Satu Islam Untuk Semua

Friday, 28 February 2014

Hasyim Muzadi: Tidak Ada Ekstrimisme di Pesantren Tradisional


Viva.co.id

Anak-anak yang belajar ke luar negeri, setelah pulang, perlu di Indonesiakan lagi–KH. Hasyim Muzadi

 

Mantan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, KH. Hasyim Muzadi, menegaskan bahwa ekstrimisme tidak ada di pondok pesantren tradisional. Hal itu diungkapkan dirinya pada saat didaulat menjadi salah satu pembicara dalam bedah buku “Suryadharma Ali: Gagasan, Ucapan dan Tindakan dalam Mencerahkan Pendidikan Islam dan Kerukunan Umat” di Jakarta, Rabu (26/2).

“Ekstrimisme tidak ada di pondok pesantren lama. Jiwa dan ruh santri pesantren tradisional diajarkan untuk melakukan pendekatan yang seimbang antara kehidupan, agama dan bernegara,” katanya.

Ia menambahkan, “Toleransi dalam kehidupan pesantren lama, terjalin dengan sangat baik dalam kehidupan sehari-hari santri.”

Sehingga, menurut Hasyim, kemungkinan ekstrimisme ada di pondok pesantren baru, di mana Islamnya sama, namun jiwa dan ruhnya berbeda. “Orang baru pulang dari luar negeri, lalu mendirikan pesantren. Nah, parahnya, ajaran yang diajarkan masih terkena pengaruh masalah-masalah politik di tempat mana dia belajar dulu, biasanya di Timur Tengah, Asia Selatan, dan sekitarnya,” jelas Hasyim. 

Hal ini diperparah, lanjut Hasyim, pasca reformasi, Indonesia menjadi negara yang sangat terbuka. Semua hal, masuk di negeri ini. “Seluruh ideologi, masuk ke Indonesia. Dampaknya, terjadilah friksi-friksi. Maka atas nama HAM, kita seakan-akan yang bersalah,” kata Hasyim.

Untuk itu, Hasyim mengaku pernah mengusulkan agar anak-anak yang belajar ke luar negeri, setelah pulang, perlu di Indonesiakan lagi. Hasyim khawatir akan muncul kesalahpahaman mereka akibat terbawa emosi kondisi  di luar Indonesia, di mana ada konflik yang sebenarnya adalah konflik politik dan konflik non agama yang dikemas sedemikian rupa, sehingga seakan-akan menjadi konflik agama. 

Padahal, yang terjadi di Indonesia sebenarnya bukan intoleransi yang meningkat, namun lebih pada kurang siapnya masyarakat kita dalam memahami demokrasi yang melaju sangat cepat dan spektakular di negeri ini.

“Harus dipahami, bahwa banyak yang berkepentingan dengan negeri kita ini,” ujarnya.

Karenanya, ia sepakat dengan Menag tentang toleransi yang telah tertanam di Bumi Nusantara, ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. “Saya sepakat dengan Pak Menteri, bahwa Indonesia, paling bagus toleransi beragamanya di seluruh dunia ini. Karena para pendahulu kita telah mengkonsep agar Indonesia begitu, yakni toleran,” pungkasnya.

Sumber: Kemenag.go.id.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *