Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 15 January 2014

Kisah dari Katulampa


foto: Tatan Agus RST

 

Bekerja siang malam, menafikan rasa lelah. Setiap waktu harus memantau perkembangan ketinggian arus air dari hulu. Demi satu tujuan: memberi peringatan agar masyarakat waspada kala banjir melanda 

 

Bendungan Katulampa, Bogor baru saja diguyur hujan, saat Andi Sudirman mendengar panggilan itu. Ia lantas beranjak ke arah meja, dan memijit panel radio komunikasi yang ada di hadapannya.Terdengar suara khas nyaring bergema,memerangi gemuruh bunyi lima air terjun dari arah pintu air. “PU dua Katulampa,tarunanya empatpuluh,delapan satu lima, delapan enam.” 

Begitulah kesibukan Andi Sudirman jika kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi baru dilanda hujan. Dari pagi hingga malam,telepon dan alat komunikasi di Stasiun Pintu Air Katulampa seolah tak mau henti berbunyi. Sehari bisa sekitar seratusan orang menelepon ke situ. Bahkan, pada Februari 2007, saat banjir besar melanda Jakarta, “Ada sekitar 600 orang yang menelepon ke sini, sampai pegal rasanya kuping saya,”tutur lelaki kelahiran Sukabumi 44 tahun lalu itu. 

Sudah puluhan tahun Andi mengabdi di Stasiun Air Katulampa. Ia sudah bertugas di situ sejak 1987. Sebagai pegawai honorer di Dinas Pekerjaan Umum, saat itu ia hanya menerima uang Rp.23.000,-perbulan. Namun tiap tahun, honornya naik sedikit demi sedikit hingga pada 2000 meningkat sampai Rp.400.000,-perbulan. 

Desember 2007, baru Andi diangkat menjadi pegawai negeri sipil.Itu pun setelah Gubernur Jawa Barat, Dany Setiawan berkunjung ke Katulampa.”Waktu ditanya udah berapa lama bertugas di Katulampa, saya bilang ke Pak Dany sudah 20 tahun, eh beberapa bulan kemudian tiba-tiba datang SK (Surat Keputusan) buat saya,”kenangnya dalam nada senang. 

Wajar Andi gembira. Selain mendapat kenaikan uang gaji hingga 1,3 juta rupiah, ia pun berhak mendapat macam tunjangan. Kendati untuk ukuran saat ini, jumlahnya itu mungkin tidak seberapa, tapi ia tak henti bersyukur. “Saya mah terima aja, dikasih Tuhan segitu ya syukur.Kalau nurutin nafsu mah, mana bisa kita puas,”kata ayah dari dua anak itu. 

Karena menjalankan pekerjaan secara tulus, Andi mengaku sangat senang menjadi penjaga pintu air.Namun ada satu hal yang selalu mebuatnya sedih, yakni jika ada orang yang menyalahkan Bendungan Katulampa sebagai pengirim banjir ke Jakarta. “Anggapan itu jelas salah,”ujarnya. 

Menurut Andi, Bendungan Katulampa bukanlah media penahan dan pengatur arus Sungai Ciliwung. Itu sejatinya adalah tempat untuk mengukur debit air dan sistem peringatan dini. Jika air hujan di atas ketinggian 70 cm, maka para petugas di Katulampa harus secepatnya memberitahu stasiun pintu air di Depok dan Manggarai. “Untuk menahan air banjir yang datangnya dari hulu, jelas kami tidak memiliki daya,”katanya. 

Bendungan Katulampa, Bogor baru saja diguyur hujan, saat Andi Sudirman mendengar kembali panggilan itu. Ia lantas beranjak ke arah meja, dan memijit panel radio komunikasi yang ada di hadapannya. Dan terdengarlah suara khasnya yang memberi kabar kepada Depok dan Jakarta. 

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *