Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 10 March 2015

FEATURE: Di Mosul, Mereka Tega Membakar Peradaban


ISIS bakar buku.

Minggu, 22 Februari 2015. Hari sudah terang benderang. Warga memadati sebuah lapangan di kota Mosul, utara Irak. Tua, muda, anak-anak berdiri bergerombol. Isu kalau kalau ‘Daulah Islamiyah’, begitu sebutan Islamic States of Iraq and Syria atau ISIS, akan membakar buku-buku ‘berbau kekufuran’ sudah lama bertiup. Lobi beberapa tokoh terkemuka setempat agar ISIS mengurungkan rencana itu membentur tembok tinggi. Pembakaran tetap akan berlangsung.

Buku-buku teronggok begitu saja di lapangan. Di sela-selanya, terlihat bahan-bahan peledak. Beberapa ‘polisi’ Daulah berdiri di sekitar warga lengkap dengan senjata dicangklong di bahu, memastikan prosesi pembakaran berjalan lancar. ISIS menjarah buku-buku itu dari Perpustakaan Umum Mosul. Jumlahnya bisa membuat lidah kelu saat menghitung: 8.000-10.000 buku. Kabarnya ada 700 di antaranya manuskrip kuno, peta-peta kuno, buku-buku dari zaman Kekaisaran Turki, buku berbahasa Suriah kuno yang pertama dicetak pada abad ke-19, koran-koran Irak sejak awal abad ke-20 Masehi dan buku-buku sumbangan warga Mosul. Andai para peneliti budaya seantero dunia menyaksikan prosesi pembakaran ini, bisa jadi wajah mereka bermandikan air mata. Persis seperti murid Averroes, filsuf Arab 900 tahun lalu, yang menangis saat melihat buku-buku gurunya dibakar habis. Ya, hilangnya buku-buku bersejarah itu berarti terhapusnya jejak-jejak peradaban manusia dari sepenggalan waktu.

Dibangun pada tahun 1921, Perpustakaan Umum Mosul pernah dijuluki Johnlee Varghese sebagai institusi tempat lahirnya kembali peradaban Irak modern. Selain memuat buku-buku kuno, ada berbagai artefak berharga di sana seperti astrolabe, alat navigasi yang ditemukan di dunia klasik dan disempurnakan oleh ilmuwan Islam atau arloji pasir yang sering dipakai orang-orang Arab kuno.

Perpustakaan pernah terjerembab dalam nasib kelam yang sama. Di tengah hiruk pikuknya invasi Amerika di tahun 2003, isi perpustakaan dirampas habis-habisan oleh sekelompok penjarah. Tapi jutawan-jutawan di Mosul segera bertindak dengan membeli buku-buku berharga yang dijual para penjarah di pasar gelap. Sayang sekali, kondisi anyar membuat warga tak berkutik sama sekali. Merebut buku-buku itu sama saja dengan menyerahkan leher pada ISIS. Bisa-bisa nyawa melayang, padahal nyawa tak pernah bisa dicetak ulang seperti buku. Para ‘polisi’ ISIS yang berparas gahat tak pernah sungkan menghukum warga yang melanggar aturan ‘Daulah Islamiyah’.

Seorang anggota ISIS berpakaian khas Afghanistan dan berewok yang belepotan menutupi wajahnya, dengan enteng mengumumkan dalih Daulah membakar buku. Katanya: “Buku-buku ini menyebarkan syirik dan menyeru manusia untuk menjauhi Allah. Jadi akan dibakar.”

Tak lama berselang, terdengar suara ledakan. Api yang tersulut segera melahap buku-buku. Dalam hitungan menit, buku-buku berubah menjadi arang dan debu. Ya, hanya dalam hitungan menit. Sungguh berbanding terbalik dengan usaha dan waktu yang diinvestasikan para ilmuwan untuk menulis buku-buku itu. Beberapa warga terlihat mengabadikan detik-detik terbakarnya buku-buku dengan ponsel mereka. Usai prosesi, warga mulai bubar meninggalkan lapangan.

Seorang pedagang buku mengatakan dia mendengar bahwa ISIS hanya membakar buku-buku ‘biasa’. Buku-buku berharga mungkin sudah masuk di pasar gelap untuk diperjualbelikan. Senada dengan ini, koran berbahasa Arab berbasis di London, al-Quds al-Arabi, menyebut bahwa insiden pembakaran buku itu sebenarnya kedok belaka, untuk mengalihkan perhatian khalayak dari penjarahan dan penjualan manuskrip langka hasil jarahan ISIS di pasar gelap.

Bisa jadi klaim koran itu benar. Bagi sebuah legiun ‘jihadis’ transatlantik yang beranggota ribuan orang seperti ISIS, tentu pasokan dana harus benar-benar besar. Mereka sudah menguasai ladang minyak, kerap menculik dan minta tebusan bahkan merampok bank setempat. Dan kini, mereka melirik penjualan manuskrip kuno dan artefak yang juga sangat menjanjikan. Ini bisa membantu mereka memenuhkan pundi-pundi demi menggerakkan roda ‘Daulah Islamiyah’.

(AR/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *