Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 23 September 2015

KHAS – Cerita Sekeping Uang Pegon di Suriah


Uang. Siapa orang yang tidak suka uang? Uang adalah alat untuk membayar apapun yang kita beli, dan tentunya apapun yang kita suka. Uang sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Kini, uang-uang zaman kerajaan itu ada di Museum Bank Indonesia.

Tapi ceritanya bukan di situ. Meski sedikit terdengar ganjil, belum lama ini seorang pelajar Indonesia yang tinggal di Damaskus, Suriah, menuliskan di Facebook cerita pengalamannya menemukan uang kuno 25 sen di salah satu toko di sana. Adkhilni, begitu namanya, menggambarkan uang ini berhiaskan lambang burung Garuda dengan marka “Indonesia” yang tertera dalam aksara Arab Pegon.

Lalu, ada apa dengan uang-uang itu? Masih ingat dengan aksara Pegon yang KH. Mustofa “Gus Mus” Bisri gunakan saat menulis surat secarik surat fenomenal di arena Muktamar Nahdhatul Ulama belum lama ini? Ternyata selain untuk berkomunikasi secara tulisan, aksara Pegon ini memang tercetak pada uang-uang kuno Kerajaan di Indonesia.

Menurut catatan sejarah, sekitar abad ke-18, saat kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara mulai berkembang, alat pembayaran pun semakin beragam. Kerajaan-kerajaan seperti Pasai, Aceh, Jambi, Palembang, Banten hingga Sumenep mengeluarkan mata uang khas mereka.

Mata uang ini beredar seiring dengan perkembangan usaha dagang antara Nusantara dengan pihak luar seperti Spanyol dan Inggris. Kebanyakan uang ini berbentuk koin.

Salah satu mata uang datang dari Kerajaan Banten disebut sebagai Khasa, terbuat dari tembaga dengan berat 7,42 gram. Mata uang bertuliskan Pangeran Ratoe Ing Banten menggunakan aksara Arab.

Mata uang lain datang dari Jambi. Berdiameter 22,5 mm dan tebal 2 mm, uang ini diperkirakan beredan pada tahun 1840. Terdapat tulisan arab yang berbunyi Cholafat Al-Mukmin dan di baliknya bertuliskan Sannat 1256.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Kerajaan Sumenep, yang mencap setiap uang yang datang pada kerajaan mereka dengan aksara Pegon. Di situ tertulis “Sumenep”.

Selain uang dari kerajaan, ada juga yang disebut sebagai Ropij Jawa. Ini adalah koin yang terbuat dari perak yang beredar di tanah Jawa pada 1814.

Ropij ini bentuknya menawan, karena penuh dengan ukiran aksara arab yang sebenarnya adalah bahasa jawa. Untuk 1 Ropij Jawa, bagian depan bertuliskan “Hingglis Jasa Hing Sura Pringga”. Bagian belakang bertuliskan “Hingglish Sikah Kompani Sanah Dhuriba Dar Dzajirat Jawa”.

Sedangkan untuk setengah Ropij Jawa, bagian depan bertuliskan “Iha Djazirat Jawa Al-Kabir”. Bagian belakang bertuliskan “Derham Min Kompani Welandawi”. Tetapi uang ini kemudian digantikan dengan Gulden Hindia Belanda.

Lanjut pada pertengahan abad ke-19, Indonesia memiliki 1 Sen Tahun Emisi yang terbuat dari Alumunium. Bentuk koin dengan lubang di tengahnya ini bergambar padi pada bagian depan dan nilai nomina “1 Sen” di bagian belakang yang menggunakan aksara Arab.

Untuk uang 5 sen bentuknya hampir sama dengan 1 sen. Hanya berbeda pada tulisan nominal “5 Sen”.

Sedangkan untuk 10 sen, bagian de pannya adalah nilai nominal “10 Sen”. Di baliknya adalah Lambang Negara Garuda Pancasila dengan tulisan Indonesia menggunakan huruf Arab tepat di atas kepala Garuda. Uang-uang ini sama dengan yang ditemukan Adkhilni di Suriah.

Andi/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *