Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 29 April 2014

Jangan Berharap Kepada Amerika


foto: mariasharapova.com

Mimpi indah dari mereka tak jarang menjadi mimpi buruk bagi yang lain

APA yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara kaya sumber daya alam, namun menolak jadi sapi perahnya? Lihat saja Afghanistan, dan Irak! Satu dasawarsa belakangan ini, dunia disuguhi oleh suatu pertikaian yang “aneh sekaligus mengerikan” di kedua tempat itu: sebuah negara superpower, dengan ratusan ribu tentara modern-nya bahu membahu menumpas sebuah perlawanan rakyat yang mereka sebut sebagai aksi terorisme.

Segala daya upaya dikerahkan oleh mereka untuk menaklukan masyarakat  pemberani itu. Termasuk mengerahkan ratusan pesawat udara canggih untuk menghujani  bom yang paling modern. Pabrik-pabrik, instalasi umum, pemukiman penduduk, jembatan-jembatan hingga rumah sakit tak luput menjadi sasaran para pilot pesawat tempur AS yang dalam hal menghancurkan terkenal sangat terlatih itu. Saya jadi ingat kata-kata seorang Jenderal Westmorland ketika  pasukan udaranya tanpa ampun meluluhlantakan Hanoi, Da Nang dan kota-kota lainnya di Vietnam beberapa puluh tahun yang lalu: “Jika memungkinkan,kita akan mengembalikan mereka ke peradaban zaman batu,”katanya.Sebuah semangat penghancuran yang hingga kini masih digenggam erat oleh para serdadu yankee  tersebut.  

Seperti tidak puas dengan tekanan militer- dengan dalih membentuk sebuah pemerintahan “demokratis” versi mereka- AS “mengacak-acak” kedaulatan dan kesatuan Irak dan Afghanistan, seolah mereka ingin membentuk dua negeri tersebut  sebagai “bonekanya yang kesekian”. Tentu saja, niat itu hanya diamini oleh sebagian kecil “petualang politik” saja. Sebagian besar orang Irak dan Afghanistan  sesungguhnya menolak mentah-mentah ide dan kedatangan orang-orang AS itu di negerinya.  Ketidaksetujuan itu diperlihatkan dengan maraknya berbagai perlawanan dari berbagai fraksi di kedua negeri itu.

Hingga kini, AS seolah menuai takdir buruknya. Dari hari ke hari, mereka harus rela kehilangan anak-anak mudanya. Menurut data yang dilansir oleh casualities.org,,  sampai  2014 jumlah tentara AS yang tewas di Irak dan Afghanistan sudah mencapai puluhan ribu. Itu belum ditambah ratusan ribuan lagi yang cacat dan depresi akibat perang . Selain nyawa,  AS pun sudah menghabiskan  lebih dari 1 Trilyun Dollar Amerika untuk membiayai perang yang menurut pakar lingustik sekaligus aktivis anti perang AS, Noam Chomsky, hanya bertujuan mendapatkan minyak bumi saja itu.  

Senjata pemusnah massal yang menjadi alasan dilakukan agresi-agresi tersebut, dalam kenyataannya ternyata hanya “omong kosong gaya Washington” semata. Persis seperti yang digambarkan dalam Green Zone (sebuah film tentang perang Irak yang disutradarai oleh Paul Greengrass).   Rakyat AS kemudian sadar akan kebusukan Bush. Partai politik lelaki yang tangannya penuh dengan darah dan minyak itu, akhirnya kalah dalam pemilu.

Kemudian muncul Barack Obama. Tapi hari-hari ini, saya menemukan kenyataan Obama pun “agak susah” untuk keluar dari Irak dan Afghanistan. Ia pun seolah mengalami kesulitan untuk lolos dari tekanan para zionis yang bercokol di Kongres dan AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). Itu nama sebuah kelompok lobi di Amerika Serikat yang bertujuan melobi Kongres Amerika Serikat dan badan eksekutif pemerintahan dengan tujuan menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan Israel.  

“Siapa pun Presidennya, Amerika akan selalu kesulitan dengan orang-orang Yahudi reaksioner,”kata Stephen Zunes dalam Why the US Supports Israel?

Lantas apa yang harus dilakukan oleh dunia menghadapi masa depan politik AS yang kian hari kian menjauh dari suasana cerah? Tentu saja, cara satu-satunya adalah harus keluar dari ketergantungan maut terhadap AS. Dan itu akan efektif dilakukan jika masyarakat dunia menendang jauh-jauh para politisi busuk dan kapitalis dari negerinya masing-masing.

 

*) Jurnalis Islam Indonesia

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *