Satu Islam Untuk Semua

Friday, 13 December 2013

Tasawuf dan Ta’wil


Istilah “ta’wil” populer di kalangan masyarakat, biasanya dalam kaitan dengan “tafsir mimpi.” Tidak salah, karena secara umum arti “ta’wil”adalah makna tersirat, makna tersembunyi. Artikel berikut menjelaskan tentang salah satu makna tasawuf dan kaitannya dengan ta’wil.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “… ajarkan kepada orang-orang makna tersembunyi (ta’wil) Al-Quran yang sulit mereka pahami. Hanya Allah yang tahu hakikat Al-Quran, dan orang-orang yang diajariNya—yakni “orang-orang yang disucikan” (al-Muthaharun) dan orang-orang yang mendalam ilmunya (al-rasikhun fi’l’ilmi).” Dalam Al-Quran, Allah berfirman: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan (al-muthahharun)” (QS. 56:79). Juga, pada ayat yang lain: “Dialah yang menurunkan Al Kitab kepadamu. Di antaranya ayat-ayat muhkamaat. Itulah pokok-pokok Alquran. Selebihnya ayat-ayat mutasyabihat…..” ( QS 3:7)

Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang eksplisit dan jelas maksudnya, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat merupakan firman Allah Swt yang mengandung makna tersirat, makna tersembunyi—ta’wil. “… tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya (al-rasikhun fil ‘ilmi). Mereka berkata: ‘Kami beriman kepadanya, semuanya itu dari Tuhan kami’. Dan tak dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal….” (QS. 3:7)

Menafsirkan ayat di atas, sebagian ahli tafsir memahami al-muthahharun sebagai orang-orang yang betul-betul beriman, sedang al-rasikhun fil ‘ilmi disebut mengetahui ta’wil ayat-ayat mutasyabihat. Dan itulah antara lain dasar tasawuf.

Sufi sejati adalah orang-orang yang disucikan (jiwanya) dan mendalam ilmunya sehingga diberiNya kemampuan memahami ta’wil ayat-ayatNya.Ta’wil tentu saja bukan tafsir semaunya, atau sekadar menggunakan rasio. Ta’wil berarti mengembalikan pemahaman pada makna aslinya (awwala). Yakni makna batinnya.Seperti disampaikan dalam sebuah Hadis: “Sungguh Al-Qur’an punya lahir dan batin. Untuk setiap batin ada batinnya, sampai tujuh lapis.”

Maka ta’wil berusaha mengungkap lapis-lapis makna batiniah firman-firman Allah dalam Al-Quran ini. Dan ta’wil tidak boleh bertentangan dengan makna harfiahnya—keduanya mesti sejalan. Ta’wil juga menggunakan metode mawdhu’i (tematik), muqarin (perbandingan, komparasi), bil ma’tsur (mempertimbangkan ayat lain dalam Al-Quran, Hadis,ungkapan para sahabat dan para thabiin), dan sebagainya. Tafsir Sufi, biasa juga disebut Tafsir ‘Isyari.

Menurut Imam Ghazali, tafsir ‘Isyari  adalah usaha menta’wilkan ayat-ayat Al-Quran bukan dengan makna zahirnya melainkan dengan suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat tersebut. Tafsir ‘Isyari mencoba menggunakan isyarat-isyarat implisit al-Quran, juga isyarat-isyarat yang datang lewat mukasyafah para Sufi. Dan mukasyafah kesufian dalam bentuk ilham itu hanya datang berkat ketaatan kepada syariah, baik dalam penunaian kewajiban, akhlak mulia, serta amal-amal saleh. Wallahu a’lam bishawwab.  []

 

AJ/Ditulis ulang dari kultwit @Haidar_Bagir pada 6 September 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *