Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 09 October 2014

Muslim Uyghur, Minoritas di Tanah Sendiri


Demo Muslim Uyghur.

Sebuah ledakan di pusat kota. Lalu darah, erangan dan tangis kematian. Itulah suasana Minggu (21/9) di Urumqi, Xinjiang, China. Polisi mengatakan serangan bom itu yang menewaskan 50 orang melibatkan kelompok ‘serius dan terorganisir’.

Xinjiang adalah pojok China yang sudah lama membara. Tahun lalu saja, pemerintah China menyebutkan ada 300 orang yang tewas dalam berbagai insiden kekerasan. Mereka mengklaim kelompok ‘teror asing’ menyulut rasa frustasi dan semangat separatisme minoritas Muslim Uyghur.

Uyghur secara harfiah berarti bersatu atau bersekutu.  Kaum Uyghur adalah kelompok etnis yang dulunya hidup nomaden di Asia Tengah. Kini mereka menjadi minoritas terbesar di China dan menetap di kawasan otonomi Uyghur Xinjiang — luasnya sekitar empat kali kota California. Kebanyakan mereka beragama Islam. Bahasa mereka mirip bahasa Turki. Diperkirakan ada 12 juta kaum Uyghur di Xinjiang. Selain di sana, kaum Uyghur juga hidup di Kazakhstan, Kyrgyzstan, Mongolia, Uzbekistan dan Turki.

Selama bertahun-tahun, kaum Uyghur menggantungkan hidup dari bercocok tanam dan berdagang. Kota Khasgar di Xinjiang salah satu kota yang terletak di jalur perdagangan tersohor, Jalur Sutra. Keberadaan kota ini cukup menarik minat turis mancanegara untuk berwisata ke Xinjiang.

Menurut rekaman sejarah, menjelang akhir kekuasaannya di abad ke-7 Masehi, Dinasti Tang di China minta bala bantuan militer dari kaum Uyghur. Maklumlah, saat itu kekuatan militer Uyghur cukup kuat dan bisa membuat ciut nyali lawan. Tapi bantuan ini ternyata tidak cuma-cuma. Sebagai imbalan, rakyat harus China menjalin hubungan dagang dengan kaum Uyghur dan menikahkan putri-putri bangsawannya dengan para pemimpin Uyghur.

Antara abad 8-12 Masehi, kaum Uyghur menguasai wilayah luar dan dalam Mongolia, termasuk wilayah Xinjiang sekarang.

Setelah sebelumnya memeluk agama Budha dan Shaman (perdukunan), kaum Uyghur mulai memeluk agama Islam pada abad ke-9 Masehi. Khasgar yang saat itu menjadi ibukota kerajaan bersalin wajah jadi pusat pembelajaran Islam. Seni, ilmu pengetahuan, musik dan sastra berkembang pesat di sana. Ratusan ulama dan cendekia lahir. Yusuf Has Hajip dan Mahmud Kashgari merupakan dua sosok penulis Uyghur yang cukup tersohor.

Ada sekelompok kecil Uyghur yang mempertahankan agama mereka sebelumnya yang di kemudian hari, dikenal sebagai Yellow Uyghur atau Yughurs.

Pada tahun 1884, Dinasti Qing, dinasti terakhir di China, mengirim pasukan di bawah pimpinan Manchus untuk menginvasi wilayah Asia Tengah. Wilayah taklukan itu lah yang kemudian diberi nama baru: Xinjiang.

Dua puluh lima tahun kemudian, usaha rakyat China memperjuangkan demokrasi berbuah manis. Republik China lahir pada tahun 1911. Tapi sejak itu pula, Muslim Uyghur mulai mementaskan pemberontakan melawan Beijing. Mereka sempat mendeklarasikan Republik Turkestan Timur pada 1933 and 1944. Tapi sayang, kedua republik ini diberangus Uni Soviet.

Usai perang sipil China, Xinjiang jatuh ke tangan Komunis. Perseteruan antara Muslim Uyghur dan Beijing menyala sejak itu.

Pemerintah China lalu mengklaim kalau militan Uyghur menggelorakan kekerasan demi meraih kemerdekaan. Bahkan sejak Peristiwa 9/11, China menuduh mereka menjadi kaki tangan Al-Qaeda.

Sementara itu, Muslim Uyghur mengecam upaya China menyelamatkan label terorisme pada keinginan mereka untuk merdeka. Mereka juga mengkritik represi atas Muslimin. Mereka menyaksikan bagaimana buku-buku agama dan mesjid-mesjid mereka dihancurkan, ulama mereka dianiaya dan tokoh-tokoh mereka dihukum. Mereka merasa kecewa akan kebijakan ekonomi China sejak 20 tahun lalu, yang membuat etnis Han mengalir ke Xinjiang dan menguasai sektor ekonomi di sana.

Kini, jumlah Muslim Uyghur hanya setengah dari populasi etnis Han. Di bidang budaya pun, pelajaran-pelajaran penting di sekolah diajarkan dalam bahasa Mandarin — bukan bahasa Uyghur. Ini membuat Muslim Uyghur menjadi minoritas di tanah sendiri.

Sejumlah analis berpendapat, Beijing sengaja memegafonkan ancaman separatisme Muslim Uyghur demi menjaga agar Xinjiang tak lepas dari gravitasi.

Di awal tahun 1990-an, pemerintah menerapkan kebijakan yang lebih terbuka. Muslim Uyghur memanfaatkan pelunakan itu dengan tampil menyuarakan perlawanan menentang diskriminasi agama, ekonomi, dan politik. Tapi seiring itu pula, Beijing tak pernah luput memberangus demonstrasi apapun terkait Muslim Uyghur.

Meski beberapa pakar dunia percaya bahwa isu di Xinjiang adalah separatisme etnis dan ekstremisme Muslim, tapi isu tentang energi tak bisa diabaikan begitu saja. Xinjiang punya kandungan energi seperti minyak dan gas yang cukup menggiurkan. Tambahan lagi, kota itu merupakan wilayah tes nuklir China. Xinjiang juga adalah gerbang energi bagi Asia Tengah.

Saat ini, Beijing tengah bernegosiasi dengan negara-negara tetangganya yang kaya minyak, seperti Rusia, demi menutupi kebutuhan energi yang harganya kian selangit.

(Nisa/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *