Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 09 January 2014

Gagasan-Gagasan Di Balik Kelahiran Novel Athirah


Sumber: Noura Books

Banyak yang bertanya kepada saya: bagaimana ceritanya Novel Athirah lahir? Pertanyaan tersebut kerap menghiasi ponsel saya, terutama pada pagi hari setelah shalat subuh. Pertanyaan yang kemudian saya jawab pada saat memberikan sambutan pada  acara peluncuran novel tentang Ibunda Jusuf Kalla itu, 22 Desember lalu, yang bertepatan dengan Hari Ibu.

Sebagai penggiat konten, sejak lama saya yakin bahwa banyak misteri menarik dari kehidupan Jusuf Kalla (JK) yang layak ditulis. Jujur saja pada mulanya adalah kekaguman pribadi. Kekaguman saya pada sosok JK terkait dengan gaya kepemimpinannya yang khas dan unik: kaya terobosan, berani, juru damai handal, bersahabat, dan berpenampilan sederhana. Pun punya komitmen kemanusiaan yang tidak diragukan. Publik mengakuinya.

Lalu muncul pertanyaan menggelitik: dari mana nilai-nilai kehidupan itu pertama kali lahir dan tumbuh? Jawabannya (ternyata): keluarga. Bagi JK, keluarga adalah sekolah kehidupan yang paling asasi dan membekas. Di “sekolah” itulah karakter, akhlak, dan kepemimpinannya dibentuk. Kita tahu jika bicara keluarga pasti akan menemukan dua sosok sentral: ayah dan ibu. Nah, publik tahu bagaimana pengaruh sang ayah, Haji Kalla, pada sosok JK, dalam menggerakkan roda bisnis. Namun belum banyak yang tahu pengaruh sang ibunda tercinta, Emma, dalam mengajarinya memaknai kehidupan.

Maka melalui kisah kisah Athirah ini, kita tahu bahwa di balik kesuksesan seorang JK ada sosok ibu yang kuat. Perempuan berhati surga yang lahir dari rahim kesabaran. Perempuan pemberani yang selalu menebar cinta. Dari kisah ini pula kita juga menjadi sadar bahwa kesabaran, mengutip Rendra, adalah bumi. Karena kesabaran selalu terhampar luas di relung hati para ibu. Kesabaran adalah ketekunan hati untuk selalu setia menjalani  setiap babak kehidupan, yang kadang tak sepenuhnya bisa dimengerti.

Dari situlah novel ini lahir. Ini bukan biografi. Tapi sebuah novel inspiring by the true story, bukan based on the true story, yang ditulis dengan sangat indah oleh Alberthiene Endah. Saya tahu benar, Alberthiene Endah pun telah menulisnya dengan sepenuh hati, dan disertai riset serius. Maka lahirlah sebuah novel tentang drama kehidupan keluarga yang mengasyikkan dan menginspirasi. Di dalamnya ada suka, air mata, tawa, cinta. Ada kegetiran, konflik, kesabaran. Ada kebangkitan. Pun ada penyesalan. Bahkan ada isu sensitif poligami. Semuanya dihidangkan secara lezat dan apa-adanya sebagai makanan ruhani yang bergizi. Saran saya untuk pembaca novel ini, cobalah membacanya dengan mata hati dan penghayatan. Bagaimanapun, kata dan nama hanya jembatan untuk menemukan dan merasakan makna.

Bersiaplah saat membaca novel ini Anda akan berurai air mata, lalu merasakan rindu pada sosok ibu. Atau mungkin Anda malah merasa menyesal: ibunda sudah tiada namun merasa belum membahagiakannya. Novel ini memang ibarat matahari kesadaran: mengingatkan pembacanya untuk selalu mencintai ibu. Memang inilah salah satu rahasia kesuksesan JK: mencintai ibu.  Tidak membiarkan ibu merasa sendiri kesepian, apalagi menderita. Mencintai ibu adalah jihad paling agung, karena sebagaimana tersirat dalam salah satu hadis Nabi, dialah surga abadi di rumahmu.[]

*Penggiat konten, CEO Noura Books

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *