Satu Islam Untuk Semua

Monday, 24 February 2014

Kiai Husein: Produk Hukum yang Merendahkan, Jelas Tidak Islami


foto:hendijo

Sangat mudah untuk menilai satu produk hukum, islami atau tidak yakni itu merendahkan kemanusiaan atau tidak. Jika jawabnya ya, berarti positif tidak islami

 

Di kalangan para aktivis yang memperjuangkan kesetaraan gender, Kiai Husein Muhamad bukanlah nama yang asing. Lelaki kelahiran Cirebon, 9 Mei 1953 itu dikenal bukan saja karena pendapat-pendapat fiqhnya yang  “kontroversial”, namun juga  karena pembelaan yang tegas terhadap kaum perempuan. Wajar, jika kemudian ada kalangan yang menyebut pimpinan Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Arjawinangun Cirebon, Jawa Barat itu sebagai “kiai liberal”. Bagaimana pendapat komisioner Komnas Perempuan tersebut mengenai situasi dunia perempuan saat ini dan bagaimana komentarnya terkait dengan begitu banyaknya lahir perda-perda yang dianggap diskriminatif terhadap perempuan, beberapa waktu lalu Hendi Jo dari Islam Indonesia mendapat kesempatan membahas soal ini dengan Kiai Husein. Berikut kutipannya:

 

Pak Kiai, hari-hari ini soal hak-hak perempuan kembali menguak  seiring munculnya berbagai berita miring soal kasus pemerkosaan dan dibuatnya hukum-hukum lokal yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan, komentar anda?

Ya ini memang sangat memprihatinkan. Situasinya sekarang  tidak hanya berkutat di sekitar undang-undang yang diskriminatif saja, tapi juga secara langsung sudah memunculkan banyak korban. Terakhir terjadi kepada seorang anak perempuan bawah umur yang diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. Begitu memprihatinkan, hingga kami di Komnas Perempuan menyebut tahun ini sebagai tahun darurat untuk kaum perempuan di Indonesia. Kami sudah mendesak kepada pemerintah agar soal-soal seperti ini ditindak secara tegas

Dalam kenyataannya, kok pemerintah justru kurang tegas ya?

Itulah yang akan menjadi PR kami. Kami sangat yakin bahwa ketidaktegasan tersebut berawal dari adanya ketidakpahaman sebagian besar orang-orang yang terlibat di pemerintahan pada soal penghormatan hak-hak perempuan ini. Bahkan di beberapa tempat seperti di Aceh, pemerintah setempat alih-alih mencegah terjadinya diskriminasi malah melembagakan diskriminasi itu dalam seperangkat aturan hukum seperti perda (peraturan daerah). Dalam pantauan kami ada 282 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Tujuannya sih bagus: untuk melindungi perempuan. Tetapi dalam prakteknya perangkat-perangkat aturan itu justru menyulitkan perempuan.

Perda-perda itu kan atas nama moralitas dan Islam ya Pak Kiai, Nah, menurut anda, kenapa sih jika ada islamisasi di suatu tempat justru sasaran pertama yang harus dibenahi adalah perempuan?

Betul, dalam sebuah upaya islamisasi perempuan selalu dijadikan ukuran berhasil tidaknya sebuah kebijakan yang berdasarkan Islam tersebut. Saya cenderung melihat ini karena besarnya pengaruh intepretasi pemikiran keislaman  yang berkelindan dengan unsur patriarkhisme (keyakinan yang mempercayai  otoritas lelaki sebagai sentral). Biasanya model keyakinan seperti ini dianut oleh kelompok yang ingin kembali ke semangat Alquran dan Hadits, namun mereka memaknainya secara tekstual. Kan susah kalau begitu.

Tapi ada pendapat di kalangan mereka peraturan-peraturan yang berbasis intepretasi yang kata anda itu patriarkhis itu, justru diberlakukan untuk menjaga kehormatan perempuan?

Ya itu tadi, saya bilang tujuannya sih baik. Namun caranya yang tidak baik karena mengekang kebebasan perempuan. Soal berpakaian misalnya. Untuk supaya tidak terjadi pemerkosaan atau pelecehan, mereka mewajibkan hijab bagi semua perempuan. Mengapa tidak cukup mewajibkan dengan mempergunakan pakaian yang sopan saja? Soal pemerkosaan atau pelecehan menurut saya bahkan tidak bisa didasarkan pada cara berpakaian para perempuan tersebut, tapi juga tergantung pada niat baik dan buruk kaum lelaki. Seseorang yang menutup auratnya dengan jilbab misalnya, tidak juga dijamin dia bisa lepas dari ancaman pemerkosaan atau pelecehan. Contohnya di Saudi Arabia, banyak perempuan berjilbab menjadi korban pelecehan bahkan pemerkosaan.

Untuk para pelaku pemerkosaan dan pelecehan ini, menurut anda hukuman apa yang layak buat mereka?

Pemerkosaan itu kan sebuah kejahatan yang sangat parah. Seorang pemerkosa itu ibarat “predator” dan layak dihukum seberat-beratnya. Di negara kita hukuman maksimal 12 tahun, tapi menurut saya ini masih kurang. Dalam fiqih Islam pemerkosaan bisa dikategorikan sebagai penyerangan (muharib). Dan ini hukumannya harus berat

Dihukum mati?

Saya pikir tidak harus hukuman mati. Mengapa? Soal mencabut nyawa itu kan kita harus menjadikan itu sebagai hak Allah semata. Banyaklah cara yang lebih baik untuk para pemerkosa ini, seperti penjara seumur hidup atau sebagainya. 

Tapi hukuman mati kan bisa memunculkan efek jera?

Tidak juga saya pikir. Bahkan efektifitasnya kurang menurut saya. Anda tahu kan bagaimana  gencarnya hukuman mati diberlakukan kepada para pengedar narkoba atau pelaku terorisme, tapi dalam kenyataannya kejahatan mafia narkoba dan pelaku terorisme selalu terulang. Jadi menurut saya soalnya bukan hukuman itu sendiri, tapi bagaimana caranya menciptakan suatu kondisi supaya orang tidak melakukan kejahatan itu. Di sinilah harus ada unsur pendidikanya juga

Terkait dengan perda-perda berbasis Islam, beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan adanya pelarangan perempuan untuk “mengangkang” jika sedang menaiki sepeda motor, bagaimana pendapat anda?

(Tertawa kecil) Sampai saat ini saya belum menemukan dasar-dasar untuk memberlakukan peraturan tersebut dalam fiqh Islam. Saya malah merasa aneh, masa sih hal-hal seperti itu harus diatur juga oleh pemerintah? Malah kalau naik sepeda motor tidak berposisi seperti itu, bukannya lebih berbahaya?

Kalau menurut Kiai sendiri, ukurannya apa sebuah produk hukum itu islami dan tidak?

Mudah saja: selama itu berpihak pada kemaslahatan jelas itu islami. Dan selama suatu produk hukum merendahkan suatu pihak, produk hukum itu jelas tidak Islami. Karena Islam tidak pernah merendahkan siapapun.

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *