dan jin diciptakan semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Sekali lagi kita bertanya, ibadah itu untuk (kepentingan) Allah atau untuk kepentingan kita. Bila kita sepakat bahwa ibadah utk kepentingan kita berarti agar kita disini dan kini menjadi manusia yang utuh secara spiritual, moral, dan sosial. Dengan demikian apakah tidak keliru membagi ibadah dalam dua kategori ibadah mahdhah (ubudiyah) seperti sholat, puasa, dan sejenisnya serta  ibadah muamalah seperti sedekah, membagi ilmu, menolong orang sakit dan lainnya. Bukankah kedua bentuk ibadah itu muaranya dan tujuannya satu, yakni menjadikan kita manusia yang lebih utuh dan lebih baik? Lebih baik untuk siapa? Untuk diri dan lingkungan kita disini dan kini.

Masalah timbul ketika orang memisahkan antara kedua jenis ibadah itu sehingga tekanan diberikan pada ibadah ritual seperti sholat, puasa, haji, umrah, dsb. Diriwayatkan ada hadis yang sering kita dengar bahwa yang pertama kali akan disoal di akhirat nanti adalah sholat kita. Apakah hadis ini kuat sanadnya? Kalau jawabnya ya, apakah yang dimaksud sholat kita yang mekanikal yang akan dinilai atau “makna” dan tujuan dari sholat yang kita terjemahkan kedalam perilaku kita sehari-hari di bumi ini? Jelas bukan sholat yang mekanikal yang akan disoal di akhirat tetapi sholat yang membawa perubahan positif bagi perilaku kita. Dari sini, bila kita sepakat bahwa agama tiada lain tujuannya untuk memperbaiki dan meninggikan derajat kemanusiaan kita di bumi, maka agama akan berjaya dan  akan menjadi pegangan yang berharga bagi  manusia. Agama akan menjadi pembimbing bagi perbaikan kehidupan kemanusiaan.

Pada salah satu pengajian oleh guru saya Prof. Dr. Quraish Shihab, pernah beliau menjelaskan mengapa Allah mencipta Adam di surga, baru kemudian diturunkan ke dunia. Mengapa tidak langsung diciptakan di bumi. Jawabnya, karena Allah memberi kesempatan kepada Adam untuk melihat  surga terlebih dahulu agar nanti di bumi sebagai khalifah Allah dapat menciptakan kehidupan surgawi di dunia, yakni kehidupan yang makmur, subur, damai, bebas dari kelaparan, ketakutan, dan kemiskinan. Itulah tugas utama khalifah Allah di bumi dan itulah pula esensi dari beragama.

Agama dalam bahasa Arab disebut sebagai Ad-Din (atau Al-Din). Din dapat juga diartikan sebagai cara hidup (way of life). Suatu sistem, pedoman hidup, dan juga peraturan-peraturan yang menyeluruh tentang tata cara hidup yang benar. Sekali lagi, yang dimaksud dengan hidup adalah kehidupan disini dan kini. Islam adalah Ad Din yang telah diwahyukan Allah kepada Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi semesta alam. Ia adalah Ad Din yang berintikan kepada dua hal, iaitu iman dan amal. Sedangkan kehidupan di akhirat digambarkan dalam Al-Quran tetapi bukan merupakan bagian dari aturan agama.

Agama dan wahyu Allah juga diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia karena keterbatasan jangkauan akal manusia dan sifat-sifat dasar manusia yang cenderung lemah. Fitrah manusia yang pada awalnya baik dan bahwa manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik (ahsanu taqwim) berpotensi jatuh kedalam jurang yang paling rendah (asfala safilin) bila tak dibimbing oleh wahyu Tuhan.

Kejatuhan manusia yang menyebut dirinya beragama namun banyak menimbulkan kesengsaraan adalah akibat kesalahan dalam menafsirkan makna beragama.  Agama dipandang sebagai tujuan akhir, bukan jalan untuk mencapai ridha Allah.  Agama telah disalah gunakan sebagai alat untuk membela kepentingan kelompoknya dengan memusuhi mereka yang tidak sejalan dengan keyakinannya. Akibatnya banyak terjadi kekacauan yang menimpa ummat dimana-mana dan orang diluar Islam kemudian salah menilai Islam dengan melihat perilaku buruk sebagian muslim sebagai representasi Islam sebenarnya.

Semoga Allah memberi petunjuk dan mengembalikan kita semua ke jalan yang lurus. []

 

AT – 14 – 05 – 2016

 

Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *