Satu Islam Untuk Semua

Friday, 14 February 2014

Emha Ainun Nadjib: Manusia Lebih Tinggi dari Syurga


satuharapan.com

Mengapa manusia masih berharap syurga?

 

Syurga itu bukan puncak pencapaian orang yang berbuat baik. Manusia lebih tinggi dari syurga. Karena manusia adalah ahsanu taqwim (sebaik-baiknya penciptaan). Masterpice-Nya Tuhan itu manusia. Jadi tidak mungkin manusia mengejar-ngejar sesuatu yang sebenarnya tidak lebih tinggi dari dia. Demikian dikatakan Emha Ainun Nadjib dalam akun Youtube yang diupload Kenduri Cinta dengan judul “Surga Bukan Tujuan”.

Lebih lanjut Emha menyampaikan bahwa, orang yang masuk syurga itu diklasifikasiskan ke dalam tiga golongan.

Pertama adalah orang yang rajin beribadah. “Tapi itu syurganya di kelas ekonomi, bagian dek, kelas bagian paling bawah,” ujar laki-laki yang akrab dipanggil Cak Nun ini.

Tingkat kedua adalah mereka yang selalu berusaha mencari ilmu, di mana pun dan kapan pun. Baik dalam beribadah, maupun dalam bekerja. Orang semacam ini, akan selalu menganalisis, memaknai, selalu memiliki tradisi untuk menemukan makna dan nilai di setiap benda, di setiap hal yang ia lihat, yang ia dengar, dan di setiap yang ia lakukan.

Tingkatan ini, menurutnya lebih tinggi dari tingkat pertama yang hanya sekadar ibadah, tapi tidak tahu ilmunya. Tidak tahu tata caranya.

Namun, jika ingin mendapatkan tempat yang lebih tinggi lagi, maka Anda lakukan yang ketiga ini. Yakni, golongan orang-orang yang pekerja keras. Mereka selalu memadukan antara dua hal, ilmu dan amal yang bertujuan untuk mencapai ridha-Nya.

Emha menuturkan, “Barang siapa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik dengan keras, Man ya’mal amalan sholihan, maka dia bukan hanya mendapatkan syurga, karena syurga kecil baginya. Tapi lebih dari itu, dia akan mendapat tempat tersendiri jauh lebih nikmat ketimbang syurga, di mana dia bisa hidup bersama Allah, dan dibukakan wajahnya Allah.”

Nah, Cak Nun melanjutkan, bangsa Indonesia ini masih berada pada tahap yang pertama, tahap rajin beribadah. Maka, tak heran, jika orang-orang ini senang berumroh tapi juga senang korupsi.

Bahkan, untuk menggambarkan kondisi ini, Cak Nun mengambil ungkapan Zawawi Imran dari Madura, “Sangat sukar menemukan koruptor yang tidak naik haji. Meskipun tidak di balik sangat sukar menemukan haji yang tidak korupsi.”

Cak Nun juga menambahkan bahwa, bangsa Indonesia lebih senang memperhatikan cangkang ketimbang isi. Lebih memperhatikan hal-hal yang tampak, ketimbang yang tidak terlihat, sehingga jika seseorang sedang berada di lingkungan tertentu, maka ia pun dicap ikut dalam golongan lingkungan tersebut.

“Bangsa Indonesia ini baru bangsa tingkat pertama rajin beribadah, bikin sinetron yang direligi-religikan, soal tingkat kedua, ilmu kita masih sangat rendah. Kalo sudah ngobrol di Kenduri Cinta karena ngomong liberalisme katanya kita ini kaum pluralis liberalis, tapi dalam perilaku katanya Islam eksklusif, jadi ngertinya kalo kuplukan itu orang baik, ngunu tok, jadi ilmu kita baru di situ, peko sapeko-pekoe. Kita ini orang yang masih linear berpikir, di tengah empat cara berpikir, linier, zigzag, spiral dan sirkular, atau siklikal atau kafah dalam Islam.” Pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *