Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 05 April 2014

Mimpi Muslimah Finlandia Jadi Polisi Gagal Karena Jilbab


OnIslam.net

Penggunaan jilbab dianggap dapat berisiko negatif pada reputasi polisi.

 

Mimpi seorang Muslimah Finlandia untuk dapat bergabung dengan kepolisian setempat terpaksa gagal karena jilbab. Sebelumnya, ia telah berusaha meyakinkan para pejabat di jajaran kepolisian untuk menerima pakaian Islamnya tersebut. Namun, ditolak.

 “Saya ingin menjadi bagian dari masyarakat, tetapi masyarakat tidak menginginkan saya,” kata seorang Muslimah berusia 38 tahun, yang dilarang bergabung dengan polisi Finlandia seperti dikutip dari On Islam.net pada Sabtu (5/04).

 “Tampaknya membangun masyarakat hanya melibatkan norma-norma tertentu dan tempat kerja tertentu, di mana kami yang memakai jilbab tersembunyikan dari warga negara lain,” tambahnya.

Ia pun mendesak kepada pemerintah agar segera memberikan izin kepada perempuan yang ingin mengenakan jilbab pada seragam polisinya untuk mendorong integrasi minoritas masyarakat muslim.

Bahkan, wanita itu sempat menyarankan kepada pihak kepolisian untuk bernegoisasi terkait batasan jilbab ini, yang bisa saja disamakan dengan seragam polisi setempat.

Namun, saran wanita itu pun ditolak kembali. “Menurut pewawancara saya, ‘itu tidak mungkin,’” katanya.

“Saya selalu ingin bergabung dengan polisi. Tapi sekarang saya telah dipaksa untuk menyerah pada mimpi saya. Jilbab merupakan identitas dan agama saya. Aku tidak bisa melepaskannya selama jam kerja,” lanjutnya.

Tidak seperti pembatasan jilbab kepada perempuan Finlandia, Swedia justru memungkinkan Muslimah berjilbab untuk bergabung dengan kepolisian.

“Kerudung, syal, turban dan Kippahs Yahudi diperbolehkan, karena polisi Swedia ingin orang-orang dari latar belakang yang berbeda bisa menjadi polisi,” kata salah seorang polisi Swedia, Carolina Ekéus.

“Selain itu, jilbab juga memungkinkan untuk dipandang sebagai langkah kesetaraan.”

Islam melihat jilbab sebagai aturan wajib dalam berpakaian, bukan simbol agama yang menampilkan afiliasi seseorang.

Kasus ini bukan kali pertamanya terjadi di Finlandia dan memunculkan beragam perdebatan. Pekan lalu, pengadilan Helsinki memutuskan untuk mendenda manajer toko pakaian yang bertindak diskriminasi terhadap karyawan Muslim yang mengenakan jilbab.

Permasalahan jilbab ini pada dasarnya telah memunculkan polemik serius sejak Perancis melarang orang-orang mengenakan jilbab di tempat umum pada tahun 2004. Sejak itu, beberapa negara Eropa mengikuti aturan tersebut.

Kini, Wanita Muslim Finlandia menuntut perubahan aturan polisi itu. Sebab, menurut mereka, perubahan aturan ini akan membantu masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah, khususnya masyarakat imigran.

“Kami, para Muslimah yang mengenakan jilbab sebetulnya diperlukan dalam polisi Finlandia,” kata salah seorang calon polisi lainnya yang menolak memberikan identitasnya saat diwawancarai oleh Silminnäkijä.

“Sebagai contoh saya akan tahu cara yang berbeda untuk memecahkan masalah imigran dari petugas polisi lainnya. Saya juga bisa melatih polisi lain dalam isu-isu agama dan budaya,” katanya.

Menurut pihak Universitas Akademi Kepolisian Finlandia, petugas kepolisian dari latar belakang agama dan etnis yang berbeda sebetulnya diperlukan.

“Kami ingin polisi menjadi lebih beragam,” kata salah seorang dari perguruan tinggi polisi Lotta Parjanen.

Sementara itu, Dewan Polisi Nasional mengatakan, adanya simbol-simbol agama selama bekerja menunjukkan “sikap negatif”.

“Syal akan berisiko pada ketidaktangkasan polisi dalam bertugas. Membiarkan tutup kepala (jilbab) dapat menyebabkan mereka meminta kelonggaran lebih terkait dengan hak agama. Mislanya, hak untuk shalat, dll.” Kata Dewan mengaminkan penolakan jilbab.

“Penggunaan jilbab bisa berisiko pada reputasi polisi yang dikira memihak pada kelompok tertentu,”

Para pejabat pemerintah dan pemimpin politik memberikan pendapat yang sama, yakni mempertahankan aturan yang melarang jilbab bagi polisi.

“Perlu diketahui bahwa polisi dipandang sebagai pihak yang mewakili kekuasaan resmi, bukan keyakinan agama tertentu,” kata pemimpin Kristen Demokrat.

” Kalau polisi dipanggil untuk menangani panggilan darurat, di mana orang-orang tersebut memiliki latar belakang ideologi tertentu yang bertentangan dengan satu sama lain, maka seragam resmi juga menunjukkan ketidakberpihakan polisi.”

“Saya yakin mereka bisa melepaskan jilbab atau syal ketika melakukan tugas resmi,” kata Rasanen, yang menyarankan agar orang-orang yang merasa didiskriminasi oleh hukum untuk membuat pengaduan resmi.

Sedikitnya, ada antara 40.000 sampai 45.000 Muslim dari 5,2 juta penduduk Finlandia.

“Ini memalukan bahwa Dewan Polisi bersembunyi di balik seragam resmi, bukan hanya mengatakan tidak menerima kami,” kata salah seorang yang tidak lolos masuk polisi karena jilbab.

“Tidak ada gunanya kita berbicara tentang kesetaraan Finlandia dan demokrasi, ketika aturan tidak berlaku untuk semua kelompok,” tambahnya.

Sumber: On Islam.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *