Satu Islam Untuk Semua

Friday, 22 March 2019

Cak Nun: Wartawan Ibarat Tangan Tuhan di Dunia


islamindonesia.id – Cak Nun: Wartawan Ibarat Tangan Tuhan di Duni

Jika saat ini lebih dikenal sebagai budayawan, Emha Ainun Nadjib pada masa mudanya adalah wartawan andal di beberapa media. Setidaknya lima tahun (1970-1975) pria yang akrab disapa Cak Nun ini menggeluti dunia kewartawanan. Ia menganggap bahwa dunia wartawan merupakan perwakilan dari kegiatan Tuhan di dunia. Dengan kontemplatif punggawa Kiai Kanjeng itu menuliskannya sebagai berikut.

Waktu berlalu seperti sungai yang mengalir. Para wartawan mendayung perahu-perahu di atasnya. Mengarungi peristiwa demi peristiwa. Menjala ikan-ikan nilai. Menghimpunnya di perahu. Menjadi prestasi, reputasi, dan kehormatan. Mereka mendayung tanpa batas waktu jam kerja. Mengiris siang. Membelah malam. Seluruh perjalanan mereka terajut menjadi sejarah. Badan selalu amat lelah, seringkali bahkan seperti lumpuh. Keringat menetes. Bahkan mengucur. Tetapi seluruh himpunan perjuangan yang sangat panjang itu, tatkala usia mereka memasuki senja: ternyata menjadi keindahan yang tiada tara. (Wardhana, 2016: 77).

Berbeda dengan wartawan modern dalam mendefinisikan peran dan tugasnya sebagai penyiar berita, Cak Nun memiliki prinsip kewartawanan yang niscaya berhubungan dengan transendensi: Sekurang-kurangnya para wartawan adalah jari-jemari Al-Khabir, yang maha mengabarkan. Para wartawan menyayangi dinamika komunikasi masyarakat, Ar-Rahman. Mereka memperdalam cinta kemasyarakatannya itu, Ar-Rahim. Mereka memelihara kejujuran, kesucian, dan objektivitas setiap huruf yang diketiknya, Al-Quddus. Mereka berkeliling ronda menyelamatkan transparansi silaturahmi, As-Salam. Mereka mengamankan informasi, Al-Mu`min. Mereka mengemban tugas untuk turut menjaga berlangsungnya keseimbangan nilai kebenaran, kebaikan dan keindalan, dalam kehidupan masyarakat: Al-Muhaimin. Mereka menggambar indahnya kehidupan dengan penanya, Al-Mushawwir. Serta berpuluh-puluh lagi peran Tuhan yang didelegasikan kepada kaum jurnalis atau para wartawan. (Nadjib, 2016: 77)

Bagi Cak Nun, lima tahun menjadi jurnalis media ternama di Yogyakarta merupakan pijakan perdana memasuki dunia Tajuk Rencana, Editorial, Pojok, Features, Opini, dan 5W-1H (Nadjib, 2016: 79). Bekal ini mengantarkannya menjadi tak sekadar penyair yang membakar semangat khalayak di atas panggung, tetapi juga esais yang produktif sampai hari ini.

Bagaimana halnya dengan wartawan lain di negeri kita saat ini? Sudahkah mereka menyadari tugas mulianya tersebut di tengah kita?

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *