Satu Islam Untuk Semua

Monday, 23 November 2015

Keberhasilan; Ikhtiar Manusia atau Rahmat Tuhan?


Apakah keberhasilan kita karena ikhtiar dan rahmat Allah atau karena rahmatNya saja? Tanya Haidar Bagir, cendekiawan Muslim Indonesia, via akun pribadinya @Haidar_Bagir dalam survei-twitter 12 November silam. Hasilnya; 78% responden menjawab ‘ikhtiar dan rahmat Allah’, sedangkan 22% menjawab ‘rahmat Allah saja’. Kemarin (22/11), salah satu pendiri Gerakan Islam Cinta ini membahas hasil survei beserta jawabannya melalui kuliah twitter atau yang kerap disebut “kultwit”.

Menurut pengajar Filsafat Islam ini, manusia memiliki ikhtiar untuk berhasil namun di satu sisi keberhasilan manusia tidak lepas juga dari rahmat Sang Pencipta. Inilah ‘jalan tengah’ para teolog di tengah tarik menarik bahasan pelik antara kelompok pengusung tafwid (kehendak bebas) dan jabr (paksaan). Berikut pembahasan Haidar Bagir selengkapnya;

Apakah kita berhasil berkat ikhtiar & RahmatNya atau RahmatnNya saja? Ada dua jawaban ekstrem: ikhtiar saja (tafwid) atau rahmatNya saja (jabr). Yang akan saya ungkapkan adalah jalan tengah: amr bayn al-amrayn.

Inilah kurang lebih pandangan kaum ‘Asy’ariah, Syiah & kaum Sufi. Yakni yang mengharuskan ikhtiar secara ta’abbudi (wujud ketaatan padaNya). Tapi tetap meletakkan keputusan-penentu padaNya, sambil tetap percaya pada adanya hukum-hukumNya yang ajek atau konsisten dan adil (aksesibel bagi semua).

Pertama, Allah bersifat rahman dan rahim. Rahman bersifat umum, yakni kasih sayang yang Allah anugrahkan kepada semua makhlukNya tanpa kecuali. Yakni pada saat penciptaan. Melalui rahmanNya semua manusia memiliki bekal untuk dapat berhasil dan hidup bahagia, termasuk kemampuan berikhtiar.

Melalui rahimNya, Allah beri akses kepada kebaikan atau kedermawananNya – yang juga ajek – bagi hamba-hambaNya yang memilih atau berikhtiar untuk hidup taat di jalanNya. Dengan kata lain, Allah rancang kapasitas makhluk, juga hukum-hukum (alam dunia maupun alam ruhani) untuk keberhasilan dan kebahagiaan makhlukNya.

Tapi, lebih dari itu, keinginan dan tindakan berikhtiar selalu baru efektif jika Allah karuniakan kemampuan berkeinginan dan bertindak kepada pelaku. Bukankah “Setiap saat Allah mengatur urusan?” (QS. 55:29). Tiada yang terjadi begitu saja – meski qadha dan qadarnya ajek – tanpa campur-tanganNya.

Allah pun selalu menambahkan apa yang dalam Alquran disebut ciptaan atau karya baru (khalq jadid) yang terwujud bukan sebagai hasil murni kausalitas. Dalam Tasawuf atau Irfan ini disebut prinsip laa tikraar fit tajalliy (tiada pengulangan dalam tajalli). Bahwa Allah selalu pancarkan diriNya secara baru.

Jika tak ada ketetapan yang bertumpu pada rahmat dan rahmanNya, maka ikhtiar seperti apapun tidak akan menghasilkan keberhasilan atau menggapai kebahagiaan. Artinya perlu taat pada perintah berikhtiar, tapi ia bukan penentu. Penentunya takdir dan ketetapanNya yang secara teleologis dirancang untuk kebaikan manusia.

Kesimpulannya; ikhtiar dan rahmatNya, kedua-duanya perlu bagi keberhasilan, bahkan ikhtiar pun pada akhirnya bermuara pada rahmatNya.

 

MA/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *