Satu Islam Untuk Semua

Friday, 22 January 2016

SEJARAH – Mengenal Abu Dzar Al Ghifary, Sahabat Nabi Muhammad (1)


Tidak jauh dari kota Yastrib (Madinah) terdapat pemukiman orang-orang dari suku Ghifar. Di tempat ini, tumbuhlah seorang pemuda miskin bernama Jundub. Suatu hari, Jundub, pergi ke tempat Munat, berhala yang selama ini diyakini sebagai penentu takdir seseorang.

Tidak seperti orang-orang di desanya, Jundub yang dikenal kritis ini, mengunjungi Munat untuk menjawab kegelisahannya selama ini. Karena tidak memiliki domba yang biasa dipersembahkan, Jundub membawa susu dan menyajikan di depan Munat. Setelah memberi persembahan, Jundub duduk terdiam sambil mengamati Munat dan susu sajiannya. Jundub menanti lama dan termenung, tapi Munat tidak menunjukkan aksi atau reaksi apapun. Volume susu yang dipersembahkannya juga tidak menunjukkan perubahan apapun.

Hingga datanglah rubah meminum susu itu. Sampai susu itu habis, patung yang selalu dipuja orang-orang itu juga tidak bergerak. Bahkan, anak muda itu tertawa ketika sang rubah mengangkat salah satu kakinya dan mengencingi telinga Munat. Jundub pun pulang dengan perasaan lega sembari tersenyum mengingat dirinya begitu bodoh menyembah batu yang tidak bisa berbuat dan mengerti apa-apa.

Kegelisahannya yang senantiasa mencari kebenaran hakiki membuat Jundub kerap merenungi kehidupan. Dari mana sebenarnya kehidupan ini berasal dan ke mana tujuannya akan berakhir. Di rumahnya, sesekali Jundub terngiang dengan kata-kata Qais bin Saydah yang sempat mengguncang akalnya.

“Dia yang hidup akan mati! Dan dia yang mati akan binasa! Hal-hal yang akan terjadi di masa depan akan terjadi. Mengapa aku melihat orang pergi dan tak kembali? Apakah ia puas tinggal di sana? Atau apakah mereka meninggalkan sesuatu di sana, sehingga mereka tertidur?” kata Qais yang kembali muncul di benak Jundub.

Jundub keluar rumah dan menatap langit yang biru dan cerah. Tidak lama kemudian ia menatap gurun pasir yang terhampar luas. Benaknya kembali mengingat peristiwa Munat, susu dan rubah sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dari dalam hatinya yang paling dalam, Jundub semakin yakin bahwa dunia dengan segala sistemnya yang kompleks dan indah ini memiliki Tuhan Yang Maha Agung, Cerdas nan Indah. Jauh lebih agung dari Munat, Hubal, Latta, dan segala berhala yang pernah dibuat oleh manusia.

Sejak saat itu, pemuda yang kelak dikenal sebagai Abu Dzar Al Gifary ini beriman pada Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta alam semesta yang tidak mungkin mampu disaksikan oleh mata kepala manusia yang terbatas.

bersambung…

 

Edy/ ks/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *