Satu Islam Untuk Semua

Friday, 22 August 2014

Dua Kutub Marshed


Bipolar. Satu badan, dua kutub, tikam-menikam. Bagaimana rasanya?

Berasal dari dua suku kata – bi bermakna ‘dua’ dan polar bermakna ‘kutub” – jenis  gangguan jiwa ini seperti perangko di tengah kencangnya amplop pemberitaan media seputar kehidupan pribadi dan keluarga Andriani Marshanda (25).

Marshe, begitu artis itu kerap disapa, ada di ujung mata loop publik setelah kapal rumah tangganya dengan artis Ben Kasyafani membentur karang perceraian. Dia lagi-lagi jadi sasaran pergunjingan sebab, belum kelar soal perceraian itu, dia menanggalkan jilbabnya.

Selesai? Belum. Awal Agustus silam, dia membeberkan pengakuan yang mengejutkan. Ke sebuah stasiun teve, dia bercerita kalau dia adalah ‘korban pemasungan’ ibu kandung sendiri. Dia bilang dia dipasung di sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat. Dia belakangan melaporkan sang ibu ke polisi karena tuduhan yang sama.

Ada apa sebenarnya? Betulkah dia terjangkit ‘bipolar disorder’, seperti yang dia ungkapkan sendiri lepas berobat ke seorang dokter jiwa?

Ekstrim dan Mendadak
Bipolar atau kerap disebut manic-depressive illness adalah penyakit psikologi yang membuat penderita mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim dan mendadak. Kalangan psikolog menggambarkan penyakit ini ditandai dengan berayunnya mood penderita di ujung dua kutub yang berlawanan: kesedihan (depression) dan kebahagiaan (manic).

Selain karena faktor genetika dan fisiologis, faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab utama penyakit kejiwaan ini. Bipolar bisa muncul karena beragam sebab, utamanya tingkat stress yang tinggi, kegagalan, tertolak dalam masyarakat, masa kecil yang kurang menyenangkan, dan faktor salah asuhan.

Menurut berbagai riset, penyakit ini biasanya menyerang remaja kelas menengah usia 20-30 tahun. Yang lebih rentan adalah mereka yang hidup dalam lingkungan stress tinggi.

Bipolar bersifat episodic atau berulang dan dalam rentan waktu tertentu. Bila ‘kambuh’, penyakit ini biasanya menyerang bagian otak yang aktif untuk berfikir dan bertindak rasional. Gantinya, bagian otak yang disebut amigdala, berperan dalam pengolahan reaksi emosi, yang mengambil alih dan aktif sebagai panglima. Inilah alasan kenapa penderita bipolar selalu gagal menahan emosi sekaligus terlalu mudah mengambil keputusan — tanpa menimbang lebih dulu.

Resikonya mudah ditebak: fatal. Saat penderita bipolar terjatuh dalam suasana depresif, misalnya, dia bisa mendadak mencelakakan diri sendiri dengan menenggak zat adiktif atau bahkan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Sebab itulah, penderita bipolar perlu ‘pengawasan’ ekstra.

Masih Ada Harapan
Terapi psikologis serta obat medis bisa menjadi solusi instan untuk penderita bipolar. Di level pencegahan, ia bisa diredakan dari lingkungan sendiri. “Salah satu caranya adalah dengan memisahkan penderita dengan sumber penyebab disorder,” kata psikolog Tika Biwono dalam sebuah wawancara via telfon dengan Islam Indonesia. Pemisahan itu, katanya, sekaligus untuk ‘mengamankan’ orang-orang di sekeliling penderita bipolar. “Jangan sampai si sehat menjadi ikutan sakit, justru si sehat harus menjadi sumber terapi bagi penderita.”

Tapi cemas berlebih juga tak perlu, kata Tika. Dengan penanganan yang sesuai, diagnosa yang segera, dan stimulasi lingkungan yang sehat, penderita bipolar bisa sembuh dan kembali hidup normal. “Yang terpenting,” katanya merujuk ke kasus Marshe, “orang tua jangan menuntut anak untuk sempurna. Dan satu unsur penting lagi: waktu, ciptakan waktu hangat bersama keluarga.”

“Make time, sempatkan waktu Anda,” katanya mewanti-wanti. Pesan yang terakhir pas untuk Marshe dan bunda kandungnya. (Ami/IslamIndonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *