Satu Islam Untuk Semua

Friday, 30 October 2015

‘Hate Speech Musuh Besar Kebebasan Ekspresi’


Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Roichatul Aswidah, menyambut baik Surat Edaran Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti (8/10) tentang penyebaran Ujaran Kebencian (Hate Speech). Dalam surat edaran disebutkan, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP. Bentuknya antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

“Selama ini, ujaran kebencian berdampak pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata, baik di media sosial, maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakkan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Dengan adanya surat edaran ini, paling tidak upaya pencegahan dapat dilakukan terlebih dahulu,” kata Roichatul Aswidah, Kamis (29/10) seperti yang dikutip Kompas.

Sebagian besar peristiwa pelanggaran kebebasan berkeyakinan dinilai berhubungan dengan radikalisme. Di antaranya, terkait dengan tempat ibadah kelompok agama minoritas, kriminalisasi keyakinan tertentu, dan ujaran kebencian (hate speech). Surat Edaran Polri diharapkan mampu menjawab potret mencemaskan terkait kebebasan berkeyakinan yang selama ini menunjukkan kegagalan negara memberi jaminan konstitusional kebebasan sipil warga negara.

“Dengan cakupan kebencian atas dasar banyak hal, aparat kepolisian di daerah diharapkan dapat memanfaatkan edaran ini sebagai sikap institusional Polri yang tidak akan mentolerir berbagai provokasi yang menimbulkan kebencian,” kata Ketua Badan Pekerja SETARA Institute, Hendardi, dalam rilisnya, Kamis (29/10).

Jika Surat Edaran ini dinilai membatasi kebebasan berekspresi, bagi pegiat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto, hal ini disebabkan masyarakat umum belum memahami perbedaan antara mengekspresikan pendapat dan menyebar kebencian.

“Ini yang sering kali tidak dipahami ketika mengunggah sesuatu. Dalam hal ini, penegak hukum juga harus mengetahui perbedaannya untuk mengambil tindakan. Jika hanya sekali dilakukan, tidak bisa serta-merta ditindak. Tapi jika sudah berkali-kali, berarti terlihat ada niat jahat,” ungkap Damar sambil mengingatkan kita agar tidak mencampuradukkan antara kebebasan ekspresi dan ujaran benci. “Ujaran kebencian itu bahkan musuh besar dari kebebasan ekspresi,” katanya.

Maksud hate speech dalam Surat Edaran 7 halaman itu adalah menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas. Dimensinya bisa mencakup suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seks. Catatan lainnya, ujaran kebencian bisa dilakukan melalui berbagai media. Di antaranya dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi), ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik, dan pamflet.

 

Edy/ Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *