Satu Islam Untuk Semua

Monday, 05 March 2018

Habib Abdullah bin Shahab: Padamnya Cahaya Mata Kota Tarim


islamindonesia.id – Habib Abdullah bin Shahab: Padamnya Cahaya Mata Kota Tarim

 

Umat Islam sepertinya sedang diuji. Baru dua hari yang lalu kabar duka datang dari Hadramaut, bahwa Habib Aydarus bin Sumayt syahid di tembak oleh tamunya, dan wafat di atas sajadah ketika akan melaksanakan sholat. Beberapa jam yang lalu menyusul datang lagi kabar duka yang mengabarkan bahwa Habib Abdullah bin Shahab – yang dijuluki Sang “Ainu Tariem” atau Matanya Kota Tarim al Ghanna, meninggal dunia.

Ucapan bela sungkawa pun datang dari berbagai penjuru dunia. Ismail Fajrie Alatas, seorang santri yang pernah bertemu dengan beliau, dalam cuitannya di Twiter mengatakan bahwa, “Pernah sekali waktu, beliau bilang pada saya bahwa beliau sangat ingin mengunjungi bilad jawa (Indonesia). Buyut beliau, Habib Abdullah b. Aydarus bin Shihab, dikubur di Palembang. Beliau adalah salah satu ulama mashur kesultanan Palembang.”

Fajrie melanjutkan dalam cuitan selanjutnya, “Namun, Habib Abdallah hanya pernah meninggalkan Hadramaut 1/2 kali, itupun untuk pergi Haji. Selebihnya beliau tidak pernah meninggalkan Hadramaut. Kata orang, beliau hanya pergi jika ada isyarat. Maka beliau tidak sempat mengunjungi Indonesia yang beliau rindukan.”

Di kalangan para ulama dan habaib, nama Habib Abdullah bin Shahab tentu sudah tidak asing lagi. Tapi bagi sebagian kalangan yang awam, mungkin nama beliau tidak terlalu akrab. Untuk itu, berikut ini kami paparkan sedikit gambarkan jejak kehidupan mulia beliau:

Beliau seorang yang sangat alim, berwibawa dan tawadhu. Beliau termasuk A’yanil bilad Tariem (Tokoh-tokoh Habaib Tarim). Dan Beliau juga lah yang sering dijuluki Sang “Ainu Tariem” – Matanya Kota Tarim al Ghanna.

Usia Beliau sekitar 70-an. Beliau adalah putra dari Al-Allamah Habib Muhammad, dan cucu dari Al-Allamah Habib Alwi bin Abdullah bin Shahabuddin. Beliau dipercaya telah mencapai maqam atau tingkatan yang sangat tinggi sebagai seorang sufi. Seperti juga ayah, kakek, serta kakek buyutnya, beliau termasuk orang yang dekat dan begitu cinta kepada Rasulullah saw. Sehingga tak ada tindakan-tindakannya yang tidak mengacu pada perilaku Nabi saw. Beliau sering diundang ke Indonesia, melalui para ulama dan habaib, dan jawaban Beliau selalu;”Saya menunggu perintah saja!’. (Maksud dari perkataan Beliau ialah menunggu perintah dari Rasulullah Saw secara langsung), karena beliau sering berdialog dengan baginda Rasul Saw.

Beliau biasanya didatangi para Ulama yang hendak bepergian berdakwah ke luar negeri untuk minta izin, berpamitan dan memohon doa’ restu. Tak kurang, Habib Umar bin Hafidz, pemimpin Darul Mustafa, Tarim, yang mencetak Ulama-ulama muda di berbagai negeri, tak bisa tidak, selalu mencium tangan Habib Abdullah sebelum keliling mengunjungi anak muridnya. Jangan harap guru besar ini beranjak sebelum mendapat anggukan kepala Habib Abdullah.

Para ulama dan peziarah, khususnya dari Indonesia, juga belum merasa mantap keliling Hadramaut sebelum mendengarkan kalam dan doa’ Habib Abdullah. Setidaknya mencoba menikmati senyum sang habib dan menerima suguhan teh atau kopi dari rumahnya yang dianggap penuh berkah. Habib Umar bin Hafidz tak mau menyentuh gelas kopi yang disuguhkan; ia hanya mau minum dari sisa minuman di gelas habib yang sangat dimuliakannya itu.

Sedikit cerita mengenai ahli Tarim yang selalu menandakan akhlak dan ukhuwah dalam setiap apa pun yang dilakukan oleh mereka. Dimana ketika dijumpai di suatu majelis yang dihadiri oleh habaib Tarim seperti Al Habib Abdullah bin Shahab (Ainu Tariem), Al Habib Salim bin Abdullah Asyatiri, Al Habib Masyhur bin Hafidz, Al Habib Umar bin Hafidz dan yang lainnya, kesemuanya merupakan permata nan indah dari Kota Tarim. Yang kemudian ketika waktu memberikan tausiyah, maka Al Habib Salim bin Abdullah Asyatiri tidak akan memberikan tausiyah sebelum Al Habib Abdullah bin Shahab memberikan tausiyah, Al Habib Masyhur bin Hafidz tidak akan memberikan tausiyah sebelum Al Habib Abdullah bin Shahab memberikan tausiyah, Al Habib Umar bin Hafidz tidak akan memberikan tausiyah sebelum Al Habib Abdullah bin Shahab memberikan tausiyah, begitu seterusnya. Beliau begitu dicintai, dihormati, disayangi, dan dikagumi.

Habib Abdullah tidak melewatkan undangan siapa saja, terutama majlis ilmu, tanpa alasan yang jelas. Apabila beliau hadir, suasana majlis menjadi tampak agung, karena jemaah mendekat, merapat, takut kehilangan bahkan sepatah-dua patah kalam beliau yang sangat berharga, dan mengamini doa-doanya yang dipercaya makbul.

Habib Umar bin Hafidz yang dikenal sebagai jago pidato, akan menyerahkan semua waktunya kepada Habib Abdullah. Beliau diibaratkan Sang Matahari tunggal di dalam suatu majlis.

Demikianlah secuil penggambaran tentang sultannya para ulama ini. Mengutip cuitan akhir Islamil Fajrie Alatas, “Beliaulah yang selalu disebut sebagai mata dan jantung kota Tarim, kota seribu wali dan ulama. Hari ini Tarim kehilangan jantungnya … Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un.”

 

AL/IslamIndonesia

One response to “Habib Abdullah bin Shahab: Padamnya Cahaya Mata Kota Tarim”

  1. Hamba Alloh says:

    Izin save gambarnya kak adminn?

Leave a Reply to Hamba Alloh Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *