DAERAH – Di Pedalaman Purwakarta, Krisis Air Bersih Masuk Tahun Ketiga
Kemarau yang mencekik melanda beberapa daerah di Indonesia sejak Ramadhan masuk tahun ini. Kekeringan tak hanya mengancam lahan pertanian dan perkebunan milik warga, tapi juga berdampak pada kesulitan pasokan air bersih.
Kondisi ini juga dialami warga Kampung Ciputat, kawasan udik di Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.“Warga harus menelusuri jalan setapak menuju sumber air dengan jarak tempuh sekitar 500-800 meter. Masyarakat Kampung Ciputat harus melalui jalan yang sangat terjal, sehingga mereka harus berhati-hati membawa air ke rumah mereka,” ungkap Alim,” papar Ahmad Muti’ul Alim (22) ke Islam Indonesia.
Kampung yang terletak di dataran tinggi ini dikabarkan mengalami krisis air sejak beberapa tahun lalu, meskipun musim hujan menjelang.“Tak hanya bulan ini, warga sudah mengalami krisis air bersih sejak tiga tahun lalu. Sumber persoalan kesulitan pasokan air bersih yang melanda Kampung Ciputat belum ditemukan. Jawaban yang dilontar warga setempat pun masih simpang siur. Ada yang berpandangan bahwa kekeringan tersebut karena pipa-pipa dari pihak penyedia air bersih ke kampung Ciputat tidak maksimal, sehingga air macet dan terhambat di kaki bukit. Sementara itu, ada pula warga yang berpendapat persoalan ini disebabkan pasokan air diputus oleh penyedia jasa air bersih setempat karena sebagian warga belum membayar biaya air dan kerusakan pipa yang sempat terjadi sebelumnya,” kata Alim.
Masyarakat setempat telah melakukan berbagai usaha untuk mengupayakan air bersih.“Sebenarnya, warga sudah berusaha untuk mendapatkan sumur-sumur air. Namun apa daya, kampung Ciputat yang terletak di ketinggian menyebabkan warga tidak mendapatkan air meskipun sudah menggali 25 meter,” ungkap Alim yang sedang menjalani Kuliah Kerja Nyata di kampung tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, warga memanfaatkan air dari sumur yang sudah mengering dan menciptakan penampungan air hujan.“Di kampung ini terdapat beberapa sumur sebagai sumber air, tapi sudah mengering. Maka, tak mengherankan warga menciptakan penampungan air dari air hujan, meskipun di musim kemarau,” ujar Alim.
Warga Kampung Ciputat harus menggunakan sisa air dari sumur di sekitar mereka bersama-sama.“Mengingat pentingnya keberadaan air, warga akhirnya memanfaatkan sumur-sumur air yang terdapat di lereng bukit. Sumur-sumur tersebut dimanfaatkan sebagai kamar mandi umum untuk mencuci, mandi, dan berbagai keperluan sehari-hari lainnya,” kata Alim.
Masyarakat menggunakan kamar mandi umum dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.“Kamar mandi umum di kampung ini terbuka bebas karena tak ada sesuatu pun penghalang. Sehingga, orang dapat melihat siapa saja yang sedang mandi di sumur-sumur tersebut,” ungkap Alim dengan nada miris.
Penduduk yang meyoritas memeluk Islam tersebut sangat membutuhkan uluran tangan dari segenap pihak untuk mengatasi krisis air.“Warga sangat membutuhkan pasokan air bersih yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena air adalah sumber kehidupan. Selain itu, mereka membutuhkan bantuan untuk membangun kamar mandi umum semi permanen, seperti semen, batu bata, pasir, dll.
Sangat disayangkan, usaha yang dilakukan pemerintah setempat kurang maksimal dan terkendala berbagai hal teknis dalam menyelesaikan persoalan tersebut“Di sini, administrasi masih setingkat kampung yang belum terorganisir dengan baik. Birokrasi juga masih ribet, terbukti pasokan air bersih terhambat selama bertahun-tahun. Kendala lain disebabkan oleh minimnya sosialisasi dalam pembuatan proposal kepada pihak terkait untuk meminta bantuan dana kepada pihak lain,” kata Alim.
Alim mengajak segenap pihak untuk memberikan bantuan demi terwujudnya pasokan air bersih di Kampung Ciputat. Bahkan tak hanya di kampung tersebut, tapi juga di berbagai daerah lainnya yang mengalami kondisi serupa.“Kami mengharapkan uluran bantuan agar warga di sini tidak mengalami kesulitan air bersih. Bagaimana jika kita atau keluarga kita yang mengalami hal ini? Bukankah itu sama saja membiarkan orang lain mati perlahan-lahan?”
Zainab/ Islam Indonesia. Sumber foto: Ahmad Muti’ul Alim
Leave a Reply