Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 06 April 2016

‘Aswaja Itu Moderat, Seimbang dan Toleran’


 

Hanya berselang sehari setelah Presiden Jokowi memberikan arahan khusus kepada Kapolri untuk menindak pelaku intoleransi, sejumlah aksi pembubaran paksa terjadi di sejumlah titik di tanah air.

“Sehari setelah pernyataan itu, pada 1 April, kegiatan keagamaan pengikut Syiah di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur diserang dan dibubarkan paksa oleh organisasi masyarakat yang menyebut diri sebagai Ormas Aswaja,” kata Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Senin (4/4).

Seperti diberitakan sebelumnya, sekelompok warga di Bangil, Pasuruan, membubarkan paksa peringatan Milad Putri Nabi Muhammad saw, Fatimah Azzahra, yang diadakan di Islamic Women Centre, Bangil, Jumat (1/4). Dua hari kemudian, ribuan massa yang mengatasnamakan Aswaja di Bondowoso melakukan aksi long march menolak acara milad Fatimah yang rencananya akan diselenggarakan di Kota Bondowoso.

Tapi apa sebenarnya makna Aswaja? Aswaja merupakan singkatan dari ‘AhluSunah wal Jama’ah’. KH. Said Agil Siradj dalam bukunya AhlusSunah wal Jama’ah (Pustaka Cendikia Muda, 2008), mengatakan AhlusSunah wal Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode (manhaj) berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi.

Dalam opininya di sebuah koran nasional, ulama senior jebolan Pesantren Krapyak Yogyakarta ini menambahkan bahwa, dari sinilah lahir pemikiran dan tindakan keislaman dalam berbagai bidang yang tetap berada dalam satu roh, yaitu senantiasa berada di jalur moderat.

“Selalu bisa beradaptasi dalam segala situasi dan kondisi, itulah watak Islam aswaja,” katanya

Dengan makin berkembangnya konsep moderasi tersebut, kata Ketua PBNU ini, makin berkembang pula daya jangkau dan potensinya mengikuti perkembangan zaman. Model pengamalan Islam ini yang inheren dengan keindonesiaan. “Islam Asjawa sejak awal berwatak inklusif, pluralis, dan nasionalis,” katanya.

Di Indonesia, kata Ketua Dewan Laskar Aswaja, Marwan Ja’far, manhaj ini tidak lepas dari peran Wali Songo yang dilanjutkan ulama Nahdliyin. Sejak awal AhlusSunah wal jama’ah, lanjut Marwan, telah mengusung konsep Islam yang mengedepankan nilai-nilai kedamaian, harmoni, dan humanis.

“Dengan tata nilai moderasi dan toleransi ini, penganut AhlusSunah wal Jama’ah mampu beradaptasi dengan arus peradaban umat manusia yang berbeda aliran, paham bahkan agama sekalipun,” katanya

Dalam konteks aplikatif, Nahdlatul Ulama menerapkan prinsip dasar yang juga merupakan ciri khas Aswaja ala NU. Prinsip-prinsip itu dikenal dengan tawassuth, tawazzun wat ta’adul, dan tasamuh; moderat, seimbang dan netral, serta toleran.

Ulama NU, KH. Nuril Arifin Husain, menjelaskan dalam konteks Aswaja, NU perlu senantiasai “berada di tengah”. Salah satu maknanya, katanya, warga NU tidak memilih ekstrim kanan atau ekstrim kiri dalam soal kebangsaan.

Aplikasi dari tawazzun, tawassut, tasamuh, ta’adul, menurut Gus Nuril, dengan sendirinya menjadikan warga NU seorang patriot. “Ia akan melindungi saudara-saudaranya, baik yang beragama Kristen, Hindu, Budha, Konghucu atau Sundawiwitan, Kejawen,” katanya. “Ini sebagai bentuk konsekuensi dari Aswaja.”

Tak heran, seusai peretemuan dengan Presiden Jokowi (31/3), KH. Said Aqil Siradj kembali menarik garis tegas Nahdlatul Ulama terhadap gerakan intoleransi. “Saya jamin tidak satupun santri Nahdlatul Ulama, pelajar Nahdlatul Ulama, mahasiswa Nahdlatul Ulama yang terprovokasi atau simpati pada gerakan-gerakan teror dan radikal,” katanya.[]

Edy/IslamIndonesia/dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *